Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Akan tetapi, apa jadinya jika di waktu yang sama, kekasih Chilla justru jauh lebih mencintai Aqilla padahal alasan kedatangan Aqilla, murni untuk membalaskan dendam kembarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Kekhawatiran Dan Ketakutan
Keesokan harinya, Liara langsung kegirangan hanya karena tak sabar dijemput Stevan. Di teras rumahnya yang mewah, ia sudah dalam formasi lengkap. Karena selain bersama Sasy, Liara juga ditemani Vanya dan Keysa. Liara sengaja mengajak teman-temannya, sesuai arahan Stevan.
Seperti biasa, Liara tampil paling menonjol dengan gayanya yang sangat feminin. Nuansa serba pink kembali menyempurnakan penampilan seorang Liara. Selain sampai memakai jaket bulu dan tampak sangat mahal layaknya artis papan atas. Liara juga mewarnai ujung rambut sepunggungnya dengan warna pink. Kali ini, Liara yang memang sengaja melakukan persiapan khusus untuk penampilannya, sengaja membuat rambutnya ikal gantung.
“Apa cuma aku, yang merasa janggal dengan ajakan Stevan? Terlalu tiba-tiba, padahal sebelumnya, dia sampai dorong Lili karena kita, selalu ganggu Chilla,” ucap Vanya si penyuka warna biru dan memang agak tomboi.
Lili itu panggilan akrab untuk Liara. Sementara apa yang baru saja Vanya katakan, sukses membuat kebersamaan di sana senyap. Padahal sebelumnya, Liara masih cekikikan sambil merapikan make up di wajah.
Liara menggunakan cermin khusus warna pink, untuk bercermin.
Perawatan yang Liara jalani secara rutin dengan harga fantastis, memang membuat wajahnya makin glowing. Liara makin merasa percaya diri karenanya. Hanya saja, kenyataan Stevan yang lebih memilih sekaligus mencintai Chilla, membuat Liara merasa, perawatan yang ia jalani sia-sia. Kecantikan dalam dirinya dan membuatnya harus melewati rasa sakit sangat menyiksa, seolah tidak ada harganya. Sebab secantik dan semahal apa pun perawatan yang Liara lakukan, Chilla tetap menjadi pemenang tunggal di hati Stevan.
Akan tetapi, kini kenyataan tersebut sudah tak berlaku lagi. Sebab terhitung semenjak sepuluh hari lalu, setelah mereka m e l e n y a p k a n Chilla, rasa percaya diri seorang Liara, jadi melonjak drastis.
Kepergian Chilla membuat Liara tak lagi memiliki saingan. Liara yakin, dirinya akan kembali menjadi pemenang di hati Stevan.
“Bentar, deh ... ini kenapa, dari kemarin, kita enggak bahas Chilla lagi?” tanya Sasy yang paling tampil sederhana, dari semuanya.
Karena apa yang baru saja Sasy katakan, ketiga pasang mata di sana jadi memperhatikannya.
“Please, deh ... itu bukan penampakan. Penampakan apalagi hantu enggak mungkin bisa ngamuk balas kita!” lanjut Sasy.
Bagi Sasy, mereka apalagi Liara, terlalu menganggap gegabah keadaan.
“Benar juga sih. Kita terlalu menganggap remeh keadaan, padahal yang kita lakukan itu ....” Keysa yang jadi menyikapi keadaan dengan serius, tak kuasa melanjutkan ucapannya.
Detik itu juga kebersamaan di sana jadi hanya diselimuti keseriusan. Tak ada lagi kebahagiaan apalagi kegirangan, bahkan itu dari seorang Liara. Padahal, baru sebentar Liara merasa dirinya akan menjadi pemenang tunggal hati seorang Stevan. Namun, baru saja, cec*unguknya justru m e n a m p a r n y a dengan kenyataan.
“Sori ... sori saja, ya, Li. Mulai sekarang, aku enggak mau jadi kacung kamu lagi. Karena aku baru saja menerima tawaran om Pendi. Dia bakalan kasih aku semuanya, asal aku mau jadi pacarnya! Tentu ini jauh lebih menguntungkan untukku ketimbang aku terus disuruh-suruh kamu. Lagi pula, om Pendi juga bakalan lindungi aku karena dia sayang banget ke aku! Ini belum apa-apa karena aku pastikan, aku akan membuat om Pendi memberikan semua yang aku mau!” batin Sasy diam-diam melirik sinis Liara yang ada di sebelahnya.
Sampai detik ini, kebersamaan di sana masih senyap. Kekhawatiran dan ketakutan, mulai terlihat dari gelagat Liara dan kedua temannya. Hanya ketiganya yang merasakan kekhawatiran dan perlahan menjadi ketakutan. Sebab Sasy merasa aman, hanya karena hubungannya dan papa Rumi.
Andai Stevan tidak datang menggunakan mobil alphard hitam dan sampai diantar sopir, tentu Liara dan ketiga temannya segera menyusun rencana agar bisa menutupi masalah mereka. Kenapa bisa, Chilla yang harusnya sudah m e m b u s u k, malah masih bisa melawan mereka dan memang sehat bugar?
“Masuk!” seru Stevan dari jendela kaca pintu sebelah sopir, yang ia turunkan.
Stevan sengaja duduk di sebelah sang sopir dan membuat Liara agak kecewa. Sebab dengan kata lain, Liara tak bisa duduk berduaan apalagi manja-manja kepada Stevan.
“Nah ... Stevan mengalihkan dunia Liara, nanti kalau kena batunya baru tahu rasa!” batin Sasy masih bersedekap dan lagi-lagi tidak bisa intuk tidak sinis.
Ketika Liara menjadi orang pertama yang naik ke mobil Stevan tak lama setelah sopir Stevan membukakan pintu. Sasy menjadi yang terakhir melakukannya.
“Kita mau ke mana?” sergah Liara tak sabar bertepatan dengan pintu mobil yang ditutup dari luar.
Liara sengaja duduk di tempat duduk belakang sopir Stevan, agar ia bisa melihat Stevan dengan leluasa.
“Jalan-jalan, ... liburan sebelum liburan sekolah, ... usai!” ucap Stevan sambil menatap Liara, tapi ia masih melakukannya dengan cuek. Malahan selanjutnya, tanpa membiarkan Liara bertanya maupun menyambung obrolan mereka, ia sengaja menggunakan headset putih dan fokus ke depan.
“Ya ... kok malah pakai headset, sih?” batin Liara belum apa-apa sudah kecewa.
“Jelas dia sengaja menghindari kamu. Dia enggak mau diganggu kamu. Masa gitu saja harus dijelasin!” sebal Sasy meski ia hanya berani melakukannya di dalam hati.
Perjalanan sudah langsung dilanjutkan. Stevan sibuk dengan headset berikut musik dan membuat pemuda itu terpejam. Sementara Liara hanya bisa menanti tanpa bisa protes.
Sepanjang perjalanan, semuanya fokus dengan kesibukan sendiri. Sasy mulai berkirim pesan manja sekaligus genit dengan om Pendi. Kesya dan Vanya sibuk menonton konten. Sedangkan Liara tampak sangat tersiksa karena tak bisa berkomunikasi apalagi dekat dengan sang pujaan hati.
“Aku penasaran, sebenarnya Stevan mau ajak ke mana. Enggak seru ih, masa diem-dieman gini. Lewat WA apa gimana,” batin Liara sambil mengawasi sekitar.
Setelah satu jam lebih, mereka kembali terjebak macet di lampu merah. Namun yang mengusik Liara dan ketiga temannya, tentu karena Stevan yang akhirnya membuka mata, mendadak heboh buru-buru menurunkan pintu kacanya.
Fokus Stevan tertuju ke pemotor yang memakai perlengkapan lengkap persis di sebelahnya. Sosok yang memakai atribut hitam merah itu merupakan Aqilla dan Stevan kenali sebagai Chilla. Aqilla sampai memakai jaket, sarung tangan, dan juga celana panjang. Sementara kini, Aqilla sampai membuka kaca helem maupun masker merahnya kareha sedang mengobrol dengan pengendara motor yamaha R x king di sebelahnya.
Si hitam manis Oskar, masih setia menemani sekaligus mengawal Aqilla. Hanya saja, Aqilla belum tahu, ada sepasang mata biru yang tengah berbinar-binar memperhatikannya dari balik kaca jendela mobil di sebelahnya.
Aqilla memang tak sampai memakai motor gede. Aqilla memakai motor matic warna hitam merahnya. Namun, begitu saja sudah langsung membuat seorang Stevan terpesona. Apalagi setelah Oskar rusuh meminta Stevan untuk biasa saja dalam menatap Aqilla. Aqilla jadi menoleh dan refleks balas menatap kedua mata Stevan.
Detik itu juga dunia Stevan seolah berhenti berputar. Senyum di wajah Stevan jadi makin lepas. Dari jendela pintu, Stevan tak ubahnya bayi yang sedang tebar pesona, agar yang ia rayu segera membalasnya.
“Kok ... kok rasanya jadi canggung gini, ya? Nah, untung lampu merahnya udahan!” batin Aqilla buru-buru menurunkan kaca helmnya. Hingga Liara yang sempat penasaran pada apa yang sedang diperhatikan Stevan, jadi ketinggalan.
(Ramaikan yaaaaa ❤️❤️❤️❤️❤️)
Apakah maharaja akan mencintai Aqilla secara ugal ugalan seperti mama elra kepada papa syukur 😍
Penasaran.......
amin🤲