Karena hutang ayahnya, Ervina terpaksa menikah dengan seorang CEO yang terkenal dingin, kejam dan tak tersentuh. Kabarnya sang CEO tidak bisa melupakan mantan istri pertamanya.
Narendra Bimantara, Seorang CEO yang membenci sebuah pernikahan karena pengalaman buruk di masa lalu. Namun, karena putri semata wayangnya yang selalu meminta Ibu, Naren terpaksa menikahi Ervina sebagai pelunas hutang rekan kerjanya.
Namun, Naren tak pernah berfikir menjadikan Ervina istri sungguhan, dia berfikir akan menjadikan Ervina baby sister putrinya saja.
Dan membuat perjanjian pernikahan dengan Ervina.
Ikuti kisah IPHMDK
karya Roro Halus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roro Halus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Kekesalan Ervina
Acara empat bulanan Ervina berjalan dengan baik penuh khitmat, baik dari Ervina maupun dari Naren, keduannya penuh kekhusyukan meminta pada sang Pencipta keturunan yang berakhlaq baik, berbudi, dan nasib baik hingga akhir hayat.
Penuh cinta pada semua orang!
Berdoa untuk kesehatan ibu dan bayi juga sampai hari kelahiran nanti.
Setelah itu ditutup dengan acara santunan kepada anak panti asuhan, dan makan.
Suasana Mansion tampak sangat ramai dengan berbagai tenda makanan yang sudah Naren pesan agar adik-adik panti senang.
"Terima kasih untuk hari ini, Mas!" ucap Ervina yang duduk di antara banyaknya anak panti yang tengah makan, "Melihat mereka makan dengan lahap membuatku senang!"
"Sama-sama, Na!" jawab Naren singkat.
"Setelah ini kita ke rumah sakit, ya!" pinta Ervina.
Naren menoleh pada istrinya itu dan mengangguk, "Iya, kita ke Rumah sakit setelah ini, tapi janji hanya sampai sore ya!"
Ervina mengangguk, "Tentu saja, kan nanti Mas mau ambilkan buah kenitu dari rumah sebelah!" jawab Ervina dengan semangat.
"Setelah itu tidur, gak balik lagi ke rumah sakit!" tegas Naren.
Ervina hanya mengangguk senang.
Karena, selama dua bulan ini Ervina menghabiskan banyak waktu di rumah sakit untuk mengajak Calisha berbicara dan itu membuat Naren khawatir.
Sedangkan Ervina susah sekali di kasih tau untuk istirahat saja di rumah...
"Tapi, Na, bagaimana kalau Calisha tidak pernah bangun lagi!" tanya Naren.
Deg!
"Bicara apa kamu, Mas!" peliknya tertahan.
Ervina kesal dengan ucapan suaminya itu, mendengar saja sudah membuat hatinya sakit, bagaimana bisa memikirkannya atau bahkan jika terjadi.
Tidak!
Calisha pasti akan bangun lagi!
"Hanya mengandai-andai!" jawab Naren santai.
"Tidak! Walau hanya berandai tidak boleh! Kamu sendiri yang janji akan mengetuk seluruh pintu dokter di dunia ini demi Calisha!" ketus Ervina.
Ervina tidak terima walau hanya pengandaian dari suaminya, sedangkan Naren hanya ingin mengetahui reaksi Ervina jika kehilangan Calisha menjadi diam.
"Ya, Maaf!" ucapnya.
Namun Ervina diam, tak ingin menjawab suaminya karena masih kesal dan marah dengan ucapan suaminya itu.
Hingga selesai acara dan sampai ke rumah sakit, Ervina tetap mendiamkan Naren membuat Naren menjadi kalang kabut, rasanya aneh ketika didiamkan dengan istrinya itu.
Jadi serba salah!
Tak berani menyentuh atau memegang perutnya lagi!
'Sial! Singa betina ini kalau marah menyeramkan sekali! Jadi mati gaya,' batin Naren melihat Ervina yang duduk di kursi sebelah Calisha.
Ervina tengah menceritakan seluruh kesehariannya hari ini pada Calisha dan mengabaikan Naren yang sejak tadi kelimpungan karena ingin memegang perut Ervina.
Entahlah, berdekatan dan bersentuhan dengan Ervina sudah menjadi candu untuk Naren.
Memegang tangan, mengusap perut, mencium kening, rasanya aneh ketika Ervina tak ingin bersentuhan dengan Naren.
Tidak bisa!
Naren tidak ingin tinggal diam, atau nanti malah dirinya akan nelangsa!
Bahaya besar jika Naren tidak boleh menyentuh Ervina!
Hingga akhirnya Naren berdiri dan mendekati ranjang Calisha, "Sha, Daddy ingat sekali permintaan Calisha saat sebelum operasi dua bulan lalu, Sha gak ingin Mommy Na dan Daddy ribut, kan?" ucapnya lepan dengan ekspresi datar.
Kemudian berdiri di samping kursi Ervina, "Daddy hari ini ribut, dan Mommy Na gak mau maafin, Daddy! Maafkan Daddy ya, gak bisa pegang janji Daddy pada Sha!" sindirnya.
Mendengar itu Ervina langsung menoleh pada Naren, "Kenapa bicara begitu, Mas!" keluhnya, "Na hanya kesal, bukan tidak memaafkan!"
Mendengar itu senyum Naren terbit, "Berarti Mommy Na sudah memaafkan Daddy?" tanyanya dengan ekspresi memelas.
Membuat Ervina bergidik!
Baru pertama kalinya melihat ekspresi itu di wajah Naren, wajah tegas dengan aura dominan bersatu dengan wajah memelas, sungguh menyeramkan!
"Ih, Ekspresi Mas seram!" keluhnya.
"Benarkah!" sanggah Naren dengan menambah kadar melas di wajahnya.
Jawaban itu membuat Ervina semakin bergidik dengan ekspresi jijinya, "Gak cocok, Mas, jadi serem banget!"
"Serem bagaimana, suami tampan dan menggemaskan ini!" ucapnya penuh percaya diri menggoda Ervina.
Sontak membuat Ervina tertawa mendengar ucapan Naren, "Hahaha! Mana ada!" tawanya membuatnya Naren gemas dan mendekat untuk mendusel dan menggelitik Ervina
Aw!
"Mas, Geli! Xixixi!" ucap Ervina kegelian saat Naren menggosokkan janggutnya pada leher Ervina, membuat bekas cukuran janggutnya menambahkan sensasi geli.
"Stop, Mas! Geli!" pekik Ervina kegelian.
Detik berikutnya Naren menghentikan gerakannya dan memandang wajah sang istri.
Wajah kecil, mungil, dengan hidung kecil lancip, mata jernih begitu menenangkan, dan bibir tipis merah merona membuat jiwa kelelakian Naren bangkit.
Entah kenapa Naren begitu senang melihat Ervina tersenyum atau tertawa, sebaliknya dia tidak suka saat Ervina sedih atau menangis.
'Teruslah tersenyum, Na!' batin Naren.
"Jangan menatapku seperti itu, Mas!" ucap Ervina memperingati Naren yang menunjukkan gelagat aneh.
"Memangnya kenapa? Kamu istriku, bukan?"
Cup!
Detik berikutnya bibir Naren mendarat di bibir tipis yang membuatnya goyah itu, Naren kembali memberdirikan Ervina tanpa melepas ciuman penuh sayang itu.
Kemudian berbisik, "Yuk, pulang, lanjut dirumah, Na!" ajaknya tetap di depan bibir Ervina.
Ervina mengangguk malu-malu mendengar ucapan suaminya.
Dan dengan cepat Naren menggandeng tangan Ervina dan keluar dari ruang rawat Calisha tanpa berpamitan menuju parkiran.
Naren terlihat tidak sabar mengendarai mobilnya walaupun masih dengan kecepatan normal dan aman untuk ibu hamil, sedangkan Ervina berdebar tak menentu melihat tatapan suaminya yang berkabut.
"Pelan-pelan, Mas!"
"Tidak bisa ditahan lagi ini, Na!" jawab Naren semakin membuat Ervina salah tingkah.
Hingga mobil itu berhenti tepat di depan pintu Mansion rumahnya yang masih berseliweran orang beberes sisa pengajian empat bulanan siang tadi.
Naren membuka pintu dan menggendong Ervina masuk ke dalam rumah.
Grep!
"Mas, lepaskan! Malu!" pekiknya.
"Tidak peduli!" jawabnya, "Kamu harus simpan tenaga untuk di ranjang nanti!" bisiknya.
Membuat gelenyar aneh di tubuh Ervina seakan tersengat jutaan lebah, bersamaan dengan itu pipinya memanas.
Cklek!
Naren menendang pintu kamarnya begitu saja kemudian merebahkan Ervina di ranjang kamarnya, kamar Naren yang baru pertama kali ini Ervina masuki.
Yah!
Karena selama dua bulan ini Naren menemani Ervina di kamar Ervina, bukan di dalam kamar Naren, Ervina sendiri juga tidak berani masuk ke kamar Naren walaupun mereka sudah sepakan untuk memperjuangkan rumah tangga mereka.
Selepas itu, Naren mengunci pintu dan mendekati Ervina di ranjang luasnya.
"Mas!" lirih Ervina semakin berdebar dengan suasana kamar Naren beserta ekspresi Naren yang sudah sangat berkabut.
"Hmmm!"
"Pelan-pelan, Kasihan adek utun ya!" pintanya mengingat dua kali berhubungan sebelum masuk rumah sakit, Naren melakukannya dengan kasar.
Naren tersenyum kemudian mengangguk, entah kenapa senyuman itu membawa debar tak terkendali dalam dada Ervina.
Dan dengan cepat, Naren menyambar bibir Ervina dengan cepat, memberikan ciuman penuh sayang, pelan, lembut, dan tidak menuntut.
Membuat Ervina merasa nyaman dan membalas ciuman yang sering kali dia rasakan itu, bahkan justru membuat mereka berdua candu selama dua bulan ini.
"Ahhhh, Mash!"
Bersambung....
Author kabur 🏃♀️🏃♀️ takut bintitan ngitipin mereka🤣
Jangan lupa Follow, Like, komen, dan VOTE yuk mumpung senin, biar author semangat nulisnya😍😍
pasti kelakuan nya si Candra itu