Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5: Malam Penuh Bintang
Dina duduk di kursi ruang tamu, menatap langit yang semakin gelap. Bintang-bintang mulai bermunculan, menyebar di atas kota dengan kilauan yang tenang. Malam itu, setelah beberapa pertemuan dengan Arga yang mengisi hari-harinya, Dina merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Perasaan yang ia pendam lama mulai mencuat, membuatnya bingung dan sekaligus takut. Apakah ini benar-benar yang diinginkannya? Namun, ketika Arga muncul di pikirannya, jantungnya tak bisa menahan detak yang lebih cepat.
Malam itu, ketika Dina sedang menenangkan pikirannya, bel pintu berbunyi. Ia membuka pintu dan mendapati Arga berdiri di sana, dengan wajah yang menyiratkan ketegangan dan antusiasme yang sama.
“Hai,” kata Arga, senyumnya mengembang, namun terlihat ada keraguan di matanya.
“Hai, Arga. Ada apa?” tanya Dina, suaranya mencoba terdengar biasa meskipun hatinya berdebar.
“Bolehkah saya mengajak Anda keluar sebentar?” tanya Arga. “Ada hal yang ingin saya tunjukkan.”
Dina mendongak, kebingungan menyelimuti wajahnya. Namun, mata Arga penuh dengan keyakinan, seperti ada sesuatu yang sangat penting untuk dibagikan. Dina memutuskan untuk mengangguk, meskipun pikirannya penuh pertanyaan. Ia mengenakan jaketnya dan mengikuti Arga ke luar rumah, meninggalkan kehangatan rumah kecilnya untuk malam yang penuh misteri.
Mereka berjalan tanpa berkata-kata, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di jalan yang sepi. Udara malam itu cukup sejuk, dengan semilir angin yang menyapu rambut Dina. Sesekali, Arga melirik ke arahnya, seolah memastikan bahwa ia nyaman. Dina merasa gugup, tapi juga bahagia berada di dekatnya.
Mereka berjalan menuju taman kota yang cukup jauh dari rumah Dina. Di sana, pohon-pohon besar berdiri kokoh, dan bangku-bangku taman sepi. Suasana di taman itu penuh dengan keheningan, hanya sesekali terdengar suara angin yang meniup dedaunan.
“Kenapa ke sini?” tanya Dina saat mereka berhenti di sebuah bangku yang menghadap ke langit malam.
Arga menoleh dan tersenyum. “Saya ingin Anda melihat sesuatu. Lihat ke atas.”
Dina menatap langit, dan sejenak dia tertegun. Bintang-bintang malam itu terlihat begitu terang dan begitu banyak, seolah-olah langit itu penuh dengan kehidupan. Tidak seperti malam-malam sebelumnya di mana langit hanya tampak gelap, malam ini seakan ada ribuan mata yang menatap mereka, memberikan rasa damai dan keajaiban.
“Bintang-bintang…” bisik Dina, suaranya hampir tak terdengar.
“Ya, bintang-bintang,” jawab Arga, duduk di sampingnya. “Saya selalu suka datang ke sini untuk melihat bintang-bintang. Mereka mengingatkan saya bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari apa yang kita alami di bumi ini.”
Dina menatap Arga, menilai keheningan di antara mereka. Ada sesuatu dalam cara dia berbicara, dalam cara matanya menatap bintang-bintang, yang membuat Dina merasa seolah-olah dia bisa memahami sebagian dari rahasia Arga. Ini adalah pertama kalinya mereka duduk begitu dekat, tanpa kata-kata, hanya ditemani cahaya bintang dan malam yang tenang.
“Dina, ada sesuatu yang ingin saya katakan,” suara Arga kembali memecah keheningan. Dia menatap Dina, seolah mencari jawaban di matanya.
Dina merasakan sesuatu dalam dadanya—suatu perasaan yang sulit diungkapkan, seperti seribu kupu-kupu terbang di perutnya. “Apa itu?” tanyanya, meskipun hatinya sudah mulai menebak.
“Saya tahu kita belum lama saling mengenal, tapi saya merasa seperti sudah mengenal Anda sejak lama. Sejak pertama kali kita bertemu, ada sesuatu yang menarik saya kepada Anda. Dan setelah kita lebih dekat, saya tahu bahwa saya tidak bisa mengabaikan perasaan ini,” Arga berbicara dengan hati-hati, namun suaranya begitu jelas dan penuh keyakinan.
Dina menatap Arga, merasa terjebak di antara kebingungan dan kebahagiaan yang tak terduga. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata terasa terperangkap di tenggorokannya. Akhirnya, ia hanya bisa tersenyum, meskipun matanya mulai berkaca-kaca.
“Arga, saya… saya tidak tahu harus berkata apa,” Dina mengaku, suaranya bergetar. “Ini semua… baru bagi saya.”
Arga mengulurkan tangannya, menghapus sedikit air mata yang mulai mengalir di pipi Dina. Sentuhan itu lembut, membuat Dina merasa ada kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuhnya.
“Jangan takut,” kata Arga. “Kita bisa berjalan bersama, tidak perlu terburu-buru.”
Dina menatap Arga, merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan perasaan itu—perasaan aman yang jarang ia rasakan selama bertahun-tahun. Ia tahu, meskipun hatinya masih terbelah antara ketakutan dan harapan, ada sesuatu dalam diri Arga yang membuatnya ingin percaya, ingin mencoba.
“Terima kasih, Arga,” bisiknya, suara yang hampir hilang dalam angin malam. “Untuk semua ini.”
Arga tersenyum, senyum yang penuh arti, lalu perlahan memeluknya. Itu adalah pelukan yang penuh dengan kehangatan, di bawah langit yang penuh bintang. Dina membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan itu, membiarkan dirinya merasakan apa yang selama ini ia takutkan—cinta yang tumbuh kembali di tempat yang tak terduga.
Malam itu, bintang-bintang seakan mempersaksikan mereka, mengirimkan cahaya yang bersinar lebih terang dari biasanya. Dalam diam, Dina tahu bahwa malam ini adalah awal dari sesuatu yang baru. Meskipun jalan di depan masih penuh dengan tantangan, di bawah sinar bintang, ia merasa sedikit lebih kuat, sedikit lebih berani untuk mencintai lagi.
---
Keesokan harinya, Dina bangun dengan perasaan yang tidak biasa. Ia merasakan kehangatan di dadanya, seperti ada api kecil yang mulai menyala di dalam hati. Pagi itu, matahari terbit dengan warna emas yang cerah, seolah mengisyaratkan bahwa hidupnya akan mulai berbeda. Ia memutuskan untuk membuka toko lebih awal, ingin menikmati hari dengan rasa semangat yang baru.
Namun, saat ia mengatur buku-buku di rak, ada suara langkah kaki di luar toko. Dina menoleh dan melihat Arga berdiri di pintu, membawa secangkir kopi dan senyum yang penuh arti.
“Selamat pagi,” katanya.
“Selamat pagi,” jawab Dina, sedikit malu-malu. “Apa kabar?”
“Lebih baik dari kemarin,” Arga menjawab sambil mengulurkan kopi kepadanya. “Ini untuk Anda. Saya tahu Anda suka kopi pagi.”
Dina menerima kopi itu, merasa hatinya dipenuhi rasa hangat yang tidak bisa dijelaskan. “Terima kasih, Arga. Anda tidak perlu repot-repot.”
Arga tertawa ringan. “Tidak ada yang perlu direpotkan. Saya senang melakukannya, terutama untuk Anda.”
Mereka berdua duduk di kursi kecil di sudut toko, berbagi secangkir kopi dan percakapan ringan tentang rencana mereka untuk hari itu. Di dalam Dina, rasa takut mulai memudar, digantikan oleh rasa penasaran dan kebahagiaan yang sederhana. Ia tahu bahwa, meskipun perjalanan ini baru dimulai, langkah pertama sudah diambil. Kini, di bawah langit yang cerah, ia siap untuk menjelajahi hari-hari baru yang penuh harapan.