“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Dia Peduli
Setibanya di Rumah sakit, Alvin segera menuju ke IGD, untuk memastikan apakah adik Tiara masih berada di sana atau tidak. Rumah sakit ini memang sangat luas, dari mulai pasien umum, hingga pasien VIP pun terdapat di sini.
Beruntungnya, baru saja Alvin memasuki ruang IGD, punggung Tiara sudah terlihat tengah duduk disamping adiknya. Alvin begitu peka, kini ia sudah sangat mengenal Tiara, meskipun hanya dari belakang.
Alvin berlari kecil menuju tempat Tiara dan adiknya yang tengah dirawat. Entah apa yang membuatnya jadi perhatian seperti ini pada Tiara. Perasaannya pun tak karuan saat mendengar kabar adik Tiara dilarikan ke rumah sakit.
“Aku datang,” ujar Alvin yang sudah berada di belakang Tiara.
Tiara berbalik, “T-tuan, kenapa kau?”
“Diam! Aku khawatir pada adikmu. Bagaimana kondisinya sekarang?”
“Dia tak sadarkan diri, pendarahannya semakin parah. Dokter bilang, kemungkinan ada gumpalan darah yang besar dan merusak sel-sel otaknya. Sehingga itulah yang menyebabkan Fani kehilangan kesadaran. Dokter akan melakukan MRI kepala, untuk memastikan apakah diagnosa sementaranya memang benar atau tidak.” Jelas Tiara.
“Ya, aku paham. Lantas, kenapa adikmu masih saja berada di ruang IGD? Apakah Dokternya tidak ada? Dia harus segera mendapatan tindakan!" saran Alvin.
“Aku masih harus menunggu, karena Dila belum datang,” ujar Tiara menggigit bibirnya.
“Dila? Dila temanmu? Kenapa harus menunggu dia? Kau pikir dia adalah Dokter Spesialis Radiologi? Ha?” Alvin sedikit meninggikan suaranya.
“Bukan begitu, aku menunggu dia membawa uangnya. Biaya MRI kepala untuk kasus Fani, menghabiskan uang kurang lebih lima juta, jadi aku menunggu dia, karena dia bilang, dia akan membawa uangnya.” ucap Tiara terbata-bata.
"Tiara, apa kau sudah gila? Iya?" dari suaranya, Alvin terdengar sangat marah.
"Aku takut Dila tak bisa mendapatkan uangnya, jadi aku akan memastikan dulu. Jika dia datang dan membawa uangnya, baru aku berani meminta Dokter untuk segera melakukan tindakan pada Fani," Tiara menunduk.
“Kau! Apa kau tak menganggapku sama sekali hah? Apa kau tak melihat, bahwa aku bisa menolongmu untuk hal ini? Gila! Kenapa kau tak meminta bantuan padaku? Tiara! Kau memang kakak yang kejam! Jika kau membiarkan adikmu terlalu lama tanpa penanganan, itu sama saja dengan kau membunuh adikmu secara perlahan, Tiara!” Alvin sangat marah saat ini.
“Tuan! Aku tak bermaksud seperti itu! Aku tak mungkin begitu lancang meminta uang padamu! Aku sadar diri aku ini siapa! Aku tahu diri, jika aku tak ada artinya di matamu! Tak semudah itu bagiku untuk meminta uang padamu! Aku bukan pengemis, aku bukan wanita yang mau memanfaatkanmu!” genangan air mata mulai memenuhi kelopak mata Tiara, ia berusaha menahan air matanya, agar tak terjatuh dihadapan Alvin.
“Tapi ini darurat Tiara! Ini menyangkut hidup dan mati adikmu! Dasar bodoh! Bukankah hanya dia satu-satunya darah dagingmu yang kau punya di dunia ini? Kenapa masih saja segan dan gengsi untuk meminta pertolongan padaku? Arggh, aku sangat muak padamu!” Alvin menghela napas penuh amarah.
Tiara hanya menunduk malu, sulit baginya untuk membela diri. Tiara berada di posisi serba salah, ia benar-benar bingung tak tahu harus berbuat apa. Alvin memang benar, tapi Tiara juga tak sepenuhnya salah.
“Tolong! Perawat! Dokter! Datang padaku, ini pasien darurat! Kalian harus segera melakukan tindakan padanya! Cepat!!!” Alvin berteriak memanggil suster untuk segera menangani Fani.
Beberapa suster pun menghampiri Alvin, “Iya, Pak. Kenapa?”
“Kenapa katamu! Apa saja kerjamu ini, ha? Sudah tahu ada pasien darurat, kau malah diam saja hanya karena kendala biaya! Cepat lakukan MRI untuk pasien ini! Dan pindahkan dia sebagai pasien VVIP. Berikan tindakan yang terbaik! Jika tidak, maka aku akan menuntut Rumah sakit ini, dan akan kucabut izin operasionalnya!”
Suster itu kaget bukan main. Ia tak pernah melihat orang semarah ini dan berani menuntut pihak rumah sakit. Sang suster sudah menduga, jika pria yang marah dihadapannya ini, bukanlah pria biasa. Pria ini pasti memiliki kekuasaan, batin suster tersebut.
Tanpa basa-basi, perawat-perawat yang berjaga di IGD, membawa Fani menuju ruang radiologi untuk segera mendapatkan tindakan MRI Kepala. Alvin memang tegas, ia tak segan untuk memarahi siapapun, jika tidak sesuai dengan kehendaknya.
Sembari menunggu Fani di ruang radiologi, Alvin diminta untuk melakukan daftar ulang dan mengisi formulir sebagai wali dari pasien VVIP baru. Tiara tentu saja mengikuti Alvin, karena ia tak tahu bagaimana prosedur di kelas VVIP.
Alvin dan Tiara kini sudah berada di ruangan VVIP. Mereka tengah menyelesaikan pembayaran untuk seluruh biaya pengobatan Fani, beserta ruangan VVIP yang diinginkan Alvin.
“Tuan, ini terlalu berlebihan. Tak usah VVIP, kelas biasa saja aku sudah sangat bersyukur,” ujar Tiara.
“Kelas bawah itu penanganannya sangat buruk! Jika terjadi sesuatu, kau akan sulit untuk menuntut mereka! Jika di sini, kesalahan sekecil apapun akan membuat mereka kehilangan pekerjaan. Dokter dan perawat yang menangani pasien VVIP, tak akan sembarangan dalam melakukan tindakan. Mereka sangat hati-hati. Ancaman dari orang sepertiku, tentu saja bukan seperti ancaman preman pasar! Aku bisa saja mencabut izin rumah sakit ini, jika sesuatu terjadi pada adikmu! Terlepas dari itu takdir, aku mungkin akan menerimanya. Tetapi, jika karena kelalaian, jangan harap rumah sakit ini masih bisa berdiri!”
Tiara menghela napas panjangnya, ia tak menyangka, dibalik sifat Alvin yang keras kepala dan egois, ternyata ia juga merupakan sosok yang peduli dan perhatian.
“Tuan, terima kasih banyak atas semua kebaikanmu, aku bingung harus berterima kasih seperti apa. Aku sangat bersyukur, Tuhan memberikanku kemudahan lewat dirimu. Sekali lagi, terima kasih, dan maafkan aku yang sudah merepotkanmu,” Tiara menunduk malu.
“Aku tak ingin membiarkan siapapun sakit. Adikmu harus sembuh, dia harus kembali ceria. Dia harus kembali menjalani kehidupannya yang sudah tertinggal jauh. Semoga Tuhan masih memberikan kesempatan untuk dia kembali sembuh dan melanjutkan hidupnya …”
“Aku terharu, terima kasih, Tuan, terima kasih banyak atas kepedulianmu ini. Aku tak tahu lagi harus berkata apa padamu.” Tiara mulai terisak, air matanya terjatuh bebas karena ia sudah tak bisa lagi menahannya.
"Cukup, kau terlalu berlebihan memujiku!"
Tanpa Tiara dan Alvin sadari, … Ada seseorang yang berada tepat di belakang mereka berdua. Tiba-tiba, orang itu berdehem, dan menyapa Alvin dengan semangat.
“Hai, Tuan muda Antariksa, ternyata kau ada di sini! Ah, senang sekali berjumpa dengan Anda. Sedang apa kalian di sini? Sungguh, ini adalah sebuah kebetulan yang tak direncanakan!” ujar pria di belakang Alvin dan Tiara.
Ternyata, dia adalah Hardy Satria. Mantan suami dari Tiara, dan juga CEO Gelora Utama. Hardy tiba-tiba saja mengagetkan mereka berdua. Entah sudah berapa lama, Hardy ada di belakang Tiara dan Alvin.
Deg. Alvin dan Tiara berbalik bersamaan.
“H-hardy? S-sejak kapan kau di belakang kami?” Tiara kaget bukan main.
“Kau! Kenapa kau ada di sini? Apa yang kau lakukan?” Alvin menatap Hardy dengan tatapan tajam penuh tanda tanya.
Sial, apa dia menguping pembicaraanku dengan Tiara? Batin Alvin sedikit khawatir.