NOVEL INI SUDAH TAMAT.. DENGAN KISAH EPIKNYA YANG MEMBAGONGKAN..
NANTIKAN NOVEL SAYA SELANJUTNYA..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jack The Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ch 016_desa gousan diserang
...___~V~___...
...PENYERANGAN RAKSHA TINGKAT TINGGI...
Di suasana malam yang tenang di pangkalan militer Kerajaan Majapahit, para prajurit sedang bercanda gurau menikmati angin malam yang dingin. Sementara itu, di atas bukit, di antara Desa Gousan dan pangkalan militer, sang Raksha mengawasi dan menunggu momen yang tepat.
"Heh, Zubrel, apakah energimu sudah sepenuhnya pulih?" tanya sang Raksha kepada temannya yang juga seorang Raksha.
"Sudah. Sekarang tinggal menunggu para kroco untuk menyerang desa. Mungkin aku akan sedikit bersenang-senang di pangkalan militer itu sejenak," jawab Zubrel, yang sedang berdiri di puncak pohon.
"Baiklah, terserah kau saja. Namun sepertinya sang elf itu sudah pergi dari tempat itu, jadi tak ada lagi penghalang."
"Memang, dia sekuat itu? Kita harus menunggu selama dua tahun hanya untuk menyerang desa ini?" Zubrel bertanya, sedikit heran.
"Hei, kau tak mendengar berita bahwa elf itu mengalahkan Brako dengan sangat mudahnya dua tahun lalu?"
"Yah, aku mendengar laporan itu," jawab Zubrel, meresapi fakta tersebut.
"Dengan kondisi kita yang terbelenggu oleh pembatasan dimensi seperti ini, kita tak mungkin mengalahkan orang sekuat dia."
"Baiklah, aku mengerti." Zubrel tersenyum menyeringai. "Tapi aku rasa tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Kita bisa bergerak."
"Bagus. Aku bisa membuka pintu dimensi kapan pun waktumu hampir habis. Aku juga telah memasang sumpah pengikat—jika kau hampir mati, aku bisa langsung membuka portal dimensi."
"Hahahaha... jadi kau menghinaku?" Zubrel tertawa kecil.
"Tenanglah, kita tidak bisa meremehkan siapapun dalam keadaan seperti ini."
"Baiklah, baiklah. Kau bisa pergi."
"Okey, Zubrel, MENGAMUKLAH!" Raksha itu mengakhiri kalimatnya dengan suara penuh semangat.
Zubrel hanya terdiam sejenak sebelum tersenyum kecil, lalu melompat ke arah pangkalan militer dan berjalan pelan menuju tempat itu.
Sementara itu, di pangkalan militer, para prajurit yang sedang berjaga mulai mendengar suara langkah kaki dari balik kegelapan.
"Hei, siapa itu?" salah seorang prajurit berteriak.
Tap.. Tap.. Tap..
Sosok itu mulai mendekat, dan perlahan memperlihatkan dirinya. Betapa terkejutnya mereka melihat sosok tinggi kurus dengan rambut panjang putih yang menjuntai hingga lutut, serta kulit abu-abu yang tampak tidak hidup. Yang lebih menakutkan, di dada sosok itu terdapat lubang berbentuk mata yang tembus hingga ke belakang.
Tiba-tiba, salah satu prajurit berteriak, "Raksha!!" yang membuat semua orang di sana terkejut.
Dentingan pedang berhenti sejenak, dan udara seakan terhenti.
"Serang!" perintah itu keluar, menggetarkan hati para prajurit yang tak tahu apa yang mereka hadapi. Mereka menyerang Zubrel secara bersamaan, tapi... apalah daya mereka? Mereka hanya prajurit biasa, bukan Fatalis.
Zubrel berdiri tenang, seolah-olah tak bergerak sedikit pun. Dengan satu gerakan tangan, dia mengeluarkan semburan api ungu yang sangat dahsyat, memuntahkan api yang membakar segalanya dalam sekejap. Prajurit-prajurit itu belum sempat berteriak sebelum nyawa mereka terenggut.
BLAMM!!
Api ungu itu meledak begitu keras, menciptakan awan jamur yang tinggi menjulang ke langit. Awan itu menghitam, menelan seluruh pangkalan militer dalam kobaran api yang membara. Dalam sekejap, tanah itu hanya menyisakan bara api yang meronta, menghabiskan segalanya.
Zubrel tertawa keras, tawa yang penuh kegembiraan melihat kehancuran yang baru saja dia ciptakan.
"Hahahahaha..."
Tawa itu bergema, membekas di udara, seiring dengan munculnya portal-portal yang mulai terkuak di sekeliling desa, di balik hutan. Ratusan Raksha level rendah, siap menyerang, muncul dari kegelapan, matanya bersinar penuh amarah. Desa Gousan tak akan bisa bertahan.
Sementara itu, di tempat lain, jauh dari Desa Gousan, beberapa saat sebelum penyerangan para Raksha dimulai...
Nazzares dan Kandhita tengah menikmati waktu mereka di Kota Serabi. Namun, meskipun suasana sekitar terlihat tenang, Nazzares merasakan kegelisahan yang aneh menggelayuti pikirannya.
"Kandhita! Sepertinya kita tidak usah bermalam di sini. Perasaanku sedikit tidak nyaman." Nazzares berkata dengan ekspresi serius, matanya menyapu sekeliling kota.
"Baiklah, tapi dengan apa kita akan pulang?" tanya Kandhita dengan nada cemas, memerhatikan perubahan dalam sikap Nazzares.
"Tenang saja, aku akan membawamu terbang kembali ke desa. Perjalanan dengan kereta kuda saja membutuhkan waktu 6 jam, jadi aku rasa tidak akan memakan waktu lama." jawab Nazzares, mencoba menenangkan Kandhita.
"Baiklah," jawab Kandhita dengan sedikit ragu, namun ia mengangguk, mempercayai kekuatan Nazzares.
Tanpa berkata lebih banyak, Nazzares mengaktifkan teknik mistisnya, dan mereka berdua pun terbang melintasi langit, meninggalkan Kota Serabi dengan kecepatan tinggi.
Kembali ke tempat Zubrel,
Di dalam reruntuhan pangkalan militer, api ungu masih berkobar, menyisakan hanya abu dan kehancuran. Zubrel berdiri di tengah-tengah, menikmati kekacauan yang baru saja ia ciptakan. Senyum puas terukir di wajahnya, namun ia tahu bahwa ini baru permulaan.
Di sekelilingnya, portal-portal gelap mulai terbuka, dan ratusan Raksha level rendah mulai muncul, siap menyerbu desa Gousan. Zubrel mengamati dengan saksama, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Keberhasilan ini hanya langkah pertama untuk menghancurkan apa yang ada di depannya...
...___~V~___...
...Para Raksha menuju desa Gousan...
Di tengah malam yang sunyi, langit di atas desa Gousan membentang gelap dan tak berbintang. Abail duduk di beranda rumahnya yang sederhana, menikmati secangkir kopi hitam pekat sambil menghisap congklang dengan santai. Hening yang melingkupi malam terasa seperti selimut tipis yang menenangkan. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama.
"BOOOOOMMMMMM!"
Sebuah dentuman menggelegar memecah keheningan malam. Getarannya begitu dahsyat hingga dinding rumah Abail bergetar, gelas kopinya hampir tumpah dari meja kecil di depannya. Suara itu mengguncang seluruh desa, menyisakan rasa takut yang membekas di udara.
Tubuh Abail menegang. Tanpa berpikir panjang, ia bangkit dengan reflek cepat dan berlari keluar. Nafasnya memburu, dan matanya menyapu seluruh desa, mencari-cari sumber ledakan. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ada sesuatu yang aneh di udara malam itu—sesuatu yang tak biasa, yang membuat kedamaian desa Gousan hilang seketika.
Abail mendongak ke arah sumber ledakan, matanya membelalak melihat asap hitam pekat membubung tinggi dari arah pangkalan militer kerajaan di bukit sebelah timur. Api kemerahan memercik di antara kepulan itu, seperti monster yang mengamuk dalam kegelapan.
Tiba-tiba, telinganya menangkap suara gemuruh—bukan ledakan, melainkan bunyi lain, seperti ribuan langkah kaki menghentak tanah. Suara itu semakin mendekat, menggetarkan udara, menyerupai irama kekacauan yang tak bisa diabaikan. Abail berdiri terpaku, tubuhnya kaku di tengah jalan desa yang lengang. Napasnya memburu saat ia menyadari sesuatu yang mengejutkan: itu bukan langkah manusia.
"Demi para dewa... apa itu?" bisiknya, hampir tak terdengar oleh dirinya sendiri.
Gemuruh itu kini disertai raungan dan pekikan aneh, suara makhluk-makhluk yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Dari arah bukit, bayangan-bayangan besar mulai terlihat di bawah remang cahaya bulan. Makhluk-makhluk itu bergerak cepat, berlari menuju desa dengan keganasan yang hanya bisa disamakan dengan badai liar.
Bresambung..