Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Maxime Keano, bahwa dia akan menikahi seorang gadis yang masih SMA.
"Barang siapa yang bisa menemukan kalungku. Jika orang itu adalah laki-laki, maka aku akan memberikan apapun yang dia inginkan. Tapi jika orang itu adalah perempuan, maka aku akan menikahkan dia dengan cucuku." Ucap sang nenek.
Tak lama kemudian, datang seorang gadis remaja berusia 18 yang yang bernama Rachel. Dia adalah seorang siswi SMA yang magang sebagai OB di perusahaan Keano Group, Rachel berhasil menemukan kalung sang nenek tanpa mengetahui sayembara tersebut.
"Ingat, pernikahan kita hanya sementara. Setelah nenekku benar-benar sehat, kita akan berpisah. Seumur hidup aku tidak pernah bermimpi menikah dengan seorang bocah sepertimu." Maxime Keano.
"Kamu pikir aku ingin menikah dengan pria arogan dan menyebalkan sepertimu? Menikah denganmu seperti musibah untukku." Rachel Calista.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Akhirnya aku sudah menepati janjiku untuk menikahkan cucuku dengan gadis yang sudah menemukan kalungku. Rachel memang seorang gadis yang sangat tepat bersanding dengan Maxime." Ucap Nenek Margaretha kepada Nikita Wati yang sedang memijat lengannya. Saat ini mereka sedang duduk di sofa yang ada di ruang keluarga.
Nikita Wati pun menganggukan kepalanya. "Iya, nyonya."
"Tidak sia-sia aku berobat ke Singapura, akhirnya membuahkan hasil. Maxime sendiri yang meminta Rachel untuk menikah dengannya. Padahal aku cuma sakit flu dan batuk." Setelah berkata seperti itu, Nenek Margaretha tertawa terbahak-bahak. Dia merasa puas sudah membuat cucunya kalang kabut.
Rupanya mereka tidak menyadari bahwa pembicaraan mereka terdengar oleh Maxime yang baru saja keluar dari lift. Tentu saja Maxime sangat terkejut mendengarnya, ternyata penyakit yang diderita oleh Nenek Margaretha tidak separah yang dibayangkan oleh Maxime
"Jadi oma cuma sakit flu dan batuk?"
Perkataan Maxime membuat Nenek Margaretha dan Nikita Wati terkejut bukan main. Mereka segera menoleh ke arah Maxime yang sedang berjalan mendekati mereka.
...****************...
Terlihat aksi kejar-kejaran diantara cucu dan neneknya di ruang tamu tersebut. Nikita Wati hanya diam membisu, dikelilingi oleh Maxime dan Nenek Margaretha.
Nenek Margaretha sangat pintar membalikkan keadaan. Seharusnya Maxime yang marah kepada sang nenek. Akan tetapi malah Nenek Margaretha yang mengomeli Maxime. Begitulah Maxime, dia memang tidak akan pernah bisa menang jika berhadapan dengan sang nenek.
"Dasar cucu kurang ajar! Jadi kamu mau Omamu ini sakit parah?" Ucap Nenek Margaretha sambil mengejar Maxime yang sedang berlari mengelilingi kursi di ruang keluarga itu.
"Bukan begitu. Seharusnya aku yang marah. Oma sudah menipuku!" Maxime tidak paham, mengapa Nenek Margaretha harus marah kepadanya. Seharusnya dia yang marah saat ini.
"Seharusnya Oma cerita dari awal. Kalau Oma hanya sakit flu dan batuk!" Sambung Maxime.
"Oma gak pernah membohongi kamu. Kapan Oma bilang kalau Oma lagi sakit parah?" Nenek Margaretha malah menyalahkan Maxime. Karena memang faktanya Nenek Margaretha tidak pernah menyuruh siapapun untuk membohongi Maxime dengan mengatakan bahwa Nenek Margaretha sedang sakit keras. Nenek Margaretha hanya menyuruh Boy untuk memberitahukan Maxime bahwa dia sengaja datang ke Singapore untuk berobat. Dan Nenek Margaretha meminta dokter pribadinya untuk tidak memberitahu Maxime tentang hasil pemeriksaan kesehatannya. Maxime nya saja yang terlalu mengkhawatirkan neneknya.
...****************...
Terlihat Maxime yang sedang berjalan gontai keluar dari lift. Kemudian pria itu mengacak-acak rambutnya sendiri. Dia merasa sudah ditipu oleh neneknya. Rupanya sang nenek pergi ke Singapura hanya untuk berobat sakit flu dan batuk.
"Arrrrghh... Seharusnya aku tidak terlalu terburu-buru menikahi si bocah itu." Keluh Maxime. Jika seandainya dia tahu bahwa neneknya hanya sakit flu dan batuk, dia tidak akan pernah memaksa Rachel untuk menikah dengannya.
Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Si bocah itu memang sudah sah menjadi istrinya. Dia memutuskan akan tetap menjalani pernikahannya dengan Rachel selama 6 bulan. Setidaknya dia telah memenuhi janji yang diucapkan oleh sang nenek. Dan Maxime tetap akan mendapatkan warisan. Maxime pikir setidaknya dia tidak merasa rugi karena sudah menikahi Rachel, walaupun dia harus bisa kuat menghadapi kelakuannya si bocah itu.
Setelah sampai di depan pintu kamar, Maxime pun segera membuka pintu sambil ngedumel. "Aku sudah terlanjur menikahinya. Hanya enam bulan. Ingat Maxime, hanya enam bulan, kamu harus kuat menghadapinya. Walaupun sebenarnya bocah itu selalu membuat kamu..."
Maxime yang sedang membuka pintu, dia tidak meneruskan perkataannya ketika melihat Rachel yang sedang berdiri dihadapannya dengan mengenakan piyama tidur.
Padahal piyama itu tidak membuat Rachel terlihat seksi, makanya Rachel mau memakainya. Tapi bukan itu yang dipermasalahkan oleh Maxime, gadis itu malah semakin terlihat cantik setelah habis mandi, apalagi dengan kondisi rambutnya yang basah dan terurai panjang. Rambut Rachel biasanya selalu diikat.
Maxime pikir setelah menyuruh Rachel berganti pakaian, cantiknya akan hilang. Karena Maxime merasa Rachel mendadak terlihat cantik setelah memakai pakaian pengantin, tapi ternyata Rachel malah semakin terlihat cantik ketika memakai piyama. Kapan gadis itu berhenti terlihat cantik?
"Kenapa om? Ada yang salah?" Tanya Rachel, dia tidak paham mengapa Maxime memandanginya seperti itu. Apa ada yang salah dengan penampilannya? Padahal dia hanya mengenakan piyama yang sudah disediakan di dalam kamar.