Elyana Mireille Castella, seorang wanita berusia 24 tahun, menikah dengan Davin Alexander Griffith, CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Namun, pernikahan mereka jauh dari kata bahagia. Sifat Davin yang dingin dan acuh tak acuh membuat Elyana merasa lelah dan kehilangan harapan, hingga akhirnya memutuskan untuk mengajukan perceraian.
Setelah berpisah, Elyana dikejutkan oleh kabar tragis tentang kematian Davin. Berita itu menghancurkan hatinya dan membuatnya dipenuhi penyesalan.
Namun, suatu hari, Elyana terbangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu—ke saat sebelum perceraian terjadi. Kini, ia dihadapkan pada kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungan mereka dan mengubah takdir.
Apakah ini hanya sebuah kebetulan, atau takdir yang memberi Elyana kesempatan untuk menebus kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Firaslfn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Rahasia yang Tersimpan
Elyana duduk di kursi kerjanya dengan sebotol air di tangan, merenung tentang perbincangan malam itu. Walau hatinya masih dihantui rasa ragu, ia merasa sedikit lebih ringan. Sejak itu, ada semacam keheningan yang lebih damai di antara mereka, seolah-olah Davin mulai membuka diri, meskipun hanya sedikit.
Namun, malam itu, ada sesuatu yang aneh di kantornya. Saat Elyana sedang memeriksa beberapa dokumen di ruang kerja, ia mendengar suara gaduh dari ruang kerja Davin. Tanpa berpikir panjang, ia mendekat untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Di sana, ia melihat Davin sedang berusaha menyusun dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja dengan ekspresi tegang.
“Davin?” Elyana memanggil dengan suara lembut, membuat pria itu menoleh ke arah pintu. Ekspresi wajahnya yang tegang mencerminkan kekhawatirannya, sesuatu yang jarang terlihat.
“Ada yang salah?” tanya Elyana, melangkah mendekat dengan penuh perhatian.
Davin menghela napas panjang, mencoba menyembunyikan sesuatu di balik tatapan matanya. “Tidak, hanya ada beberapa urusan yang perlu diselesaikan.” Namun, seberkas kenangan yang terpendam di pikirannya membuatnya ragu untuk mengungkapkan kenyataan.
Elyana memperhatikan dokumen-dokumen yang berantakan, salah satu di antaranya terlihat familiar. Itu adalah sebuah laporan keuangan yang merujuk pada proyek besar yang sedang dikerjakan Davin. Tanpa sengaja, matanya tertuju pada tanggal yang tercetak di sudut laporan tersebut—tanggal yang seharusnya tidak ada di sini. Itu adalah tanggal tiga minggu sebelum kematian tragis Davin yang pernah ia lihat dalam mimpinya.
Ketika ia menyadari hal itu, jantung Elyana berdetak lebih kencang. Ia tahu bahwa takdir Davin sangat bergantung pada keputusan-keputusan yang diambilnya. Kesalahan yang pernah terjadi di masa depan, yang membuat Davin mengalami kematian tragis, mungkin bisa dihindari jika ia bisa mengubah jalannya peristiwa.
“Davin, mungkin... aku bisa membantu,” katanya dengan hati-hati. Suaranya dipenuhi kekhawatiran, takut jika apa yang diucapkannya malah membuat Davin semakin menjauh. Namun, alih-alih menarik diri, Davin menatapnya dengan tatapan yang penuh teka-teki.
“Kau tahu sesuatu?” tanyanya, suara itu lebih lembut daripada yang pernah Elyana dengar. Ada ketegangan di antara mereka, tetapi juga semacam harapan yang samar.
Elyana menunduk sejenak, mencerna apa yang seharusnya diungkapkan. Ia harus berhati-hati, tidak boleh membuat Davin merasa terancam. “Aku hanya merasa bahwa ada hal-hal yang seharusnya kita perhatikan dengan lebih cermat. Mungkin ada sesuatu dalam laporan ini yang bisa membantu kita menghindari masalah besar,” jelasnya, sambil menunjuk ke laporan di meja.
Davin mengamati laporan itu dengan mata yang sedikit meremehkan, tetapi ketika ia melihat detail yang tercetak, ekspresi wajahnya berubah. “Ini... bisa menjadi masalah besar,” kata Davin, suaranya hampir terdengar seperti bisikan.
Elyana berusaha tidak menunjukkan kegembiraannya. Ini adalah langkah pertama yang sangat penting—membantu Davin melihat adanya kemungkinan untuk menghindari tragedi masa depan. “Aku ingin kita membuat perencanaan ulang. Ini bukan hanya tentang proyek ini, tetapi juga bagaimana kita bisa menjaga agar semuanya berjalan dengan aman,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Davin terdiam, lalu mengalihkan pandangannya ke jendela. Namun, kali ini, Elyana bisa melihat ada rasa percaya yang mulai tumbuh di matanya. Meskipun mereka belum berbicara tentang masa depan yang lebih dalam, Elyana tahu bahwa langkah kecil ini adalah permulaan yang berarti. Ia harus terus melangkah, mengubah langkah-langkah kecil ini menjadi sebuah perubahan yang lebih besar.
Malam itu, ketika Elyana kembali ke kamar tidurnya, ia merasa lebih percaya diri. Rahasia tentang dirinya dari masa depan masih terjaga, tetapi ada kekuatan dalam langkah-langkah kecil yang sudah diambil. Meski tak ada yang tahu apa yang akan terjadi, Elyana tahu satu hal: ia akan melawan waktu dan takdir demi satu orang yang begitu berarti baginya—Davin. Dan jika ia bisa mengubah apa yang seharusnya terjadi, ia akan melakukannya, dengan segala usaha dan keberanian yang ia miliki.
Elyana duduk di ruang kerjanya, memandangi secangkir kopi yang mulai dingin di meja. Pagi itu terasa berbeda, lebih tenang dari biasanya. Ada sesuatu yang aneh di kantor—sesuatu yang seharusnya tidak terjadi jika semua tetap seperti semula. Baru-baru ini, ia mulai merasakan hal-hal kecil yang berbeda, perubahan yang tidak bisa dijelaskan. Tidak seperti Davin yang tetap terbungkus dalam kesunyian dan ketegangan, Elyana merasa seperti ada sesuatu yang telah bergeser dalam jalannya.
Ketika ia sedang merenung, suara riuh di luar ruang kerjanya menarik perhatiannya. Elyana keluar dan melihat rekan-rekannya sedang berkumpul, berdiskusi tentang insiden kecil yang baru saja terjadi. Tiba-tiba, seorang karyawan, Rino, yang dikenal ceria dan suka becanda, menghampirinya.
“Elyana, kamu tidak akan percaya apa yang baru saja terjadi!” ujar Rino dengan wajah berseri-seri. “Davin baru saja mengubah keputusan besar yang seharusnya memicu masalah besar di perusahaan.”
Elyana tertegun sejenak. Davin? Mengubah keputusan? Biasanya, pria itu tidak suka membuat keputusan secara tiba-tiba, apalagi tanpa perhitungan matang. Ia tahu bahwa dalam masa depan yang gelap, Davin membuat keputusan yang berakhir dengan bencana. Namun, pagi itu, ada kilatan perubahan di mata Elyana. Ada rasa percaya diri yang baru.
“Apakah itu benar?” tanya Elyana, berusaha terdengar biasa.
Rino mengangguk. “Iya, aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau dia tidak melakukannya. Semua rencana bisa berantakan. Ini seperti… dia mendengarkan pendapat orang lain, sesuatu yang tidak biasa. Tapi kali ini, dia mendengarkan.”
Hati Elyana berdebar-debar. Meskipun itu hanya langkah kecil, itu sudah cukup untuk membuatnya yakin bahwa ada kemungkinan untuk mengubah takdir. Ia memutuskan untuk memanfaatkan momentum ini dan mulai merancang langkah-langkah baru yang lebih besar.
Selama beberapa minggu berikutnya, Elyana semakin sering menghabiskan waktu di sekitar Davin, lebih sering ikut dalam diskusi, memberikan masukan, dan menunjukkan bahwa dirinya ada untuk membantu. Davin mulai merespons lebih baik; ia mulai menerima beberapa ide, tidak hanya dari Elyana tetapi juga dari yang lain, dan sikapnya sedikit lebih terbuka. Walaupun masih jauh dari kehangatan, ada sesuatu yang berubah di dalam dirinya.
Suatu malam, setelah seharian penuh dengan kerja keras, Elyana menemukan Davin sedang duduk di ruang tamu, mengamati langit malam. Itu adalah momen langka di mana ia terlihat sejenak lebih manusiawi. Elyana menghampiri dan duduk di kursi dekatnya.
“Davin, aku ingin memberitahumu sesuatu,” katanya, suaranya lembut. “Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tetapi aku merasa bahwa kita bisa mengubah sesuatu. Aku merasa seperti ada yang bisa kita lakukan agar masa depan tidak seperti yang terjadi.”
Davin menatapnya, kali ini dengan pandangan yang lebih tenang, jauh dari kebisuan dan ketegangan sebelumnya. “Kamu berbicara tentang apa, Elyana?” tanya Davin, suaranya seperti mengandung kekhawatiran dan keingintahuan.
Elyana menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Aku tahu ini sulit dipercaya, tapi aku percaya kita bisa membuat pilihan yang berbeda. Aku tidak ingin melihat apa yang sudah terjadi terulang lagi. Aku ingin kita menemukan cara untuk memperbaiki semuanya. Termasuk masa depan kita.”
Ada hening yang sangat lama di antara mereka, suasana yang hampir membuat Elyana ragu akan kata-katanya. Namun, kemudian Davin mengerutkan kening dan berbicara dengan suara yang lebih lembut. “Masa depan? Maksudmu kamu memikirkan sesuatu yang mustahil?”
“Tidak, aku memikirkan kita,” jawab Elyana, matanya penuh dengan tekad. “Aku percaya kita bisa mengubah segalanya, Davin. Jika kita bekerja sama, kita bisa membuat segalanya berbeda.”
Davin menatapnya, mencoba memahami. “Aku tidak mengerti,” katanya pelan.
Elyana meraih tangannya dengan lembut. “Aku mohon, ini demi kebaikan kamu dan aku tentunya."
Mata Davin terlihat seperti bergumul dengan perasaan yang sulit dipahami. Namun, untuk pertama kalinya, Elyana melihatnya mengangguk perlahan. Mungkin, hanya mungkin, perubahan itu sudah mulai menggerakkan langkah pertama yang tak bisa dihentikan.
Ketika Elyana berbalik ke jendela, melihat langit yang gelap dengan bintang-bintang yang berkedip, ia tahu perjuangan ini masih panjang. Tetapi, di malam itu, harapan di dalam dirinya tumbuh, dan ia tahu bahwa mereka memiliki kesempatan untuk menulis ulang kisah mereka.
...****************...