Menceritakan seorang wanita yang memiliki perasaan cinta kepada suaminya sendiri. Penikahan paksa yang di alami wanita itu menyebabkan tumbuhnya beni cinta untuk sang suami meskipun sang suami selalu bersikap dingin dan acuh kepadanya.
Wanita yang bodoh itu bernama Andin. Wanita yang rela suaminya memiliki kekasih di dalam pernikahannya, hingga sebuah kecelakaan terjadi. Andin mengalami koma dan ketika sadar semua tidak seperti yang di harapkan oleh sang suami.
Apakah cinta Andin tetap bertahan meskipun ia menderita amnesia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasmin Eliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada Rasa 2
Rian juga melangkahkan kakinya masuk ke lift yang sama dengan Andin. Diraihnya tangan Andin dan di gandengnya dengan erat.
Andin hanya bisa melihat dengan penuh tanda tanya. Gandengan itu berakhir di halaman kantor karena Andin lebih memilih naik taksi di bandingkan duduk bersama Rian di dalam mobil.
Andin melepaskan genggaman tangan Rian lalu berjalan menuju taksi tanpa bicara.
Di benak Andin timbul kebingungan dan keraguan atas hubungan yang baru saja di mulai.
Andin merasa seperti wanita murahan yang bisa di pakai dan lemah atas sentuhan Rian namun tidak bisa memiliki hati Rian yang menjabat sebagai suaminya itu.
Andin menangis dalam diam di taksi.
"Nona apa anda baik-baik saja?" tanya supir taksi sambil memberikan tisu yang berada didekatnya.
"Saya baik-baik saja pak, terima kasih" ujar Andin sambil tersenyum.
Sesampainya di depan rumah Andin langsung turun dan membayar uang taksi lalu dengan langkah pelan masuk kedalam gerbang. Penjaga rumah menyambut Andin dengan ramah meski Andin hanya merespon dengan senyuman.
Andin menatap mobil mewah yang sudah terparkir di halaman. Andin merasa lelah menghadapi Rian, dia tidak ingin bertengkar atau hanya sekedar berdebat. Andin merasa yakin waktu 4 bulan itu tidak cukup untuk mendapatkan hati sang suami.
Tanpa terasa langkah Andin telah sampai di ruang keluarga, di lihatnya sang kakek yang tertidur dengan memeluk koran di dadanya. Andin mengambil koran yang ada di dada sang kakek dan meletakannya di atas meja.
"Kakek kenapa tidur di sini?" tanya Andin lembut.
Sang kakek pun membuka matanya dengan perlahan.
"Kamu sudah pulang Andin?" tanya sang kakek yang membenarkan tempat duduknya.
Andin hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Kamu lelah? Kakek dengar kamu kerja di kantor kakek?" tanya Kakek antusias.
Sekali lagi Andin hanya tersenyum dan mengangguk.
"Kamu pasti lelah.... Setelah kamu belajar tentang bisnis dari suamimu, harapan kakek kalian berdua bisa menjalani bisnis keluarga ini" ucap sang kakek sambil mengelus kepala Andin.
"Kakek... Apa benar kakek sakit?" tanya Andin dengan tatapan khawatir.
"Cucuku sayang... orang tua seperti kakek jika di bilang sehat itu tidak mungkin, jadi kamu jangan khawatir karena itu hal biasa di usia kakek sekarang" ucap sang Kakek sambil mengelus lembut rambut Andin.
"Kamu istirahatlah, kakek mau istirahat di kamar" ucap Kakek lalu berdiri di tuntun Andin masuk kedalam kamarnya di lantai 1.
Setelah mengantar kakek masuk ke dalam kamar, Andin kembali kelantai dua untuk masuk kekamarnya juga.
Andin membuka knop pintu dengan pelan, dia mengedarkan penglihatannya kesemua sisi tanpa tanda-tanda kehadiran Rian di sana. Andin melihat di atas naskah ada ponsel Rian yang mungkin tertinggal.
Andin tidak ambil pusing, dirinya langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah tubuhnya bersih, Andin menggulung rambutnya yang basah dengan handuk lalu menggunakan setelan baju tidur berwarna putih dengan celananya yang pendek sehingga memperlihatkan kaki jenjangnya yang putih.
Andin menoleh ke arah ponsel Rian yang dari tadi berdering. Andin hanya berdiri di dekat ponsel untuk melihat siapa yang menelpon.
'Ara sayang' jelas tulisan itu ada di ponsel sang suami.
Andin menghela napasnya. Lalu keluar kamar untuk mencari keberadaan tuan yang punya ponsel.
"Mungkinkah dia di ruang kerja?" tanya Andin dalam hati.
Andin melangkahkan kakinya ke ruang kerja lalu mengetuk pintu lalu masuk tanpa izin dari Rian.
Rian yang sedang sibuk dengan laptopnya hanya bisa menoleh tanpa suara.
"Ada ponselmu berdering terus, sepertinya ada yang penting" ucap Andin canggung karena Rian melihatnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"O... Bisa minta tolong bawakan aku kopi? Sekalian bawakan ponselku kesini?" perintah Rian lalu mengalihkan penglihatannya ke laptop.
Andin langsung keluar dari ruang kerja menuju dapur untuk membuatkan segelas kopi dan mengambil mangga untuk di makannya nanti. Andin tidak biasa makan terlalu larut malam, karena waktu makan malamnya sudah dia lewatkan, maka dia memilih memakan buah untuk mengisi perutnya.
Setelah membuat kopi dan mengupas mangga, Andin mengantarkan kopi dan mangga itu ke ruang kerja Rian. Andin membuka pintu ruangan itu tanpa mengetuk. Andin mengamati Rian yang masih fokus dengan laptopnya. Tanpa banyak tanya Andin meninggalkan kopi dan buah satu piring itu di atas meja yang berada di depan sofa.
Andin kembali keluar ruangan untuk mengambil ponsel suaminya itu. Setelah mengambil ponsel tersebut yang tidak berhenti berdering, Andin langsung memberikan ke Rian yang berada di ruang kerja.
Rian terkejut karena Andin memberikan ponselnya itu tepat di depan wajahnya.
Nama "Ara Sayang" masih tertera di layar ponsel.
Rian mengalihkan tatapannya kearah Andin untuk memastikan ekspresi wajah sang istri.
"Apa kamu buta?" tanya Andin sambil meraih tangan kanan Rian lalu meletakan ponselnya itu kedalam telapak tangan sang suami.
"Angkat telepon kekasih hatimu itu!"ujar Andin ketus.
"Beneran kamu tidak keberatan ?" tanya Rian sambil menyipitkan matanya.
"Terserah kamu" ucap Andin ketus lalu beralih ke sofa dan menyantap mangga yang ia ambil dari dapur.
Rian tersenyum melihat prilaku cemburu sang istri.
Rian sengaja mengangkat telepon Ara dan meloudspeaker.
"Sayang...." Terdengar suara Ara dari seberang sana.
"Em..." saut Rian sambil menatap punggung Andin yang duduk membelakanginya.
Sedangkan Andin berusaha melebarkan daun telinganya untuk mendengar percakapan sepasang kekasih itu.
"Kenapa dari tadi tidak di angkat? Kamu kemana saja? Jangan katakan kamu lagi menikmati malam dengan istri murahanmu itu" ucap Ara kesal karena sudah berkali-kali melakukan panggilan namun tidak di angkat.
'Dasar cewek gila' batin Andin yang tidak terima ucapan Ara yang mengatainya murahan.
"Sayang.... Kenapa kamu diam?" tanya Ara kembali.
Rian tidak bisa melihat ekspresi Andin tapi dia yakin Andin sedang memasang telinga untuk mendengar obrolannya.
"Aku sedang bersamanya, lebih baik kamu akhiri telepon ini" ucap Rian yang membuat Andin menolehkan kepalanya ke arah Rian.
Rian melemparkan senyuman maut kearah Andin meskipun jantung Andin berdetak kencang namun dirinya berusaha menyikapinya setenang mungkin.
"Lalu kamu mau tidur dengannya?" tanya Ara dengan suara yang mulai bergetar.
"Bukankah kamu yang nyuruh aku menikah dengannya?" ucap Rian tanpa menghentikan tatapannya kearah Andin.
Mata mereka berdua bertemu dan Rian merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Aku mau menikah denganmu Ri... Aku menyesal... Aku tidak tahan jika kamu tidur dengannya" ucap Ara yang mulai menangis.
"Aku jujur kepadamu Ra... Aku sudah tidur dengan istriku, bahkan kami menghabiskan malam panas berkali-kali" ucap Rian dengan mata masih menatap Andin.
"Tidak mungkin Ri... Kamu bohong, ini alasan kamu agar aku menyerah bukan" lirih Ara di tengah isakannya.
Bertapa sakit hatinya mendengar tutur kata Rian.
"Aku sudah menganggap hubungan kita berakhir ra ketika kamu menolakku waktu itu, jadi aku harap kamu bisa bertemu dengan seseorang yang lebih baik dariku" ucap Rian yang tidak tahu kenapa begitu entengnya ia memutuskan kekasihnya itu.
"Tidak Ri... Aku tidak ingin kita berpisah, aku terima jika kamu ingin menjadikan aku madu, aku terima Ri..."Ucap Ara yang mulai histeris.
Andin berjalan mendekat kearah Rian lalu duduk di pangkuan Rian dan langsung menyambar bibir Rian.
Ciuman yang awalnya biasa saja menjadi panas. Telepon yang belum di matikan itu di raih Andin lalu di alihkannya ke panggilan vidio tanpa di sadari Rian. Rian yang hanyut atas ciuman dan inisiatif Andin membiarkan saja ponselnya di raih Andin.
Bertapa terkejut Ara melihat Rian yang berciuman panas dengan Andin, hingga Rian memberikan cap ke leher jenjang Andin.
"Stop... Apa yang kalian lakukan?" tegur Ara dengan wajah yang memerah.
"Apa yang kami lakukan?" tanya Andin dengan alis yang dinaikannya satu.
Rian langsung mengambil alih ponselnya lalu matikan sambungan telepon itu.
"Sudah cukup Andin...Aku cuma berusaha menuntaskan janjiku agar dia menjauh selama 4 bulan." ucap Rian dengan tatapan tajamnya.
Ada rasa kesal dengan Andin yang memperlihatkan ke mesraannya ke Ara.
"Apa begitu penting perasaan Ara dibanding perasaan aku selaku istrimu?" tsnya Andin dengan tatapan yang tidak kalah tajamnya.
"Aku pikir dia sudah cukup sakit hati karena tahu aku tidur denganmu, tapi bukan berarti aku harus memperlihatkannya di depan dia" ucap Rian dingin.
Andin meraih kepala Rian lalu membenturkannya di kepalanya lalu turun dari pangkuan Rian.