Benar kata peribahasa.
Kasih Sayang Ibu Sepanjang Masa, Kasih Sayang Anak Sepanjang Galah. Itu lah yang terjadi pada Bu Arum, Ibu dari tiga orang anak. Setelah kematian suami, ketiga anaknya malah tidak ada yang bersedia membawa Bu Arum untuk tinggal bersama mereka padahal kehidupan ketiganya lebih dari mampu untuk merawat Ibu mereka.
Sampai akhirnya Bu Arum dipertemukan kembali dengan pria di masa lalu, di masa-masa remaja dulu. Cinta bersemi meski di usia lanjut, apa Bu Arum akan menikah kembali di usianya yang sudah tak lagi muda saat ia begitu dicintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Menyebarkan Rumor.
Flashback siang hari...
Sekertaris Pak Agam mendatangi ruangan divisi pemasaran, dia mengedarkan pandangan melihat para pegawai yang ikut memanas-manasi Dinda untuk menghina Shanum.
"Dinda, kamu dipanggil Pak Agam!"
Dinda dan teman-temannya langsung berhenti mengata-ngatai Shanum, perempuan itu baru tersadar ternyata sejak tadi dia membawa-bawa nama Bos perusahaan.
"Mati gue! Kalian sih, kenapa manas-manasin gue!"
"Loh, kan kamu yang duluan hina Shanum. Kami cuma jadi Cheerleader, nyemangatin kamu doang!" balas salah satu teman Dinda yang memang sering ikutan mencemooh Shanum.
"Alaaah, kalian juga sering ledek dan sindir-sindir dia sama kayak gue!"
"Dinda...!! Kamu nggak bisa dengar apa yang saya bilang! Menghadap Pak Agam sekarang juga! Dan kalian bertiga... ikut Dinda!"
"Loh, kok kami juga ikut Bu Zara."
"Kalian ikut bikin keributan! Jangan bantah! Cepat!"
"Shanum jadi subyek keributan nya, Bu. Kenapa dia nggak dipanggil juga?!" Dinda tak terima dia dipanggil sementara Shanum tidak.
"Pak Agam tidak ingin kalian dipanggil bersamaan! Cepat!"
Dinda dan ketiga staf wanita lainnya pun mengikuti Sekertaris Pak Agam dengan perasaan was-was.
"Masuk!"
Dinda dan ketiga temannya melangkah masuk ke ruangan Pak Agam dengan kepala menunduk, mereka pikir palingan mereka hanya akan terkena teguran karena ribut di kantor dan disaat jam kerja.
"Kalian tahu kenapa saya panggil kalian kesini?"
"Kami berbuat keributan, Pak. Tapi Shanum juga! Jadi kalau Pak Agam ingin memberikan teguran pada kami... Shanum juga harus ikut ditegur." Dinda mengangkat wajah dan dengan berani menatap Pak Agam.
Pak Agam tersenyum miring, dia bukan tipe seorang Bos yang semena-mena dan sangat terkenal sebagai Bos yang baik serta ramah pada para pegawai. Namun kali ini, dia tak ingin memperlihatkan rasa hormat pada keempat pegawai di hadapan nya saat ini.
"Kau tahu siapa Shanum?"
"D-dia... dia..." Dinda tak berani menyebut Shanum sebagai simpanan Pak Agam, tak seperti saat mengatai Shanum tadi.
Ketiga temannya juga masih diam, mereka masih menundukkan kepala.
"Saya dengar kamu menyebut Shanum simpanan saya, benar?"
"Enggak Pak! Mana mungkin saya berani, Pak." Dinda mengelak, ia menggeleng kuat.
"Benarkah?"
"Ya, Pak. Saya berkata jujur, mungkin ada yang salah dengar."
"Zara!"
Sekertaris Pak Agam maju mendekat ke meja Pak Agam, "Iya, Pak."
"Putar rekaman Cctv di ruangan divisi pemasaran, saat pegawai ini menyebut PUTRIKU Shanum... sebagai simpanan ku!!!"
"Putri?" Dinda terkejut.
Bahkan ketiga temannya mengangkat wajah mereka dan menatap tak percaya pada Pak Agam.
Pak Agam mengeluarkan foto keluarga, disana lengkap ada semua keluarga Bu Arum bahkan Yasmin dan putrinya, juga Pak Agam dan Izy.
"Kalian lihat ini! Dia istriku, Shanum adalah putri dari istriku dengan almarhum suaminya! Shanum adalah anak sambungku, tapi bagiku Shanum adalah putri kandungku juga! Beraninya kamu memanggilnya wanita simpanan ku dan menyebutnya Janda Najissss...!!"
Brakkk!
Pak Agam berdiri dari duduknya dan menggebraak meja.
"S-saya benar-benar tidak tahu, Pak! Saya kira Shanum ingin menggoda Anda... karena sering pulang bareng dengan Anda. Bukan hanya itu saja, saya pernah melihat Anda dan Shanum makan di restoran berdua."
"Walaupun jika seandainya dia bukan putriku, kau pikir... kau pantas menyebut seseorang dengan panggilan Janda Najisss dan simpanan Bos?! Apa pantas kau mengucapkan kata kotor pada rekan kerjamu! Bahkan kau berani mencemarkan nama baikku sebagai pemimpin perusahaan...! Kau pikir saya akan terima! Mulai hari ini kamu saya pecat! Pergi ke ruangan HRD dan ambil gaji terakhirmu...!"
"Pak, maafkan saya Pak... saya janji nggak akan mengulangi nya lagi..." Dinda memohon, dia akan sulit mendapatkan posisi menjadi salah satu staf pemasaran, pekerjaan impiannya.
"Saya tidak bisa mentolerir pegawai yang tidak beretika dan ber-attiitude buruk dengan menjelek-jelekkan Bos nya sendiri! Satu lagi... siapapun yang berani menghina anak-anakku, aku akan memberi hukuman pada mereka!" Mata tajam Pak Agam memandang ketiga staf teman-teman Dinda.
Ketiga pegawai wanita itu ketakutan, mereka memang lah tidak menghina Pak Agam namun mereka ikut mencemooh Shanum sebagai Janda karna rasa iri dengki dan cemburu gara-gara para staf laki-laki menyukai Shanum.
"Pak... saya minta maaf."
"Saya juga, Pak."
"Saya juga."
"Kalian tidak akan saya pecat, tapi kalian akan kena sangsi dengan mendapatkan SP satu! Jika kalian mengulangi lagi, kalian akan mendapatkan surat peringatan lain! Mengerti...!?"
"M-mengerti, Pak."
"Kalian harus menyebarkan tentang Shanum adalah putriku, itu sangsi dari tindakan buruk kalian kali ini. Ringan, bukan!"
"Baik, Pak! Akan kami sebarkan!"
"Tentang Ahmad juga, dia juga adalah anakku!"
"Baik!"
Dalam hati ketiga pegawai itu, malah terbersit keinginan menggaet Ahmad karena Ahmad pasti akan jadi orang penting di perusahaan suatu hari nanti.
Sementara Dinda dibawa pergi oleh Sekretaris Pak Agam, Dinda terus berteriak-teriak tak terima dipecat dari perusahaan.
Rumor pun langsung tersebar diantara para karyawan tentang Shanum yang adalah anak sambung dari Pak Agam, Bos mereka semua.
Flashback selesai.
.
.
.
...➿➿➿➿➿➿...
Di rumah, situasi kembali tenang setelah Pak Agam meminta Ahmad membawa Astri kembali ke dalam rumah dan membiarkan wanita itu tidur di kamar tamu.
Pak Agam mengetuk pintu kamar Izy, namun Bu Arum malah mengusir suaminya. "Jangan ganggu kami dulu! Pergilah tidur, Mas!"
Pak Agam terlihat meenguruutt pelipis yang terasa berdenyut, ia merasa bersalah pada putri kandungnya.
"Ayah..." Shanum menghampiri.
"Adik sama Ibumu marah sama Ayah, Num. Kheee..." Pak Agam terkekeh namun nyatanya hatinya ikut terluka karena ia menampar putrinya sendiri.
"Shanum bikinin teh anget pakai madu, ya. Kepala Ayah sakit, kan."
Pak Agam mengangguk pelan, "Sekalian kita bicara tentang kejadian di perusahaan tadi siang."
"Shanum bantu jalan, mau bicara dimana?"
"Di ruang kerja Ayah saja, dimana Aa kamu?"
"A Ahmad periksa Anin, nanti juga kesini."
"Ayah takut dia berduaan di kamar dengan mantan istrinya, sebaiknya Ayah pergi ke ruang kerja duluan... kamu panggil Ahmad aja, sekalian juga Ayah mau bicara sama dia."
"Baik, Ayah. Pelan-pelan jalannya."
Kepala Pak Agam masih berdenyut nyeri bahkan kini pandangan nya berputar, mungkin karena sejak siang tadi dia marah-marah di perusahaan pada staf yang menghina Shanum. Sekarang, di rumah pun dia marah besar pada Izy.
Shanum mencari kakaknya ke kamar Anin, benar saja Ahmad sedang memeluk putrinya tidur.
"Aa..." lirih Shanum membangunkan Ahmad yang masih tidur-tidur ayam.
"Hm, kenapa Num?"
"Ayah minta bicara sama kita."
"Ya udah," Ahmad turun dengan pelan dari ranjang anaknya, mereka keluar dari kamar.
"Aa duluan ke ruangan kerja Ayah, Shanum mau bikinin minuman anget buat Ayah. Kasihan Ayah sakit kepala kayaknya, mana tadi siang di perusahaan ada masalah juga. Sekarang di rumah tambah masalah... Ibu juga kayaknya nggak tahu Ayah lagi ngalamin banyak kejadian dan malah marah sama Ayah."
"Ibu belain Izy, Ibu marah karena Ayah terlalu kasar sama Izy."
"Iya, sih. Makanya biarin Ibu sama Ayah sama-sama berpikir dulu, Ibu jaga Izy... kita berdua jaga Ayah. Adil, kan?"
Ahmad terkekeh, kejadian hari ini sebenarnya memperlihatkan jika anak tiri pun akan dibela dan disayangi oleh orang tua sambung mereka.
"Lucu ya, Dek. Aa dibela Ayah... Izy dibela Ibu. Semoga besok kita semua baikan lagi."
"Aamiin, ya udah sana temenin Ayah duluan."
"Oke!"
Keduanya berpisah di ruang tengah, Ahmad menengok ke arah kamar tamu yang pintunya tertutup mungkin Astri sudah tidur dengan anak laki-laki dari wanita itu. Ahmad melanjutkan langkah ke ruang kerja, namun ia dikagetkan dengan Pak Agam yang tergeletak di lantai.
"AYAHHHHHH....!!!"
Teriakan Ahmad bahkan terdengar ke dalam kamar Izy dan juga ke dapur, semua orang berlarian dengan perasaan cemas.