Hidup Aina seperti diselimuti kabut yang tebal saat menemukan kenyataan kalau Fatar, lelaki yang dicintainya selama 7 tahun ini meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Namun Fatar tak sendiri, ada seorang wanita bersamanya. Wanita tanpa identitas namun menggunakan anting-anting yang sama persis dengan yang diberikan Fatar padanya. Aina tak terima Fatar pergi tanpa penjelasan.
Sampai akhirnya, Bian muncul sebagai lelaki yang misterius. Yang mengejar Aina dengan sejuta pesonanya. Aina yang rapuh mencoba menerima Bian. Sampai akhirnya ia tahu siapa Bian yang sebenarnya. Aina menyesal karena Bian adalah penyebab hidupnya berada dalam kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesona Seorang Aina
"Emir, sudah tahu kalau ada 4 orang karyawan baru?" tanya Harto, teman yang berjaga dengan Emir malam ini. Mereka akan bebas tugas jam 11 nanti.
"Belum. Memangnya ada sesuatu yang special?"
Harto yang baru saja ditinggal mati oleh istrinya mengangguk. "3 cewek dan 1 cowok. Semuanya ganteng dan cantik tapi ada satu yang paling cantik. Kulitnya mulus dan bersih, kayak anak orang kaya gitu. Rambutnya pasti panjang namun disanggul rapi sehingga lehernya yang putih itu nampak seksi. Sayangnya, yang ku dengar kalau gadis bernama Aina itu baru saja menikah."
"Benarkah? Sayang ya yang bening ternyata sudah ada yang punya."
"Pasti suaminya orang yang sangat beruntung karena mendapatkan gadis secantik itu."
"Iya. Pasti sangat beruntung." kata Emir sambil menahan senyum.
Jam 11 lewat 15 menit, Emir tiba di rumahnya. Ibu Tita pasti sudah tidur. Emir tak langsung masuk kamar. Ia menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sekaligus mengambil pakaian dari keranjang baju. Ia memilih ganti pakaian di kamar mandi sebelum akhirnya masuk ke kamar.
Saat pintu terbuka, dilihatnya Aina sedang duduk di atas ranjang sambil membuka laptop nya.
"Belum tidur?" tanya Emir.
"Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Besok harus segera di masukan. Ibu Sinta orangnya sangat disiplin. Kalau dia bilang satu jam harus selesai, nggak boleh terlambat walaupun hanya 5 menit."
"Ibu Sinta yang kesukaannya pakai baju ketat kan?"
"Iya. Make up nya juga agak tebal."
Keduanya tertawa bersama.
"Maaf kalau aku sudah menganggu pekerjaanmu. Lanjutkan saja. Aku mau tidur." Kata Emir lalu segera membaringkan tubuhnya.
"Aku sudah selesai kok." Aina pun menutup laptopnya. Ia turun dari ranjang dan meletakan laptopnya di dalam tas punggungnya lalu ia juga ikut naik ke atas ranjang.
"Ai, kamu tahu nggak kalau kamu menjadi idola banyak pria di kantor?" tanya Emir. Ia membalikan tubuhnya dan menghadap ke arah Aina yang juga tidur menghadap ke arahnya.
"Masa sih?"
"Iya. Kamu baru seminggu kerja di sana namun sudah menjadi buah bibir para pria."
Aina merasakan wajahnya agak panas. "Aku jadi malu."
"Kamu memang cantik, Aina. Aku sangat beruntung menikah denganmu. Sekarang, aku justru yang jadi minder karena aku hanya seorang satpam."
"Jangan seperti itu, kak. Aku nggak malu mengakui kalau kakak adalah suamiku."
"Benar?"
"Kenapa harus malu? Kita kan menikah secara resmi. Sah di mata Tuhan dan negara. Orang yang selingkuh saja nggak malu." Aina tiba-tiba mengingat Fatar. Bagaimana lelaki itu telah mengkhianatinya.
"Jangan ingat masa lalu." Seakan tahu apa yang Aina pikirkan, Emir pun mengacak rambut gadis itu. "Tidurlah. Besok banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan. Ingat, ibu Sinta itu tak mengenal kata maaf."
Aina mengangguk. Ia pun segera membalikan badannya dan tidur membelakangi Emir.
Lelaki itu menelan salivanya. Menatap tengkuk Aina yang putih mulus. Emir bangun dan mematikan lampu lalu segera membaringkan tubuhnya lagi.
*********
"Belum pulang?" tanya Elsa melihat Aina yang masih berkutat di depan komputernya.
"Belum. Kayaknya aku harus lembur. Ibu Sinta memberikan pekerjaan yang banyak."
Elsa menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Ibu Sinta memang suka gitu sama anak baru. Kamu harus kuat supaya bisa lulus training. Soalnya ibu Sinta suka memberikan nilai jelek. Apalagi kamu lebih cantik darinya."
"Oh ya?"
Elsa terkekeh. "Aku pergi dulu ya. Suami sudah jemput di depan."
Aina mengangguk. Ia melanjutkan pekerjaannya.
Kantor sudah sepi. Tadi masih terdengar suara beberapa pegawai. Namun sekarang sudah sunyi. Aina terus melanjutkan pekerjaannya. Ia ingin besok pagi semuanya sudah tersedia di meja ibu Sinta.
Terdengar suara langkah kaki. Aina mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Haris, kepala bagian Humas.
"Lembur ya?" sapa Haris.
"Iya, pak."
"Ibu Sinta memang keterlaluan. Memberikan pekerjaan yang banyak padamu. Pindah saja ke divisi ku."
Aina hanya tersenyum. "Saya pasti bisa menyelesaikan ini. Bapak juga lembur?"
"Iya. Sekarang sudah mau pulang. Tapi kalau kamu ingin aku temani, boleh saja."
"Aku bisa sendiri, pak."
"Benar kamu nggak takut? Lantai dua ini punya cerita seram nya."
Aina sudah mendengar kalau Haris ini sedikit genit. "Aku suka sesuatu yang horor pak. Lagi pula kalau bapak temani aku, nggak etis namanya. Bapak sudah menikah saya juga sudah menikah. Takut fitnah, pak."
Wajah Haris langsung cemberut. "Ya sudah. Aku pergi. Awas ya kalau ketemu hantunya."
Aina hanya menggelengkan kepalanya. Rasa sakit hatinya atas pengkhianatan Fatar membuat Aina yang dulunya agak pemalu kini tak takut lagi berhadapan dengan lelaki hidung belang.
Gadis itu terus mengerjakan tugasnya. Waktu terus bergulir, jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Aina kemudian mendengar suara langkah kaki. Namun ia tak melihat ada orang yang datang. Gadis itu kembali mengetik, terdengar suara langkah kaki lagi. Jantung Aina kembali berdetak kencang. Ia pun berdiri dan membuka sepatunya. Ia siap melemparkan sepatu itu sampai akhirnya muncul sosok di belakangnya.
"Kamu ngapain dengan sepatu itu?"
Aina membalikan badannya dengan kaget. "Kakak, kamu membuat aku takut saja." Ia menurunkan sepatunya dan memakai kembali.
Emir tersenyum. "Maaf kalau aku mengejutkanmu."
"Kakak ngapain ke sini?"
"Ibu menelepon dan mengatakan kalau kamu lembur. Kebetulan aku baru pulang mengantar ibu bos. Beliau meminta aku mengembalikan mobil ke kantor. Jadi sekalian aku ke sini. Harus mengendap-endap karena aku takut ada temanmu di sini."
Aina duduk kembali di depan komputer. "Aku hampir selesai, kak."
"Aku temani ya?"
Aina mengangguk. Tentu saja ia senang kalau ditemani Emir.
Tak sampai 20 menit, Aina langsung mematikan komputernya. "Aku sudah mengirim file nya ke email ibu Sinta. Ayo kita pulang!"
"Aku tunggu di halte ya? Aku pergi lebih dulu." kata Emir lalu segera melangkah meninggalkan Aina.
"Pulang neng? Suaminya nggak jemput?" tanya satpam yang usianya sudah 50an. Namanya pak Yodi.
"Aku naik angkot saja, pak."
"Tapi ini sudah larut."
"Nggak masalah, pak. Lagian rumah saya dekat, kok." Aina tersenyum lalu segera melangkah meninggalkan gerbang. Ia berjalan menyeberang jalan dan melihat kalau Emir sudah menunggunya.
"Pakai mantel dan helmnya. Kayaknya mau hujan. Kita harus bergegas." Kata Emir sebelum naik ke atas motornya.
Aina pun mengenakan jaket dan helm itu lalu duduk di belakang. Kebetulan hari ini Aina memakai celana panjang kain sehingga ia bisa duduk di belakang Emir dan tak menyamping.
"Astaga, hujan kak." pekik Aina ketika hujan tiba-tiba saja turun dengan derasnya.
"Berpegangan. Aku mau menaikan kecepatannya."
Aina merasa agak malu namun ia melingkarkan tangannya juga di pinggang Emir.
Mereka berdua tiba di rumah dengan tubuh yang basah karena hujan yang deras.
Emir mendorong motor masuk ke dalam rumah sedangkan Aina mengunci pintu.
"Segera buka pakaiannya, Ai. Nanti kamu masuk angin."
Aina membuka jaketnya dan segera ke dapur untuk menggantung jaketnya. Ia juga langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya dan mencuci beberapa bagian tubuhnya. Setelah itu Aina menuju ke kamar dan mengganti pakaiannya. Ia kembali keluar kamar untuk membawa pakaian kotornya ke keranjang baju kotor yang ada dekat kamar mandi. Ia mendengar ada bunyi air di kamar mandi. Sepertinya Emir sedang mandi.
Aina kemudian memanaskan air dalam teko. Ia ingin membuat secangkir teh hangat. Aina juga berpikir untuk membuatkan segelas teh lagi untuk Emir.
"Kak, aku buatkan teh manis."
Emir yang baru selesai mandi menoleh ke arah Aina. "Terima kasih." Emir menggantung handuk yang dipakainya. Lelaki itu hanya menggunakan celana pendek tanpa atasan. Ia menyesap teh hangat yang Aina buatkan.
Tangan Aina gemetar. Sebenarnya gadis itu tidak boleh berlama-lama ada di bawah guyuran hujan. Ia akan kedinginan seperti saat pertama Emir menemukannya yang pingsan di makam Fatar.
"Kamu masih kedinginan?" hanya Emir.
"Sebentar lagi pasti hilang." Aina menghabiskan teh hangat miliknya. Ia meletakan gelas kosong ke dalam tempat cuci piring. "Aku ke kamar dulu ya, kak." pamit Aina. Ia sebenarnya sudah merasakan tubuhnya menggigil. Begitu sampai di kamar, Aina langsung naik ke atas ranjang, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Hujan semakin deras.
Emir menyusul Aina tak lama kemudian. "Ai, kamu kedinginan ya?" tanya Emir saat melihat tubuh Aina yang bergetar di balik selimut.
"Iya, kak."
Emir naik ke atas ranjang. Ia menarik tubuh Aina agar menempel pada tubuhnya yang masih polos di bagian atas.
"Menghadap ke sini, Aina." kata Emir sedikit memerintah. "Peluk aku supaya kamu bisa merasakan hangatnya tubuhku."
Aina agak ragu membalikan tubuhnya. Namun ia melakukan juga apa yang Emir perintahkan padannya. Pipi menempel.do dada Emir yang polos. Perempuan itu dapat menghirup aroma tubuh Emir yang begitu menenangkan.
Tangan Emir melingkar di punggung Aina.
"Terima kasih, kak."
Aina mendongakkan kepalanya. "Teriman kasih kak."
Emir menunduk. Menatap wajah Aina yang cantik, teduh dan menggetarkan hati setiap lelaki yang dilihatnya.
"Merasa sangat?" tanya Emir dengan suara yang parau.
Aina mengangguk.
Emir semakin menunduk sehingga akhirnya hidung mancung mereka bersentuhan. Aina merasakan tubuhnya menjadi tegang. Ia tak bisa berpikir apapun sampai akhirnya Emir mencium bibirnya dengan sangat lembut, tak menuntut untuk segera dibalas. Ciuman yang lembut, namun perlahan membakar tubuh yang sama-sama haus akan sentuhan. Perlahan pula Aina membalas ciuman Emir. Aina menginginkan ciuman ini walaupun tujuannya ingin menghapus jejak ciuman Fatar di tubuhnya.
*******
Akankah sesuatu terjadi di malam yang hujan deras?
krn mgkn sbnrnya Hamid, Wilma dan Emir adlh saudara seayah...
smoga brharap Emir GK trmsuk dlm lingkaran orang jht yg mo ancurin kluarga kmu ai.....smoga....