“Ah. Jangan tuan. Lepaskan saya. Ahhh.”
“Aku akan membuatmu mendesah semalaman.”
Jasmine Putri gadis kampung yang berkerja di rumah milyarder untuk membiayai kuliahnya.
Naas, ia ternoda, terjebak satu malam panas bersama anak majikannya. Hingga berakhir dengan pernikahan bersama Devan anak majikan tampannya.
Ini gila. Niat kuliah di kota malah terikat dengan milyarder tampan. Apakah Jasmine harus bahagia?
“Aku tidak akan pernah menerima pernikahan ini,” tekan Devan frustasi menikah dengan pelayan.
“Aku harus menemukan dia.” Kenang Devan tentang gadis misterius yang menyelamatkan tiga tahun lalu membuatnya merasa berhutang nyawa.
Bagaimana pernikahan Jasmine dengan Devan anak majikannya yang dingin dan jutek namun super tampan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Wawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesanan bersyarat
Waktu telah menunjukkan pukul 3 dini hari. Di sebuah kamar di ranjang king size terlihat seorang pemuda yang masih terjaga memikirkan sebuah perasaan aneh yang mendera tentang terjangan hasrat yang muncul ketika bersama dengan Jasmine si pelayan tadi. Oh niatnya mengerjai perempuan itu malah dia yang menjadi panas.
"Ada apa denganku," batin Devan tak mengerti pada tubuhnya sejak tadi ia bertanya.
"Ah. Aku tidak boleh berdekatan dengannya," putus Devan.
****
Matahari telah naik di atas kepala. Di kampus Jasmine baru saja melangkah keluar dari ruang kelas bersama dengan Luna yang senang sekali bergelayut manja pada Jasmine. Seolah mereka adalah pasangan kekasih.
“Min ke kantin yuk, aku udah lapar banget nih,” ajak Luna semakin membelit tangan Jasmine.
“Traktir aku ya!” balas Jasmine yang memang juga sudah merasakan perutnya keroncongan minta di isi.
“Kau tenang saja, Apa-pun yang kau inginkan kau bebas makan sepuasmu!” ujar Luna.
Langkah kaki mereka pun menuju kantin kampus. Setelah sampai mereka mengatur posisi duduk berdampingan. Setelahnya memesan makanan.
Sambil menunggu makanan datang mereka asik berbincang. Hingga keduanya terhenti saat perhatian mereka teralihkan pada 4 perempuan cantik yang terkenal sebagai gang kampus dan terlihat sedang berjalan ke arah mereka. Tak lama duduk di meja yang sama.
Luna mengambil ancang-acang berpikir jika geng perempuan ini ingin mengintimidasi mereka. Luna tidak akan gentar oleh geng perempuan ini.
“Kau Mimin kan!” tanya salah satu dari perempuan itu.
“Iya,” jawab Jasmine sembari menatap Luna, tak mengerti ada apa dengan para perempuan ini.
“Kau pemilik akun Mimin imut kan! Yang jual perabotan online!” sosor satu perempuan lagi.
“Iya. Ada apa ya?” tanya Jasmine langsung pada intinya.
“Min. Bisa pesan barang nggak?”
Pesanan!
“Bisa!” jawab Jasmine cepat. Yuhuuu orderan datang tanpa bersusah payah.
“Tapi kalau yang anterin barang koko Nathan bisa ngak Min?” ucap perempuan itu dengan senyum malu-malu di ikuti oleh teman yang lainnnya.
Mendengar itu Luna mendengkus melipat tangan di dada , ternyata geng perempuan ini hanya penasaran dengan koko tampan pemilik toko perabotan.
“Ya elah, pada ganjen banget sih jadi perempuan, modus banget sih,” sosor Luna menatap malas.
Tubuh keempatnya bagai layu bak putri malu mendengar cibiran Luna.
“Bagaimana Min. Bisa?” tanya perempuan itu.
Jasmine tersenyum kikuk. Bagaimana ini mengiyakan sama saja dia menjual tampang pemuda tampan berwajah oriental itu.
“Bisa!” sosor Luna dengan senyum licik.
“Lun!” protes Jasmine berbisik tak setuju.
“Sudah diam saja,” bisik Luna.
“Pesanan bisa dia antar koko Nathan kalau kalian memesan banyak barang!” terang Luna.
Kampus ini terdiri dari siswi elit. Luna tahu mereka semua berasal dari ekonomi kelas atas yang uang orang tuanya tak berseri. Apa-pun akan mereka lakukan untuk keinginan mereka tanpa memikirkan nominal yang akan di keluarkan dan Luna memanfaatkan itu.
“Luna!” lagi Jasmine protes.
Luna menaikkan telunjuknya di bibir tanda jika Jasmine diam saja, biar dia yang mengaturnya.
Mendengar itu ke empat perempuan itu tersenyum sumringah. Terlihat sekali binar antusias di wajah mereka.
“Aku pesan cangkir 50 biji Min!” ujar perempuan itu.
Luna mendengkus, inilah mereka hanya anak manja mana mengerti urusan perabot.
“Hei, pernah dengar hitungan cangkir ngak sih. Hitungannya itu lusin!” protes Luna berdecak.
Perempuan itu tersenyum kikuk.
“Jangan bilang kau tidak tahu isi satu lusin,” sosor Luna.
“Tahu-tahu,” selanya cepat.
“Oh. Iya 10 lusin. Min,” ralatnya.
“Aku juga dong Min. Rantang 10 lusin,” sahut satunya lagi.
Lagi Luna menghela napas.
“Hei! Banyak sekali! Kau pikir rantang untuk penjara sebanyak itu! Rantang satuan,” protes Luna.
“Lun!” protes Jasmine melihat Luna yang sejak tadi memprotes ucapan mereka.
“Oh iya. Rantang 10 saja Min.”
“Aku piring Min ....”
Jasmine pun mulai menulis pesanan mereka satu persatu, tidak lupa dengan alamat lengkap yang akan di gunakan untuk mengantar barang tersebut. Tentunya sesuai permintaan mereka. bersama dengan pemuda tampan berwajah oriental idaman para wanita.
Setelah menulis semua pesanan mereka pun pergi meninggalkan meja. Kini perhatian Jasmine teralihkan pada Luna.
“Lun, kenapa mengiyakan permintaan mereka,” protes Jasmine.
“Memangnya kenapa. Mereka itu anak manja uang itu ngak seberapa untuk mereka. kecil,” ujar Luna yang tentunya kecil juga bagi Luna.
“Tapi kesannya kau menjual koko Nathan,” ujar Jasmine.
“Ngak apa-apa Min. Ini namanya strategi bisnis. Lumayan cuan yang akan kau dapatkan nanti.”
Jasmine menarik napas lemah. Oh apakah ini benar?
“Min!” ucap Luna seketika berubah manja semakin mendekatkan tubuhnya ke arah Jasmine.
“Btw. Aku juga ya Min. Pesan dandang kukus 2, jangan lupa minta di anterin juga sama Koko Nathan,” ujar Luna genit. Ya siapa bisa menolak pesona koko Nathan.
Jasmine tercengang.
“Luna!!! Ternyata kau juga sama seperti mereka!” sembur Jasmine. “Dasar genit!”
“Yaelah Min. Namanya juga usaha,” ucap Luna. “Kalau ngantar bilang ya Min. Biar aku dandan dulu ketemu Koko Nathan,” ujar Luna.
Jasmine menghela napas berat. Oh astaga mengapa, semua terpukau oleh ketampanan pemuda berdarah Chines itu.
Ringan-ringan saja dulu ya ... ini jalan untuk Devan semakin panas.
pelabuhan terakhir cinta Nathan Wang