Kehidupannya telah menjadi impian semua wanita, namun Beta justru mengacaukannya.
Bukannya menikmati hidup bahagia, ia malah membunuh sang suami yang kaya raya???
Dari sinilah, kisah kehidupan Beta mulai diceritakan. Kelamnya masa lalu, hingga bagaimana ia bisa keluar dari lingkar kemiskinan yang membelenggu dirinya.
Kisah 'klasik'? Tidak! Kehidupan Beta bukanlah 'Template'!
Flashback kehidupan Beta dimulai sejak ia masih sekolah dan harus berkerja menghidupi keluarganya. Hingga akhirnya, takdir membawakan ia seorang pria yang akan mengubah gaya hidup dan juga finansialnya.
Seperti kisah 'cinderella' yang bahagia. Bertemu pangeran, dan menikah.
Lalu apa? Tentu saja kehidupan setelah pernikahan itu terus berlanjut.
Inilah yang disebut dengan,
'After Happy Ending'
Selamat membaca~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yola Varka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Happy Ending? (2)
Meski masih merasa kesal berkat kejadian di jembatan kemarin, tetapi aku harus bersikap baik pada pria di hadapanku sekarang. Tentu saja, kerena nasibku bisa diterima atau tidak di perusahaan impianku, berada di tangan pria ini.
Dan sejujurnya, untuk ukuran pegawai, penampilan pria di hadapanku agak berlebihan.
"Maaf, saya terlambat," ucapnya setelah duduk dan meminum minuman yang sudah kupesankan untuknya sebelum ia datang.
"Tidak apa-apa. Saya juga baru datang." Aku berbohong karena sudah bertekad akan mengatakan hal-hal yang baik saja padanya.
"Baik. Mari kita mulai. Jadi, anda bilang bahwa anda menginginkan posisi enterpreneur. Benar?" tanyanya langsung tanpa banyak membuang waktu.
"Benar." Aku kemudian menyerahkan sebuah map berisi beberapa berkas, seperti ijazah dan piagam prestasi yang telah kudapat semasa sekolah.
Pria itu langsung meraih map yang aku berikan padanya dan segera membaca setiap tulisan di atas kertas-kertas itu.
"Wah, lulusan terbaik?" komentarnya yang kubalas dengan anggukan kepala.
"Benar. Saya juga sudah memiliki pengalaman dalam bekerja," ujarku, memamerkan fakta bahwa aku pernah bekerja. Hal itu kulakukan, sebab banyak perusahaan yang menerima pegawai berdasarkan pengalaman bekerja dibandingkan prestasi.
'Lalu, apa kabar orang yang baru mulai melamar agar mendapat pengalaman kerja itu sendiri? Yah, begitulah lucunya dunia kerja.' Diam-diam aku tersenyum tipis.
"Anda juga tahu, kan, kalau kampus tempat anda kuliah itu juga merupakan bagian dari perusahaan kami?" tanya pria di hadapanku kemudian, setelah puas melihat-lihat isi berkas yang tadi aku berikan padanya.
"Iya. Maka dari itu, saya juga ingin bekerja di sini," jawabku tegas.
"Ah, maaf. Saya menyebutnya perusahaan karna kampus itu juga merupakan sumber berpenghasilan uang yang berkedok sebagai lembaga pendidikan." Aku refleks mengerutkan kening. Pria ini blak-blakan sekali bicaranya. Aku jadi sedikit terkejut. Dan lagi, aku belum mengetahui nama dan posisinya di perusahaan ini dan dia sudah berani menjelekkan nama perusahaan tempatnya bekerja. Aneh.
Yah, meskipun yang barusan ia katakan memang fakta, sih.
"Anda tidak terkejut?" tanyanya lagi dengan tiba-tiba.
"Tidak," jawabku santai.
"Kampus ini merupakan salah satu universitas terfavorit karena hanya mau menerima mahasiswa yang sudah berprestasi dari sananya. Seperti anda, contohnya." Sekali lagi, dia mengatakan hal yang tepat. Aku tidak tahu, kalau wawancara kerja itu juga membahas hal semacam ini. Cukup mengejutkan.
"Oh, iya. Saya belum memperkenalkan diri." Pria ini kemudian mengulurkan sebuah kartu nama padaku. Ini merupakan yang kedua, setelah milik Jaka kemarin.
Setelah membaca nama dan jabatannya di perusahaan, aku merasa jantungan untuk sesaat. Aku menyesal karena telah menyepelekan pria di hadapanku ini.
'Asli, dia bukan main!'
"Saya, Betavia Candra." Aku refleks memperkenalkan diriku dengan sopan.
Lucu sekali. Setelah mengobrol dan membahas ini itu, kami ternyata baru saling memperkenalkan diri sekarang.
"Nama yang unik." Begitu komentarnya.
"Tapi, saya minta maaf karena harus mengatakan hal ini," ujarnya yang kali ini membuatku was-was.
Entah kenapa, tubuhku mengeluarkan keringat dingin. Aku memang selalu waspada, setiap mendengar permintaan maaf yang tiba-tiba. Terutama ketika sedang melamar pekerjaan.
"Saya tidak bisa menerima anda di perusahaan kami." Rasanya tubuhku langsung lemas, begitu mendengar kalimat berisi penolakan tersebut.
'Tunggu! Tidak bisa. Apa secepat ini aku ditolak? Maaf saja, aku bukan tipe yang mudah menyerah.'
Tak kusangka, perusahaan ini ternyata cukup ketat soal seleksi.
"Ah, apa tidak ada posisi kosong yang bisa saya isi? Apapun, saya bersedia!" ujarku, setelah memutar otak.
"Maaf, jikalau ada, saya juga tidak akan memberikan posisi itu kepada anda."
'Jahat. Ucapannya kali ini terdengar jahat sekali di telingaku. Aku jadi sakit telinga. Ah, maksudku, sakit hati.'
"Kenapa?" tanyaku dengan wajah memelas. Aku masih sangat berharap, kalau dia mau memikirkan lagi agar mau menerima lamaranku bekerja di perusahaannya.
Pantas saja, saat aku bertemu dengannya kemarin, tercium aroma GUC*I darinya. Hanya kiasan, karena aku benar-benar tidak tahu aroma dari barang mahal.
Dan jika sejak awal aku tahu kalau pria dihadapanku merupakan pemegang tahta tertinggi di perusahaan ini, aku pasti akan bersikap lebih sopan padanya.
Biarlah, jika orang berpikir kalau aku sedang menjadi penjilat. Nyatanya, banyak orang yang rela melakukan hal itu, demi bisa mendapatkan banyak hal.
Pria di hadapanku ini akhirnya menjawab. Namun, dia memberikan jawaban yang benar-benar di luar ekspektasiku.
"Saya tidak bisa menerima anda bekerja di perusahaan kami, karena saya ingin anda yang menjadi pendamping hidup saya. Itu adalah posisi kosong yang tadi anda tanyakan."
'Orang gila!' Aku hanya bisa mengatainya dalam hati, karena masih mengingat siapa dirinya.
Pria di hadapanku ini adalah Beentang Hermawan. Seorang penerus utama keluarga Beentang. Benar. Keluarga Beentang yang itu. Konglomerat terkaya di Indonesia.
Aku sampai tidak bisa berkata-kata, setelah mendengar ucapannya barusan. Itu adalah lelucon terburuk yang pernah aku dengar seumur hidupku. Apalagi, di situasi yang serius begini, membuat lelucon semacam itu sama sekali tidak terdengar lucu.
"Apakah wajah saya terlihat seperti sedang bercanda, di mata anda?" Pria ini bertanya, setelah melihat ekspresi wajahku.
Sungguh, aku sama sekali tidak sengaja telah membuat ekspresi dengan senyum meremehkan saat ini. Itu karena aku baru saja mendengar ucapan yang tidak masuk akal.
"Tolong pikirkan lagi, posisi yang tepat untuk saya di perusahaan ini," jawabku dengan nada dan wajah serius.
Aku benar-benar tidak punya waktu untuk tertawa saat ini. Jikalau dia serius mengenai ucapannya barusan, aku juga tidak akan menerimanya dengan mudah.
Hari ini, aku berniat untuk melamar, dan yang terjadi malah sebaliknya? Aku harus berhati-hati karena zaman sekarang, sudah banyak orang yang membuat semacam hiburan yang disebut dengan 'prank'.
Dan kalau ucapan pria ini serius, setidaknya dia juga harus mengusahakan sesuatu ketika hendak melamar seorang wanita. Misal, menyiapkan hal yang romantis, seperti membawa bunga atau cincin.
Ah, aku tarik kembali kata-kataku, setelah melihat pria dihadapanku ini mengulurkan sebuah kotak kecil berwarna merah.
"Karena sepertinya anda terlihat tidak yakin, jadi saya telah menyiapkan ini," ucapnya sembari membuka kotak merah yang tadi ia letakkan di atas meja.
Aku kemudian mengerutkan alisku, setelah mengetahui isinya.
'Aku tidak suka!'
Berliannya terlalu besar. Aku tidak mau memakai sesuatu yang terlalu heboh begitu. Desain cincinnya juga biasa saja dan hanya menonjolkan sebuah berlian dengan ukuran besar, yang di mataku, terlihat persis seperti batu akik koleksi milik bapak-bapak.
Aku menatap pria di hadapanku dengan teliti. Dia memiliki kulit yang lebih terang dariku. Padahal, kulitku sendiri juga termasuk terang di Indonesia. Jika pria ini terlahir sebagai wanita, aku pasti kalah telak. Bajunya juga sangat rapi dan dia memiliki aroma parfum yang tidak biasa. Maksudku, dia menggunakan parfum yang tidak mampu dibeli oleh orang biasa. Aromanya lumayan enak, tapi bukan favoritku. Sekali lihat, dia adalah seseorang yang memiliki segalanya.
Selain terlahir dengan wajah yang super, pria ini juga berada di lingkungan keluarga yang kaya raya. Beruntung sekali hidupnya. Dia pasti bisa langsung mendapatkan apa yang diinginkan dengan sekali tunjuk. Apapun itu. Bahkan, wanita sekalipun.
'Hah!' Aku tersenyum kecut.
Kurasa, setidaknya aku harus jual mahal, agar dia bisa belajar tentang apa itu yang namanya 'berusaha'.
Bersambung.....