NovelToon NovelToon
Dikira Santri Ternyata Putra Sang Kyai

Dikira Santri Ternyata Putra Sang Kyai

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda
Popularitas:272k
Nilai: 4.9
Nama Author: Merpati_Manis

Medina panik ketika tiba-tiba dia dipanggil oleh pengurus pondok agar segera ke ndalem sang kyai karena keluarganya datang ke pesantren. Dia yang pernah mengatakan pada sang mama jika di pesantren sudah menemukan calon suami seperti kriteria yang ditentukan oleh papanya, kalang kabut sendiri karena kebohongan yang telanjur Medina buat.

Akankah Medina berkata jujur dan mengatakan yang sebenarnya pada orang tua, jika dia belum menemukan orang yang tepat?
Ataukah, Medina akan melakukan berbagai cara untuk melanjutkan kebohongan dengan memanfaatkan seorang pemuda yang diam-diam telah mencuri perhatiannya?

🌹🌹🌹

Ikuti terus kisah Medina, yah ...
Terima kasih buat kalian yang masih setia menantikan karyaku.
Jangan lupa subscribe dan tinggalkan jejak dengan memberi like dan komen terbaik 🥰🙏

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satu

Assalamu'alaikum, Best ...

Aku hadir kembali di lapak ini dengan cerita baru.

Terima kasih buat kalian semua yang masih setia menantikan karyaku.

Moga kalian syuka, yah 🥰

🌹🌹🌹

"Din! Bangun, Din!"

"Ada apa, sih, Mbak? Aku masih ngantuk, nih. Ngajinya juga masih lama, kan?"

Gadis yang dibangunkan itu kembali menarik selimutnya untuk menutupi sebagian wajah. Sepertinya, dia masih sangat mengantuk hingga tak mempedulikan ketika salah seorang pengurus pondok masuk ke kamar dan membangunkannya.

"Jadwal ngaji kitabnya memang masih lama, Din. Masih dua jam lagi. Tapi sekarang ini, di ndalem ada kedua orang tuamu. Apa kamu tak ingin menemuinya?"

"Hah, apa? Papa sama mama ke sini?"

Gadis yang disapa Din itu segera membuang selimut, lalu beranjak dari kasur busa tipis yang menjadi alas tidurnya. Dengan tergesa, dia menuju kamar mandi yang berada di luar kamar, dan mencuci muka dengan cepat. Medina lalu menyambar pasmina yang tergantung di belakang pintu dan memakainya dengan asal.

"Kenapa mereka datang enggak kasih kabar dulu, sih?" Medina menggerutu sambil bercermin untuk memastikan bahwa penampilannya tidak memalukan.

"Memangnya kamu tidak tahu, Din, kalau orang tuamu akan berkunjung?"

Gadis yang mengenakan kaos lengan panjang dipadukan dengan sarung batik itu, menggeleng.

"Din, yang bener, ah, pakai kerudungnya! Lihat, tuh, lehermu kelihatan!" Pengurus pondok putri itu menegur ketika Medina hendak keluar dari kamar.

"Iya-iya. Bawel, ih, Mbak Menik!"

Gadis itu membetulkan kerudungnya dengan bibir cemberut dan segera berlalu dari sana. Meninggalkan Menik yang menatap kepergiannya dengan gelengan kepala.

Baru saja Medina menuruni anak tangga terakhir karena kamarnya berada di lantai tiga, gadis belia itu menghentikan langkah lalu menepuk jidatnya sendiri.

"Astaga! Mama dan papa ke sini pasti ingin tahu siapa pemuda itu. Ya, Tuhan ... bagaimana ini? Waktu itu 'kan, aku cuma berbohong agar papa tidak terus-terusan mencarikan aku jodoh laki-laki dewasa seperti suami Aunty Lili."

Ya, ayah Medina yang merasa khawatir dengan pergaulan sang putri yang cukup liar, bermaksud mencarikan jodoh untuk putri bungsunya itu. Papa Mirza tidak mau jika sang putri salah jalan jika terus-terusan menjalin hubungan dengan pemuda seumuran Medina, di mana gaya pacaran mereka lumayan bebas. Untuk itu, ayah empat orang anak tersebut bermaksud mencarikan Medina jodoh dari kalangan pengusaha yang sudah dikenal dengan baik, dan sudah dewasa tentunya agar bisa ngemong sang putri yang ingin menikah di usia dini.

Akan tetapi, Medina selalu menolak, dan gadis itu sering main kabur-kaburan hingga sang papa berinisiatif mengirimnya ke pesantren. Hal itu untuk menjauhkan Medina dari pacar-pacarnya yang membawa pengaruh buruk bagi gadis cantik itu. Selain itu, agar Medina belajar banyak ilmu agama sebagai bekalnya nanti ketika gadis itu sudah menikah, dan berumah tangga.

"Kamu boleh menjalin hubungan dengan pemuda yang seumuran dengan kamu, Nak, dan menikah dengannya asal dia dari kalangan santri," kata Papa Mirza, sebelum mengantarkan sang putri berangkat ke pesantren.

Bukan tanpa alasan papa tampan itu berkata demikian. Tentunya, Papa Mirza memiliki pertimbangan tersendiri, mengapa lebih memilih pemuda dari kalangan santri yang diharapkan untuk menjaga sang putri. Sebab, santri identik dengan kebaikan, baik sikap maupun perbuatan. Hal itulah yang dilihat oleh laki-laki yang masih terlihat mempesona di usia yang tak lagi muda itu, pada saudara-saudara dari abang sepupunya.

"Mana mungkin Dina tertarik dengan pemuda sarungan seperti itu, Pap! Kuno dan tidak stylish!" jawab Medina dengan mencibir, tetapi tak berani menunjukkan wajahnya pada sang papa.

"Ingat, Dik! Kata almarhum kakek buyut, wong ngolok, mondok!" sahut sang abang sulung mengingatkan petuah yang dulu sering didengar dari almarhum kakek buyutnya, sembari tertawa. Pemuda yang wajahnya mirip dengan sang papa itu menertawakan sang adik yang susah dikendalikan dan sebentar lagi akan terpenjara, di penjara suci.

"Ish, Abang nyebelin!"

"Loh, Din. Masih di sini?"

Suara Menik, berhasil mengurai lamunan Medina. "Iya, Mbak. Aku lagi galau."

Gadis itu lalu mendudukkan diri di anak tangga terakhir. Medina terlihat bingung, harus bagaimana menghadapi orang tuanya yang kemungkinan besar akan menanyakan siapa santri putra yang telah berhasil menarik perhatian gadis itu. Padahal sebelumnya, Medina bersikukuh, dan sesumbar bahwa dia tidak akan tertarik dengan pemuda santri seperti saudara-saudara pakdhenya--Zaki--yang memang dari kalangan pesantren.

"Galau kenapa? Disambangi orang tua bukannya seneng, kok, malah galau?"

Pertanyaan Menik bagai debu tertiup angin. Menghilang begitu saja, tanpa mendapatkan tanggapan dari Medina. Gadis itu masih nampak khusyuk dengan isi benaknya.

Menik pun berlalu, meninggalkan Medina yang masih termenung seorang diri. Cukup lama gadis itu berpikir, hingga tiba-tiba dia bersiul riang. Medina lalu beranjak dan seperti tergesa keluar dari pondok putri menuju masjid.

"Biasanya, santri putra yang bening itu ada di masjid dan sedang mengaji kalau jam segini," gumam Medina sambil terus berjalan, seolah dia hapal dengan kebiasaan pemuda yang hendak ditemui.

"Moga aja dia ada di sana dan tidak ada santri lain yang melihat kehadiranku."

Gadis itu mempercepat langkah. Setibanya di halaman masjid, Medina memindai keadaan sekitar. Setelah dipastikan sepi karena jam-jam segini para santri biasanya istirahat di kamar masing-masing, Medina masuk ke masjid tanpa bersuara.

Medina sempat berhenti sejenak dan terhanyut ketika mendengar suara merdu pemuda itu. Tanpa dapat dicegah, bibir tipis gadis itu mengulas senyuman indah.

'Sudah tampan, pandai mengaji pula. Kang Hamam memang santri yang paling keren.' Tanpa sadar, Medina memuji pemuda tampan itu dalam hati.

"Shodaqollaahul'adziim ...."

Medina segera tersadar ketika pemuda itu mengakhiri ngajinya. Gadis itu segera mendekat, setelah pemuda yang memiliki senyuman menawan tersebut menyimpan kitab sucinya.

"Kang-Kang! Ayo, ikut Dina!" Medina segera menyeret lengan Hamam yang sengaja dia temui di masjid.

Medina memilih Hamam untuk dikenalkan pada kedua orang tua karena selain paling tampan, gadis itu juga yakin jika dia akan dapat menyetir santri putra tersebut sesuai keinginannya.

"Nanti di ndalem Pak Kyai, Kang Hamam jangan bicara apa pun, oke? Cukup katakan iya saja," pinta Medina sok akrab, sambil terus berjalan.

Medina tak menyadari jika dia baru saja menyebut nama pemuda itu. Dia lupa, jika sebelumnya mereka belum pernah berkenalan, dan itu artinya selama ini Medina sudah kepo tentang Hamam.

Sementara Hamam sendiri sepertinya masih shock karena tiba-tiba ada santri putri yang berani mendekat dan memaksanya seperti ini. Hamam pun tidak dapat menolak karena Medina mencengkeram cukup kuat lengannya. Akhirnya, Hamam hanya bisa pasrah, dan ikut saja dengan kemauan santriwati baru yang masih saja nerocos menjelaskan semua yang harus pemuda itu lakukan.

"Pa, Ma ... ini, lho, kang santri yang pernah Dina ceritakan. Kami berdua sudah saling cocok dan sepakat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Bukankah begitu, Kang?"

Baru saja sampai di ambang pintu kediaman sang kyai, Medina langsung mengenalkan Hamam pada kedua orang tuanya sebagai kekasih.

Mendengar perkataan Medina, Kedua orang tua gadis itu saling pandang. Begitu pula dengan sang kyai dan istrinya. Para orang tua itu kemudian menatap pemuda yang datang bersama Medina.

"Gus, apa benar apa yang dikatakan putri saya?"

Medina melongo, mendengar sang papa memanggil pemuda yang dia paksa untuk ikut bersamanya itu dengan sebutan gus. Apalagi, kedua orang tua Medina sepertinya sudah mengenal Hamam dengan baik. Terlihat dari senyuman sang mama yang menyapa ramah pada Hamam.

'Gus? Siapa sebenarnya Kang Hamam? Apa jangan-jangan, aku salah sasaran?'

bersambung...

🌹🌹🌹

Jika kalian syuka dengan kisah si centil Medina, jangan lupa tinggalkan jejak cinta berupa jempol 👍 juga ungkapan cinta kalian di kolom komentar 😄🙏

Subscribe-nya jangan sampai kelupaan, yah... seperti biasa, mode maksa 🤭

1
karyaku
hi kAk mendadak menjadi istri ustadz jangan lupa mampir y kk
karyaku
hi kk mendadak menjadi istri ustadz jangan lupa mampir y kk
Okto Mulya D.
hahaha langsung di skak mat
Okto Mulya D.
tamu nya gadis teman kuliah di Mesir
Okto Mulya D.
Dasar cewek, cowok suruh ngertiin , tapi dia sendiri ngga mau bilang gengsi, lha emang cowok cenayang..hmmm
karyaku: hi kk mendadak menjadi istri ustadz jangan lupa mampir y kk
total 1 replies
Okto Mulya D.
absurd semua keluarga pak Mirza
Okto Mulya D.
bukan padahal satpam jaga malam, syukurin lhoo Dina
Okto Mulya D.
hahaha gelagepan..
Okto Mulya D.
Gadis konyol, calonnya malah disuruh balapan sama lelaki lain, dan tidak termasuk dalam syaratnya.
Okto Mulya D.
Gadis pembalab ternyata pantes..tak bisa dengan anak kyai yang alim dan kutu buku pastinya..
Okto Mulya D.
Hamam, jangan kaku juga kayak kanebo buat Medina meleleh gitu lhoooo...
Okto Mulya D.
Jemmy, jangan² sholat aja tidak apalagi tadarusan..
Okto Mulya D.
terus Jemmy temenan lagi sama Hamam. bagaimana?
Okto Mulya D.
Hahaha bagaimana sih Medina nihhh
Okto Mulya D.
Medina gadis bar-bar gini dapat anak santri waduuhhh...adaptasi keduanya yang berat dan repot..
Okto Mulya D.
Ada² aja Dina, anak Kyai masak belok..
Okto Mulya D.
Medina main seret aja seenaknya anaknya pak Kyai ituuu
Merpati_Manis (Hind Hastry): mksh hadirnya, Kak 🥰🙏
total 1 replies
Meysha Talitha Putri
Luar biasa
Merpati_Manis (Hind Hastry): mksh apresiasinya, Kak 🥰🙏
Merpati_Manis (Hind Hastry): mksh apresiasinya, Kak 🥰🙏
total 2 replies
Naila Sakielaputri
uda ga respek kuliah di kaero jadi pelakor..end thorrr
Mazree Gati: jadi ga respek
Merpati_Manis (Hind Hastry): bukan masalah di mana kuliahnya, Kka? tapi memang pribadinya yang bermasalah.
btw. mksh hadirnya 🙏
total 2 replies
Muhamad Hasbi
Luar biasa
Merpati_Manis (Hind Hastry): mksh apresiasinya, Kak 🥰🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!