Gadis suci harus ternoda karena suatu keadaan yang membuat dia rela melakukan hal tersebut. Dia butuh dukungan dan perhatian orang sekitarnya sehingga melakukan hal diluar batas.
Penasaran dengan ceritanya, simak dan baca novel Hani_Hany, dukung terus yaa jangan lupa like! ♡♡♡♤♤♤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
Hari hari berlalu, Diana sudah mendaftar kuliah di Universitas Muhammadiyah Makassar. Banyak teman yang dia miliki, dia menjadi anak yang ceria kembali.
Empat Tahun Kemudian
"Alhamdulillah akhirnya wisuda juga. Ibu, ayah, semoga kalian bangga dengan ku." ujarnya pelan.
"Tentu ayah dan ibumu bangga padamu nak. Ayo temui mereka di ruang keluarga, mereka sudah tidak sabar menyambutmu yang akan diwisuda hari ini." ucap Ibu Cantika masuk ke ruang make up di rumahnya, dia menyewakan orang khusus untuk merias Diana dan dirinya. Diana masih tinggal di rumah ibu Cantika, orang tuanya dan adiknya datang untuk menghadiri wisudanya.
"Terima kasih bu, ibu sudah sangat banyak membantuku selama aku disini. Aku gak tau bagaimana cara membalas jasa ibu." ucap Diana pelan sambil memeluk ibu Cantika.
"Sudah gak usah cengeng, ibu sayang padamu karena kamu mirip putri ibu." jelasnya sambil melepas pelukan Diana untuk menghapus air mata Diana yang keluar tiba².
"Makasih ibu." ujarnya lagi kemudian mereka keluar bersama dengan beriringan. Kedua orang tuanya sudah menunggu di ruang televisi bersama Dini Larasati sang adik.
"Diana, kamu cantik nak." sambut Ibu Riana langsung berdiri memeluk sang putri. "Ibu bangga padamu, akhirnya kamu selesai juga dan menjadi Sarjana." ucapnya, ibu Riana sudah sakit²an tapi dipaksakan untuk pergi ke Makassar demi sang buah hati.
"Ibu sehat² yaa.. Terima kasih sudah menjadi ibu yanh baik buat Diana." ucapnya pelan sambil terbata karena menahan tangis sambil memeluk ibunya erat.
"Sudah, ayo berangkat! Nanti terlambat." ajak ayah Sidiq sambil merangkul sang isteri. Mereka semua menuju ke Gedung tempat wisuda bersama Ayah Sidiq, Ibu Riana, Ibu Cantika, dan Dina yang diantar oleh sopir.
Usai acara wisuda, keesokan harinya orang tua Diana berniat pulang kampung. Diana pamit sama ibu Cantika untuk mengantarnya.
"Bu, aku boleh masuk?" tanya Diana seraya mengetuk pintu kamar ibu Cantika.
"Masuk lah, ibu tidak mengunci pintunya." sahutnya dari dalam sambil membaca buku di sofa kecil khusus bersantai.
"Aku mau bicara boleh bu." ujar Diana membuka pintu kamar bu Cantika.
"Sini." panggilnya. Menutup buku bacaannya lalu berdiri dan pindah duduk dipinggiran kasur seraya menepukkan disebelahnya.
"Bu, aku mau antar kedua orang tua ku pulang kampung boleh?" tanyanya hati². Meski ibu Cantika ibu angkatnya tapi Diana sangat menyayanginya begitu pula sebaliknya. Apalagi ibu Cantika hanya hidup seorang diri, suami dan anaknya meninggal beberapa tahun lalu.
"Antar lah kedua orang tuamu, mungkin kamu juga rindu dengan kebersamaan mereka." pasalnya semenjak kepergian Diana ke Makassar selama 4 tahun, dia hanya pulang 1 kali saja! Itupun hanya 1 Minggu di rumah saat hari raya idul fitri.
"Terima kasih bu. Nanti aku akan kembali kesini jika aku sudah melepas rindu oleh mereka." ucapnya senang karena mendapat izin untuk pulang.
Keesokan harinya mereka berangkat ke Bandara dan diantar oleh sopir.
"Maaf ibu gak bisa mengantar karena ibu ada urusan mendadak." ucapnya sedih.
"Gak apa ibu, ibu baik² ya!" ujar Diana sedih. Berat sebenarnya mau tinggalkan Makassar meski sementara tapi tidak bisa juga dia biarkan orang tuanya pulang tanpa dia, pikirnya.
Diana pulang bersama ayah ibu dan adiknya.
"Kakak beruntung banget ya bisa tinggal di rumah ibu Cantika. Disana ada pembantunya juga." celetuk Dina sang adik.
"Alhamdulillah. Kalau kamu mau nanti kamu juga bisa tinggal dan kuliah disana, nanti kakak yang akan bilang sama Bu Cantika." ucap Diana merasa tidak enak ternyata sang adik memiki kecemburuan terhadap dirinya. "Kamu sekolah dulu yang bener de, nanti kuliah disana boleh. Jangan lupa izin sama ayah dan ibu." nasehatnya pada sang adik. Mereka sekarang berada dalam pesawat menuju kampung Diana, Makassar-Tanggetada.
"Iya kak." jawabnya singkat lalu menyandarkan kepala pada kursinya dan mencoba untuk tidur. "Enaknya kakak, aku juga ingin begitu! Apa ayah ibu mengizinkan ya kalau aku tinggal di Makassar?" batinnya bertanya², pasalnya Dina anak bungsu yang manja dan selalu berada di rumah. Apalagi kedua orang tuanya sudah tua dan sakit²an.
Setibanya di Bandara mereka langsung menuju kampung halamannya yang sejuk dan indah.
"Alhamdulillah. Setelah 2 tahun baru kesini lagi." batin Diana ketika memasuki kamar kesayangannya dahulu sebelum dia tinggalkan ke Kota Makassar.
"Semoga ibu Cantika baik² disana, beliau orang baik." gumamnya seraya merebahkan badannya beberapa menit. Kemudian Diana bangkit dan membereskan pakaiannya.
Hampir dua bulan Diana di Kampung karena ibunya yang selalu mengeluh sakitnya makin parah.
"Ibu harus kuat, ayo Diana temani berobat bu!" bujuk Diana pada sang ibu sambil duduk disamping ibu Riana yang sedang berbaring di atas tempat tidur.
"Ibu sudah sehat nak." jawabnya sambil tersenyum. "Ibu ingin makan buah pepaya nak." imbuhnya sambil menatap Diana lekat.
"Baik bu, akan Diana carikan." ucapnya lalu berdiri hendak keluar ternyata sang adik masuk. "De, tolong temani ibu ya! Kakak mau cari buah pepaya dulu." pamitnya pada sang adik.
"Di dapur ada buah pepaya kak, tadi aku yang petik di belakang, sudah masak juga." ujar Dina memberi tahu.
"Ok. Biar kakak kupas dulu buat ibu." ucapnya berlalu keluar kamar menuju dapur. "Sehat² ibu, supaya aku bisa membahagiakanmu." batin Diana sambil mengupas lalu memotongkan buah pepaya.
Usai memotongkan buah pepaya, Diana membawanya ke kamar sang ibu lalu menyuapinya. Ibu pun makan dengan lahap sambil berbincang bersama kedua putrinya.