Yang bocil minggir dulu ya🙃
Sinopsis 👇
Mina tidak tahu ada apa dengan hubungan kakak dan kakak iparnya. Di luar mereka tampak baik tapi sebenarnya mereka menyembunyikan sesuatu.
Berawal dari penasaran, Mina memutuskan menyelidiki keduanya. Ternyata benar. Di apartemen tempat tinggal mereka, mereka bahkan tidur terpisah. Mina yang dasarnya mulut ember itu ingin melapor ke mamanya. Sayangnya sebelum berhasil, ia ketahuan oleh Foster, kakak iparnya.
Dan yang tidak pernah Mina duga, Foster malah memaksanya bermain api dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 28
Meski tidak mau mempedulikan ada masalah apa yang terjadi antara kak Foster dan mamanya, pikiran Mina tetap saja berputar ke pria itu. Ia penasaran. Bahkan sepanjang dekan bicara padanya tadi, tidak semuanya masuk ke otaknya.
Aduh, kenapa malah kepikiran pria itu terus sih ...
Mina berusaha membuang pikirannya tentang sang kakak ipar. Ia berjalan lagi, namun langkahnya terhenti. Pandangannya fokus pada dua orang yang berdiri dekat pot besar, jauh dari keramaian. Ya, karena tiap kali Mina lewat situ, jarang sekali yang melewati jalan itu.
Dira dan Paul ...
Mina langsung mengenali mereka. Ngapain mereka di sana? Wajah keduanya terlihat serius sekali.
"PUTUS? AKU NGGAK MAU PUTUS!" suara kencang itu terdengar jelas di gendang telinga Mina. Ia cepat-cepat bersembunyi karena takut ketahuan ada di situ, menjadi saksi pertengkaran hebat keduanya.
Tapi ... Putus? Secepat itu? Mereka kan belum sampai sebulan berpacaran. Tiga minggu saja belum genap. Tiba-tiba jiwa kepo Mina menjadi-jadi. Awalnya dia ingin berbalik pergi, tapi tidak jadi karena rasa penasarannya. Biar bagaimanapun dua makhluk di sana adalah orang yang dia kenal. Yang satu adalah sahabatnya, satunya lagi adalah mantan lelaki yang dia sukai, yang sampai sekarang mungkin rasa suka itu masih ada walaupun sedikit.
"Waktu itu aku terlalu mabuk. Tidak bisa berpikir jernih. Maaf kalau aku menyakiti hatimu. Tapi aku benar-benar tidak menyukaimu Dira. Aku harap kau bisa mengerti. Mari kembali berteman seperti dulu." kata Paul. Dira menggeleng, dia tidak setuju.
"Tapi aku suka kamu Paul. Sudah lama. Tolong jangan minyak putus ya, aku janji akan membuatmu jatuh cinta padaku." pinta gadis itu. Ia yakin orang-orang di kampus akan menertawainya kalau sampai mereka tahu Paul dan dia putus. Mereka pasti akan bergosip tentang dirinya yang sangat menyedihkan. Jalan berdua saja belum, eh tahu-tahunya Paul malah minta putus. Miris sekali nasibnya.
Dira menatap Paul penuh harap. Tangannya menyusup ke lengan Paul, namun Paul melepaskannya dan menjauh.
"Aku tidak akan pacaran dengan orang yang tidak aku suka." Kata pria itu.
"Sudah kubilang kan aku akan membuatmu jatuh cinta padaku."
"Kita lebih cocok berteman Dira. Ada wanita lain yang aku cintai. Sudah lama," Paul tiba-tiba menyesali perbuatan randomnya yang menembak Dira malam itu. Ternyata susah sekali mengajaknya kerja sama.
Seperti sekarang ini, Dira masih saja kekeuh memaksa supaya mereka tetap pacaran.
"Paul pleaasee ... Aku nggak pengen putus. Pleasee ..."
Paul berdecak pelan.
"Maaf, aku tidak bisa." kata pria itu lalu membuang muka ke arah lain. Ia tidak suka sifat Dira yang terus menekannya seperti ini. Kalau mereka tetap lanjut pacaran, gambaran besarnya sudah ada. Dan Paul yakin, ia akan stres menghadapi perempuan macam ini.
"Brengsek!"
Lihat sekarang. Dira malah memakinya. Setelah mengucapkan kata-kata kasar itu, ia menendang apapun benda yang ada didekat mereka dan pergi dengan tatapan penuh permusuhan terhadap Paul. Paul ngeri sendiri. Ia kira Dira itu tipe wanita lembut seperti yang ia perlihatkan terhadap banyak orang, ternyata ia salah besar. Jatohnya Dira malah kayak preman.
Pria itu bernapas lega. Setidaknya rencananya untuk memutuskan Dira akhirnya berhasil. Setelah ini ia akan melancarkan rencananya mendekati Mina. Ia harus melakukan pendekatan yang berbeda dengan yang sebelum-belumnya. Paul yakin kalau dia lebih aktif mendekati Mina, gadis itu akan luluh. Karena ia yakin Mina pernah menyukainya.
Sementara Mina yang bersembunyi di belakang tembok berpikir keras. Ia tentu dengar semuanya. Memangnya Paul mabuk berat waktu menembak Dira? Seingat Mina tidak. Dia tidak lihat Paul minum-minum, karena matanya terus mengamati lelaki itu malam itu.
Apa jangan-jangan Paul sengaja menembak Dira karena kalah taruhan? Tapi tidak menyangka Dira akan menjawab iya? Mina bingung harus senang atau biasa saja. Tapi walau Paul tidak menyukai Dira, tetap saja ada wanita lain yang ia sukai, seperti yang dia katakan tadi.
Gadis itu menghembuskan napas panjang. Lupakan pria itu. Ia sudah tidak mau terlalu berharap lagi. Takut sakit hati seperti malam itu.
"Mina?"
Oh astaga, dia ketahuan. Paul melihatnya. Kalau tahu akan begini, ia lebih baik terus bersembunyi dulu sampai pria itu pergi. Kini Mina bisa mendengar langkah kaki Paul mendekat ke arahnya.
"Sejak kapan kamu di sini?"
Mina gugup seketika.
"Em ... Ba ... Baru saja mau lewat." sahutnya salah tingkah. Paul terus menatapnya.
"Apa kau menguping pembicaraanku dan Dira?" tanya pria itu langsung. Mata Mina berkedip-kedip. Rasa gugup dan malu bercampur aduk menjadi salah satu hal yang sulit dia artikan. Pokoknya dia bingung harus menjawab bagaimana.
"A ... Aku ...
"Apa kamu selalu gugup begini kalau tertangkap basah?" Paul terkekeh. Tingkah Mina lucu dimatanya.
"Si .. siapa yang tertangkap basah. Aku hanya ingin bilang ini adalah jalanan umum. Tadi aku lewat sini dan nggak sengaja mendengar percakapan kalian. Nggak sengaja, ia nggak sengaja."
"Tetap saja itu namanya menguping." alis Paul naik turun menatap Mina.
Kepala Mina tertunduk, lalu naik lagi menatap Paul.
"Maaf, tapi aku benar-benar nggak sengaja. Aku janji nggak akan menyebarkan gosip." katanya. Paul tertawa pelan lalu mengacak lembut rambutnya.
"Aku hanya bercanda. nggak perlu masukin ke hati. Dira memang bukan tipeku. Seperti yang kamu dengar tadi, aku menembaknya karena pengaruh alkohol. Jadi lebih baik mengakhiri hubungan kami secepatnya, daripada lebih rumit nantinya." tutur Paul.
"Lagipula, gadis yang aku sukai jauh lebih menarik." kali ini ia Paul menatap Mina lekat. Terang saja Mina yang ditatap begitu merasa malu. Lama mereka berdiri dalam diam, hingga akhirnya suara Ester memecah keheningan.
"Mina? Ternyata kamu di sini. Aku sudah memesan taksi balik ke kantor. Bagaimana denganmu, mau ikut denganku?" Seru Ester dari jarak kira-kira enam meter.
Mina bernapas lega karena secara tidak sengaja kedatangan Ester sangat membantunya.
"Aku ikut denganmu!" balas Mina. Sebelum pergi ia pamit ke Paul, pria itu masih setia berdiri ditempatnya, menatap Mina lekat-lekat.
"Mm, aku pergi dulu." pamit Mina ke pria itu. Namun sebelum berhasil pergi, Paul tiba-tiba meraih lengannya. Gugup? Tentu saja. Tapi tidak segugup ketika dirinya diperlakukan sama seperti itu oleh kak Foster.
Mina bingung. Kenapa kalau kak Foster yang memegangi pergelangan tangannya begini gugupnya sangat parah? Jantungnya pun serasa berdetak begitu cepat. Ah, mungkin karena kak Foster jauh lebih berbahaya dari Paul.
"Hari sabtu nanti kamu ada acara?" tanya Paul.
"Belum tahu," jawab Mina.
"Kalau nggak ada, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." jujur Mina cukup kaget, tapi kemudian mengangguk mengiyakan.
"Aku akan menghubungimu nanti!" seru Paul semangat. Mina dan Ester sudah hampir menghilang dari hadapannya.
"Yes!" seru pria itu lagi. Wajahnya sangat bahagia.