Zanaya sangat tergila-gila pada Revan sejak dari mereka duduk di bangku sekolah, bahkan dia menyuruh orang tuanya menjodohkan keduanya, siapa sangka itu menjadi petaka untuk dirinya sendiri.
Dengan kedua bola matanya sendiri, dia melihat sang suami menodongkan pistol ke arahnya yang dalam keadaan hamil besar, disampingnya seorang gadis bergelayut manja tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Ada pesan terakhir zanaya?" Tanyanya dingin.
Zanaya mendongak menatap suaminya dengan penuh dendam dan benci.
"Jika ada kehidupan kedua, aku tak akan mencintai bajingan sepertimu. Dendamku ini yang akan bertindak!" Ucapan zanaya penuh penekanan.
Dor! Dor! Dor!
Tiga tembakan melesat ke arah wanita cantik itu tepat di kepalanya, membuatnya terjatuh ke dasar Danau.
Saat membuka mata, dirinya kembali ke masa lalu, masa dimana dia begitu bodoh karena tergila-gila pada Revan
Tapi setelah mengalami reinkarnasinya, ada takdir lain yang akan menantinya. Apakah itu, silahkan baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Dari Mirna
Di kediaman keluarga Darren, wajah Fani tampak kusut. Bagaimana tidak! mobil impiannya telah hilang.
"Fan, Mama lihat! Kamu tidak bawa mobil saat pulang. Kemana mobil sport mu?" tanya sang mama, mereka bertiga sedang sarapan.
Wajah Fani kembali memerah menahan amarah, "Semenjak anak sampah sialan itu amnesia, semuanya jadi kacau Mah," ujarnya mengadu, membuat sang papa Gibran mengerutkan keningnya.
"Maksud kamu apa sayang?" tanya sang papa Gibran bingung.
Gadis itu menatap sang papa, "Papa belum tahu yah? Kalau si Zanaya itu amnesia karena kecelakaan waktu libur sekolah tiba," kata Fani, membuat sang papa melotot.
"Kecelakaan apa?" Gibran memang tidak tahu soal kecelakaan itu, sebegitu tidak perduli nya mereka pada Zanaya serta keluarga Dixon.
Mereka hanya ingin uang dari keluarga Dixon agar dipakai untuk foya-foya, tapi sepertinya sekarang sudah tidak bisa.
Akhirnya Fani menceritakan semuanya secara gamblang, bahkan dia juga menceritakan tentang mobil sport milik Zanaya sudah di jual.
"Kurang ajar si sampah sialan itu, beraninya dia menjual mobil itu tanpa seizin kita," geram Yuniar dengan kedua tangan mengepal.
Gibran hanya diam, dirinya tidak boleh gegabah, "Pelan-pelan saja kamu dekati dia, biarkan dia mengingat semuanya. Yang penting kamu jangan gegabah," peringat Gibran pada sang putri.
"Papa tenang saja, Fani tidak bakalan gegabah," ujarnya, membuat sang papa mengangguk puas.
"Kamu tidak ingin memberi sampah itu pelajaran?" tanya sang mama, yang masih geram atas tindakan Zanaya mempermalukan sang putri di sekolah.
Pantas saja Fani semalam pulang-pulang sudah menghancurkan barang di kamarnya, bahkan para pelayan ikut dilempari.
"Mama tenang saja! Fani udah beri pelajaran kecil untuk Zanaya itu," Bibirnya menyeringai, membuat sang mama mengacungkan jempolnya. Gibran hanya diam melihat kelakuan kedua wanita beda usia itu.
****
Pagi ini keluarga Dixon sedang berbincang sambil menunggu sarapan disiapkan oleh para pelayan, kecuali Zanaya yang belum turun sama sekali dari kamarnya.
"Apa Zay belum bangun Mah?" tanya papa Zidan yang sedang duduk di sofa, fokus pada iPad miliknya.
"Zay udah bangun dari tadi Pah, maklum anak gadis harus tampil cantik beda dengan para laki-laki yang simpel," ujar Mama Liona.
Papa Zidan mengangguk, meletakkan iPad nya, "Zanders bagaimana dengan sekolah mu?" tanya sang papa, walaupun sibuk Zidan dan Liona memutuskan untuk memberikan perhatian kecil pada kedua anaknya.
Setelah mendapatkan banyak nasehat dari kakek Gerald, mereka merenung. Memang selama ini mereka jarang memperhatikan sang anak, hingga akhirnya Zanaya lebih nyaman pada keluarga sepupunya.
Hingga, membuat gadis cantik itu membangkang pada orang tuanya dan selalu menurut pada keluarga yang di anggap baik itu.
Tapi kakek Gerald tidak menceritakan tentang reinkarnasi yang terjadi pada Zanaya, jika mereka tahu mungkin tidak akan percaya.
Sekalipun mereka percaya, mereka akan merasakan penyesalan serta kemarahan yang sangat besar, hingga membuat mereka tak berpikir jernih.
Makanya Zanaya dan kakek Gerald sepakat untuk tidak memberi tahukan pada yang lain sampai dendam ini terbalaskan.
"Baik Pah, sekolah aman-aman saja," sahut Zanders membuat sang papa mengangguk.
"Kalau adik kamu itu?" Zanders tahu maksud sang papa, bertanya seperti itu.
Zanders meletakkan ponselnya, "Zay benar-benar berubah Pah, bahkan dia tidak pernah lagi cari perhatian pada Revan bahkan pada Fani saja dia sudah bersikap dingin," terang Zanders jujur.
"Syukurlah kalau seperti itu," Zidan merasa lega mendengar penjelasan sang anak.
"Tapi walaupun seperti itu, tetap jaga adikmu!" titah sang papa, membuat pemuda tampan itu mengangguk.
Mereka asik berbincang-bincang hingga mendengar suara teriakan histeris pelayan dari arah dapur.
Keluarga itu saling pandang, seolah mereka satu pikiran. Segera mereka bergegas ke arah dapur.
Di dalam dapur terlihat sangat berantakan sebab banyaknya darah berceceran bahkan pakaian serta wajah pelayan tersebut tak luput terkena percikan darah segar dari seseorang yang telah tergeletak tak bernyawa.
Beberapa pengawal serta pelayan berkumpul melihat kejadian itu, membuat mereka bergidik ngeri.
"Ada apa ini?" Suara bariton kakek Gerald mengejutkan mereka, "Kepala pelayan bisa kau jelaskan?" tanya sang tuan besar datar.
Dengan tubuh yang gemetaran, kepala pelayan menjawab, "Saya juga tidak tahu pasti tuan besar, saat pelayan itu menyiapkan hidangan. Tiba-tiba, tubuhnya meledak begitu saja, kejadian begitu cepat," jelas kepala pelayan jujur.
"Mencoba berkhianat huh?" Suara dingin seseorang dari belakang membuat mereka berbalik.
"Bukankah saya sudah memperingatkan kalian semua! Jangan pernah coba-coba berkhianat di rumah ini. Rupanya ada tikus mencoba bermain-main pada keluarga ku," desis gadis cantik itu penuh penekanan, melihat kejadian dihadapannya tanpa ketakutan ataupun penyesalan di matanya.
Seluruh pekerja yang mendengar itu bergetar, rupanya ucapan sang nona tidak main-main. Vitamin yang mereka telan, bukan sebuah guyonan semata.
Sebagian pekerja memang tidak mempercayai, mereka pikir apakah ada teknologi serta racun seperti itu di dunia ini. Jadi mereka hanya menganggap gertakan semata sama seperti pikiran Mirna.
Ya, pelayan itu adalah Mirna, orang yang mencoba berkhianat pada keluarga Dixon, Susi pelayan berwajah hitam manis itu masih bergetar hebat, dia masih ingat kejadian kemarin, dia sudah memperingatkan teman sesama pelayannya itu.
Mirna sengaja menggantikan pekerjaan pelayan yang lain, pekerjaan Mirna sebenarnya di bagian Laundry, tapi dia dengan sengaja membuat pelayan yang bertugas menyiapkan makanan diare, hingga dia menggantikannya tanpa membuat pelayan curiga.
Di saat pelayan Mirna memasukkan sesuatu pada makanan yang akan dikonsumsi Zanaya, di saat itu pula dirinya menghembuskan nafas terakhirnya dengan cara yang tragis.
"Kau!" tunjuk Zanaya pada pelayan Susi yang berada didekat mayat Mirna.
Dengan wajah yang masih syok dengan pakaian yang berlumuran darah, dia mendekat, "Iya Nona?"
"Periksa saku baju pelayan itu!" titah Zanaya dingin yang langsung dilaksanakan.
Setelah mendapatkan apa yang dicari meski harus berdekatan dengan Mirna.
"Ini Nona"
Zanaya dengan sigap mengambil bungkusan dengan serbuk didalamnya menggunakan kaos tangan latex, Keluarga nya pun ikut penasaran.
Saat Zanaya selesai memeriksanya, matanya yang dingin kini semakin dingin, bahkan kilat membunuh terlihat jelas, membuat Susi bergetar hebat.
"Apa yang diberikan pelayan itu pada makanan kita?" tanya sang kakek, tanpa berbicara gadis cantik itu segera memberikan pada sang kakek.
Sama seperti Zanaya wajahnya mendingin, berani sekali pelayan rendahan itu ingin menaburkan barang terkutuk ini pikir sang kakek, dengan amarah yang meluap.
Zidan segera meraih bungkusan itu, dia tidak ingin mati penasaran melihat kedua orang itu hanya bungkam dengan mata dingin.
"Kurang ajar!" bentak Zidan, saat tahu bungkusan apa yang ada didalamnya.
"Berani-beraninya pelayan rendahan ini mencoba memasukkan bubuk terlarang itu pada makanan kami" Suara Zidan terdengar mengerikan.