"Sepuluh juta untuk satu bulan," Seorang wanita cantik menyodorkan uang dua gepok didepan seorang wanita lain.
Wanita yang diberi menelan ludah dengan susah payah, melihat dua tumpuk uang yang ada didepan mata.
"Jika kamu bekerja dengan baik, saya akan tambahkan bonus," Kata wanita kaya itu lagi.
"B-bonus," Sasmita sudah membayangkan berapa banyak uang yang akan dia terima, dengan begitu Sasmita bisa memperbaiki ekonomi hidupnya
"Baik, saya bersedia menjadi pelayan suami anda,"
Yang dipikir pekerjaan pelayan sangatlah mudah dengan gaji yang besar, Sasmita yang memang pekerja rumah tangga bisa membayangkan apa saja yang akan dia kerjakan.
Namun siapa sangka pekerjaan yang dia pikir mudah justru membuatnya seperti di ambang kematian, Sasmita harus menghadapi pria yang temperamental dan tidak punya hati atau belas kasihan.
Bagaimana Sasmita akan bertahan setelah menandatangani perjanjian, jika tidak sanggup maka dirinya harus mengembalikan dua kali lipat uang yang sudah dia terima
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hutan
Drt..Drt..
Riko megambil ponselnya yang berdering, dan menggeser tombol hijau untuk mendengarkan informasi dari seberang sana.
Tatapan matanya mulai menajam, saat mendengarkan seseorang diseberang sana.
"Jangan sampai mereka tahu."
Riko mematikan sambungan teleponnya, ketegangan diwajahnya tiba-tiba mengendur saat Sasmita kembali masuk tanpa mengetuk pintu.
"Maaf Tuan.. waktunya minum obat." Sasmita tersenyum canggung saat tatapan Riko fokus padanya.
'Apa dia marah karena aku tidak mengetuk pintu,' Batinya ketakutan sendiri.
Riko hanya berdehem, tangannya kembali meletakkan ponselnya di atas meja.
"Hari ini antar aku keluar, suruh pak Hengki menyiapkan mobil." Titahnya setelah Sasmita menaruh nampan diatas meja.
"Baik Tuan."
Sasmita berlalu pergi hingga pintu sudah tertutup rapat.
Riko mengambil tiga obat yang tersedia di didepanya, lalu membuangnya ke kotak sampah.
Setelah beberapa saat Riko keluar dari kamar dan melihat Sasmita yang akan menghampirinya.
"Mobilnya sudah siap Tuan."
Riko mengangguk, Sasmita berdiri dibelakang kursi roda dan mendorongnya memasuki lift.
Tidak ada obrolan di dalam mobil, Riko sibuk dengan gawainya sedangkan Sasmita tampak sibuk memandangi jalan dari kaca mobil.
Pak Hengki tampak fokus, dalam otaknya kenapa Tuanya harus membawa Sasmita.
Sasmita menegakkan tubuhnya saat melaju ke jalan yang sangat dia kenal.
"Pak kenapa ke arah sini?" tanyanya sambil menatap pak Hengki.
Pak Hengki hanya berdehem, "Tuan yang memintanya Nona." Pak Hengki selalu memanggil Sasmita dengan sebutan 'Nona' entah kenapa, padahal Sasmita hanya seorang pelayan.
"Tuan?" Sasmita menoleh kebelakang menatap Riko yang duduk dengan tenang.
Riko belum menjawab, membuat Sasmita menghela napas kasar, dan kembali duduk seperti semula.
Hingga mobil mewah itu berhenti didepan rumah sederhana milik Sasmita dan suami.
"Tuan?" Sasmita kembali memanggil dengan tatapan bertanya.
Sedangkan pak Hengki memilih keluar meninggalkan dua orang didalamnya.
"Turunlah, mulai besok kamu tidak perlu kembali bekerja."
Deg
Wajah Sasmita menunjukan rasa terkejutnya, berbeda dengan Riko yang masih berwajah datar.
"T-tuan, tapi-"
"Aku majikanmu, jadi aku berhak melakukanya!"
Sasmita tak lagi bicara, namun lelehan air mata itu meluncur di pipinya membuat Sasmita cepat-cepat menghapusnya.
"Baiklah, Maafkan saya jika selama ini kurang baik dalam melayani Tuan." Setelah mengatakan itu Sasmita langsung keluar dari mobil.
Tatapannya bertemu dengan Pak Hengki membuat Sasmita hanya tersenyum tanpa bisa menutupi wajah sedihnya.
"Jaga Tuan pak." Pesannya sebelum dirinya berlalu menuju rumah dengan langkah gontai.
Riko hanya menatap pugung Sasmita dengan hembusan napas kasar, hingga Pak Hengki kembali masuk dan duduk dikursi kemudi.
"Jalan." Titahnya lagi.
*
*
Setelah melakukan perjalanan hampir dua jam, mobil yang ditumpangi Briana dan kekasihnya sampai di tujuan.
Perjalanan yang cukup memakan waktu lama membuat wajah Briana merengut.
"Kenapa wajahmu ditekuk begitu." Pria itu mematikan mesin mobilnya setelah sampai di depan bangunan yang seperti gudang tua.
"Aku capek." Katanya dengan hembusan napas kasar.
Pria itu terkekeh, dan turun dari mobil lebih dulu.
Briana ikut turun, wajahnya masih terlihat masam.
"Kalau capek ya gak usah ikut."
Mencebikkan bibirnya kesal, tangannya merangkul mesra pria yang berada di sampingnya.
Pintu bangunan itu terdapat dua orang pria yang berjaga, Briana memang tidak pernah datang dan hanya dua kali ini mendatangi tempat ini setelah dua tahun. Begitu juga dengan pria yang di sampingnya.
"Siang bos." Sapa penjaga pria yang berdiri di depan mereka.
"Apa kabar kalian." Tanyanya sambil menepuk bahu pria itu.
"Baik, Bos!"
Pria itu mengangguk, "Bagus! Kerja kalian sangat bagus, nanti akan aku kirim uang sebagai reward kalian."
Dua penjaga itu tentu saja tersenyum senang, jika mendapatkan uang.
"Terima kasih bos."
Setelahnya pintu utama bangunan itu terbuka, di dalam dua orang juga nampak berjaga karena sebelumnya bos mereka menghubungi jika akan datang hari ini setelah beberapa tahun.
"Bos!"
Wajah mereka tampak sumringah, selama ini hanya uang yang mereka dapat setiap bulan. Tanpa bertatap wajah.
Pria itu mengangguk, sedangkan Briana tampak tak nyaman dengan para pria yang menatapnya tak biasa.
"Aku ingin melihatnya."
Dua orang itu mengangguk, dan segera menuju pintu di mana seorang pria duduk dengan tangan dan kaki terikat.
Suara pintu yang terbuka membuat seorang pria didalamnya tak bergeming seolah sedang asik bermain dengan dunianya.
Briana hanya tersenyum sinis melihat pria paruh baya yang terlihat menyedihkan.
Rambut gondrong, wajah kusam jenggot yang sudah memajang apalagi tubuhnya yang kurus tak segagah dulu lagi.
"Rupanya anda cukup kuat bertahan Tuan Fernandez!"