seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jalan yang memilukan
Kehadiran Darius di depan Liana seolah menutup semua pintu pelarian. Matanya yang tajam, penuh perhitungan, menatapnya dengan intens. Sementara pria tua di sampingnya, yang tampaknya merupakan salah satu pembantunya yang setia, berdiri dengan sikap penuh kewaspadaan.
Liana menarik napas dalam-dalam. Ada perasaan tak menentu yang menggerogoti dirinya. Dia tahu, dia sudah berada di titik yang sangat berbahaya. Namun, di dalam dirinya, ada keinginan yang kuat untuk terus melangkah, untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai. Tidak ada lagi ruang untuk mundur.
Darius tersenyum tipis, seolah menyadari kekuatan yang dimilikinya dalam situasi ini. "Kau benar-benar berpikir bisa mengalahkan aku, Liana?" katanya dengan nada yang datar, namun menyiratkan tantangan yang tajam.
Liana menatapnya dengan tatapan penuh kebencian, namun juga ada rasa hormat yang sulit dihilangkan. Dia tahu Darius bukan orang yang mudah dikalahkan, dan dia pun bukanlah orang yang mudah menyerah. "Aku tidak takut padamu, Darius," jawabnya, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya di balik keberanian.
Darius mengangkat alisnya, seakan terkejut dengan keteguhan Liana. "Kau benar-benar menantangku di saat-saat seperti ini?" tanyanya dengan suara rendah, tetapi dalam matanya terdapat kilatan kesal yang tak bisa disembunyikan.
Sementara itu, Clara berdiri lebih jauh di belakang Liana, berusaha tetap tenang meskipun ketegangan yang ada sangat jelas terasa. Ia sudah menyiapkan beberapa langkah pengamanan, namun dengan Darius yang hadir langsung di hadapan mereka, rencana apapun yang ada seolah mulai runtuh.
"Bagaimana kalau kita selesaikan ini dengan cara yang lebih bijaksana?" kata Darius, suaranya lebih berat, hampir terdengar seperti sebuah ancaman. "Kau bisa bekerja untukku, Liana. Aku bisa memberimu apa yang kau inginkan. Tidak perlu ada darah yang tertumpah."
Liana menggertakkan giginya. "Aku tidak akan pernah bekerja untukmu. Kau bukan orang yang bisa dipercaya. Semua yang kau lakukan hanya untuk keuntungan pribadi. Aku tidak akan membiarkanmu merusak hidupku atau hidup orang-orang yang kucintai."
Darius menghela napas panjang. "Kau memang keras kepala, Liana. Tetapi ingatlah, kau tidak bisa melawan seluruh dunia sendirian." Dia melangkah lebih dekat, tidak ada sedikit pun rasa ragu dalam sikapnya. "Aku sudah memberi banyak kesempatan. Sekarang waktunya untuk membuat keputusan."
Liana tahu bahwa pilihan yang ada sekarang adalah hidup atau mati. Namun, dia tidak akan pernah menyerah pada tekanan ini. Segala yang telah dia bangun, semua yang telah dia korbankan, akan sia-sia jika dia mundur sekarang.
"Jika aku harus mati di sini, maka biar itu menjadi pilihanku," jawab Liana dengan suara tegas. "Aku tidak akan pernah bekerja untukmu."
Darius menatapnya dalam diam. Mata pria itu tidak memperlihatkan kelembutan sedikit pun. Namun, ada rasa kagum yang tidak bisa disembunyikan. Mungkin untuk pertama kalinya, dia merasa terkesan dengan keteguhan hati Liana.
"Kalau begitu, kita akan lihat sejauh mana keberanianmu bisa membawa mu," katanya dengan senyuman kecil yang tidak menyiratkan rasa gembira. "Tapi ingat, Liana, tak ada yang bisa melawan takdir."
Liana menggigit bibir bawahnya, merasa sesuatu yang gelap dan dingin merayap ke dalam hatinya. Dia tahu, momen ini akan mengubah segala sesuatu. Namun dia juga tahu, tidak ada yang bisa menghentikannya sekarang.
Dia melirik ke arah Clara yang sedang mempersiapkan diri dengan ekspresi khawatir, tetapi penuh dengan harapan. Mereka sudah sangat dekat. Sekarang, semuanya tergantung pada keputusan yang akan diambil dalam beberapa detik ke depan.
Dengan sekali gerakan cepat, Liana menekan tombol di layar komputer, mengirimkan perintah yang telah ia siapkan sejak awal. Semua sistem yang dikendalikan oleh Darius, semua informasi yang dia kumpulkan, sekarang berada di ujung jarinya. Dalam beberapa detik, Darius akan kehilangan kendali atas jaringan yang telah dibangunnya. Tidak ada lagi yang bisa menyelamatkannya.
Darius menatap layar dengan ekspresi terkejut. "Kau... kau sudah menghubungkan sistem itu?" Tanyanya, suaranya berubah tajam. "Bagaimana bisa—"
Namun, Liana sudah siap dengan langkah berikutnya. Tidak ada kata mundur. Tidak ada pilihan lain. Dengan tangan yang tetap mantap, dia melangkah ke depan, siap menghadapi apa pun yang datang setelah ini.
"Selamat tinggal, Darius," kata Liana, suaranya penuh tekad.
Saat itu, seluruh ruangan terasa gelap dan mencekam. Langkah-langkah cepat terdengar, dan Liana tahu bahwa pertempuran yang paling besar baru saja dimulai. Tapi dia siap—lebih siap dari sebelumnya.
Ruangan itu dipenuhi dengan keheningan yang mencekam setelah kata-kata terakhir Liana. Darius berdiri mematung, matanya terfokus pada layar yang menunjukkan bahwa seluruh sistemnya sedang terhubung dengan sesuatu yang tak pernah ia duga. Ketegangan yang melingkupi tubuhnya tampak jelas di setiap gerakannya. Liana, meski terlihat tenang, merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Kemenangan itu terasa semakin dekat, namun di saat yang sama, ancaman Darius belum sepenuhnya hilang.
Liana melangkah mundur sedikit, memastikan bahwa semua perangkatnya berfungsi dengan sempurna. "Aku sudah melakukan yang seharusnya," bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri. Tetapi pada saat yang sama, pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan langkah berikutnya. Sekarang, semua yang mereka lakukan ada di ujung tanduk.
Darius memecah keheningan, suara tawanya menggema dengan nada yang menyeramkan. "Kau pikir ini akan menyelesaikan semuanya? Kau hanya mempercepat kehancuranmu, Liana." Suaranya sangat tajam, dan senyumannya tak lagi menyiratkan penghargaan. Itu adalah senyuman yang penuh kebencian.
"Jangan terlalu percaya diri," jawab Liana tegas, menatapnya dengan tatapan penuh keyakinan. "Aku tahu siapa dirimu, dan aku tidak takut. Kau salah kalau berpikir aku akan mundur sekarang."
Darius bergerak sedikit lebih dekat, namun Liana tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Clara di belakangnya hanya diam, memantau situasi. Hanya satu langkah lagi yang mereka butuhkan untuk memastikan bahwa jaringan ini sepenuhnya berada di tangan mereka. Jika berhasil, Darius akan kehilangan semua kontrol atas segala yang dia bangun—kekuatannya, pengaruhnya, bahkan kehidupan orang-orang di sekitarnya.
Namun, meskipun langkah itu sepertinya mudah dicapai, Liana tahu bahwa ada risiko besar yang harus dihadapi. Darius, dengan segala kekuatannya, pasti tidak akan tinggal diam. Seiring langkah-langkah mereka semakin dekat, Liana bisa merasakan ketegangan yang semakin kuat, seolah-olah setiap detik yang berlalu membawa mereka semakin dekat pada jurang yang tidak bisa ditarik mundur.
"Apa yang kau inginkan, Darius?" tanya Liana, bersiap menghadapi segala kemungkinan. "Kau tidak bisa mendapatkan semua ini kembali hanya dengan ancaman dan intimidasi."
Darius mendekatkan tubuhnya ke Liana, suaranya rendah namun penuh tekanan. "Apa yang aku inginkan, Liana, adalah untuk melihatmu jatuh. Karena kau telah merusak segalanya." Ia berhenti sejenak, matanya menatap tajam. "Tidak ada yang bisa mengalahkanku. Tidak ada yang bisa merusak apa yang sudah aku bangun."
Liana merasakan getaran pada jari-jarinya. "Jangan pernah meremehkan orang yang sudah mempersiapkan dirinya sebaik mungkin," katanya dengan penuh keteguhan. "Ini bukan tentang kekuasaan. Ini tentang keadilan."
Clara, yang sudah mulai melihat perubahan pada wajah Liana, mengangguk pelan. Mereka sudah sangat dekat untuk memenangkan permainan ini. Tetapi, Darius masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur. Ia tahu bahwa dia harus lebih cepat, lebih tajam, dan lebih berani.
Dengan sekali gerakan, Liana menekan tombol akhir yang mengunci kontrol penuh atas sistem. Semua yang mereka butuhkan sekarang sudah ada di tangan mereka. Darius berdiri terdiam sejenak, wajahnya berubah suram. "Kau... Kau benar-benar melakukannya?" Suaranya bergetar, meskipun berusaha tetap keras.
"Ya," jawab Liana dengan tegas. "Dan tidak ada yang akan menghentikan kami sekarang."
Darius menghela napas panjang. "Ini belum selesai, Liana. Kau tidak akan selamanya bisa melawan takdir."
Namun, Liana sudah tahu apa yang harus dilakukan. Walaupun kemenangan ini belum sepenuhnya mengakhiri semuanya, dia bisa merasakan bahwa hari-hari gelap Darius sudah menghitung mundur. Keberaniannya untuk menghadapi musuh sekuat ini telah membawa mereka ke titik ini, dan sekarang tidak ada lagi yang bisa menghalangi mereka untuk mencapai tujuan mereka.
Dengan langkah mantap, Liana berbalik dan melangkah menuju pintu keluar, diikuti oleh Clara. Mereka tahu jalan yang mereka pilih penuh dengan bahaya dan ketidakpastian, tetapi tidak ada pilihan lain selain maju.
Hari ini, mereka baru saja menulis bab baru dalam perjalanan panjang yang akan mengubah hidup mereka selamanya.