Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Dia Menanyakanmu..)
Sambil memeriksa, sang Dokter menjelaskan kepada Ningrum mengenai hal janggal yang ditemukannya di dalam perut Ningrum.
"Kapan awal mulanya Anda merasakan sakit di perut bagian bawah Anda, Mbak?" tanya sang Dokter.
"Hemm.. kapan ya, Dok? Saya tak terlalu ingat. Sepertinya sih sejak saya masih duduk di bangku sekolah, entah SMP atau SMA," jawab Ningrum.
Sang Dokter manggut-manggut sambil terus memperhatikan layar di depannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada saya, Dok?" tanya Ningrum.
"Ada benjolan yang terlihat di ovarium dan berbentuk seperti kantung yang berisi cairan," jelas sang Dokter.
Ningrum mengernyitkan dahi sambil terus menatap ke arah layar besar di depannya.
"Anda menderita kista ovarium, Mbak,"
Degh!
Jantung Ningrum berdegup kencang setelah mendengar pernyataan sang Dokter mengenai penyakit yang tengah dideritanya.
"Kis- kista ovarium, Dok? Apa itu berbahaya?"
Sang Dokter menggelengkan kepala, "Umumnya tidak berbahaya dan bisa hilang dengan sendirinya, namun jika ada indikasi lain, kista ovarium tersebut bisa menjadi suatu masalah serius untuk kesehatan Anda," jelasnya.
Ningrum menelan salivanya. "Maksud dari indikasi lain itu apa, Dok?" tanyanya.
"Kista ovarium bisa saja menjadi masalah besar jika tidak hilang, pecah, ukurannya yang semakin membesar atau menghalangi suplai darah ke ovarium. Selain itu, kista ovarium juga bisa mengganggu kesuburan rahim Anda," jelas sang Dokter.
Ningrum langsung diam membisu.
"Meskipun jarang terjadi tetapi beberapa jenis kista ovarium dapat menjadi kanker yang mematikan atau menyebabkan komplikasi," lanjut sang Dokter.
Air mata Ningrum tiba-tiba saja mengalir deras, membasahi pipinya yang putih. Dengan suara sedikit serak, Ningrum bertanya, "Apakah penyakit saya ini bisa memb*nuh saya, Dok?"
"Yang saya tahu, kista ovarium tidaklah berbahaya dan tidak memb*nuh penderitanya selama tidak adanya indikasi lain seperti yang saya jelaskan tadi. Dengan obat-obatan dan juga dengan melakukan penyedotan (aspirasi) cairan, saya yakin Anda akan bisa sembuh total," jelas sang Dokter.
"Beneran, Dok?" tanya Ningrum, memastikan.
Sang Dokter mengangguk, mengiyakan.
Setelah puas bertanya, Ningrum akhirnya keluar dari ruang sang Dokter. Ia menuju ke tempat pengambilan obat dan menyerahkan resep kepada si Apoteker.
"Silahkan ditunggu dulu ya, Bu," kata si Apoteker kepada Ningrum.
"Mbak bukan Bu. Saya masih single dan belum punya anak, paham?" tegur Ningrum.
"Ma- maaf, Bu, eh Mbak maksud saya." ucap si Apoteker sembari tersenyum tipis.
Ningrum mendengus sambil membalikkan badannya. Ia lalu duduk di sebuah sofa yang letaknya tepat di depan loket pengambilan obat.
Tling.
Saat menunggu, sebuah notifikasi pesan masuk terdengar dari ponselnya. Ningrum lalu mengeluarkan benda pipihnya itu dari dalam tas kecil yang tengah digenggamnya.
Mas Benny: [Kamu masih lama, Ning? Aku sama Luna mau buru-buru pergi jalan-jalan.]
Ningrum menghela nafas.
Ningrum: [Kalian tak boleh pergi tanpaku! Aku ikut ke manapun kalian pergi.]
Sebuah balasan pesan dari Ningrum yang langsung dikirimkannya ke nomor Benny.
Tling.
Mas Benny: [Di mana mobilmu?]
Ningrum mengetikkan balasannya.
Ningrum: [Di parkiran mall, nanti kalau sudah pulang dari jalan-jalan biar mobilku diambil sama mang Wanto.]
Tling.
Mas Benny: [Ya sudah.]
Ningrum tak lagi membalas pesan Benny.
Tak lama kemudian, akhirnya namanya dipanggil oleh si Apoteker. Ningrum segera berjalan mendekat ke loket pengambilan obat.
Setelah menyerahkan uangnya, ia pun berlalu dengan plastik bening di tangannya yang berisi obat-obatan.
Klap.
Ningrum kembali masuk dan duduk di jok belakang mobil Benny.
"Ayok jalan," perintah Ningrum.
"Ke mana kita, Lun?" tanya Benny pada sang istri.
"Pulang ke rumahmu untuk mengantar si tuan putri, setelah itu baru kita jalan-jalan berdua," jawab Luna.
"Aku mau ikut sama kalian," sahut Ningrum.
Luna menolehkan wajahnya ke belakang, ia menatap tak suka ke arah Ningrum sambil memanyunkan bibirnya.
"Aku tak mau kalau kamu ikut bersama kami!" bentak Luna.
"Bodo amat! Yang penting ke manapun kalian pergi, aku mau ikut. Titik!" bentak Ningrum balik.
Luna mengepalkan kedua tangannya. Ia terlihat begitu geram menghadapi adik iparnya satu itu.
"Bisa tidak kamu membiarkan kami berduaan saja? Tak bisakah kamu sekali saja tak mengganggu hubungan kami?" tanya Luna penuh penekanan.
Ningrum menggelengkan kepalanya, "Tak bisa. Daripada kamu menyuruhku untuk tak mengganggu hubungan kalian berdua, akan lebih baik kalau kamu menerima takdir saja. Karena mau sampai kapanpun itu, aku akan terus menjadi pengganggu pada hubungan kalian, paham kamu?" ejeknya.
"Iihh dasar pelakor!" Luna marah, ia dengan kuat menarik rambut panjang Ningrum hingga membuat adik iparnya itu menjerit kesakitan. "Aku tak akan membiarkanmu mengganggu hubunganku dengan mas Benny! Paham kamu?!" balasnya.
"Aaaaarghh!" Ningrum tak tinggal diam, ia juga melakukan hal yang sama pada rambut Luna hingga kakak iparnya itu ikutan menjerit karena kesakitan. "Yang pelakor itu kamu bukan aku! Seharusnya mas Benny menikahiku karena akulah kekasihnya bukan kamu!" teriaknya.
"Astagfirullah!!" Benny berteriak sambil menepuk jidatnya.
Tak ingin ikut campur dalam permasalahan kedua wanitanya, Benny akhirnya memilih untuk keluar saja dari dalam mobilnya.
Klap.
Ia menutup pintu mobilnya dan berjalan menjauh.
"Pak, itu ada apa ya? Kok terdengar seperti orang sedang menjerit-jerit di dalam mobil Bapak?" tanya seorang Satpam yang tiba-tiba mendatangi Benny.
"Ada dua orang yang terganggu jiwanya sedang bertengkar, Pak," jawab Benny sekenanya.
"Bapak kenal sama mereka?"
Benny mengangguk, "Istri dan adik saya," jawabnya.
"Lho istri sama adiknya bertengkar kok tidak Bapak lerai? Tapi malah Bapak tinggal keluar, piye to?"
"Lerai saja kalau Bapak mau. Saya pergi dulu, permisi.."
Benny melenggang pergi. Sebelum ia benar-benar menghilang, dari arah belakang Benny mendengar dua wanita yang disayanginya itu berteriak-teriak memanggil namanya.
Benny menghela nafas, "Bodo amatlah. Aku pusing menghadapi mereka berdua." gumamnya tanpa mau menoleh ke belakang.
Di pinggir jalan, Benny menghentikan sebuah mobil taksi, ia lalu masuk dan duduk di jok belakang.
"Cepat jalan, Pak," perintah Benny sembari menepuk bahu sang Supir.
"Kita mau ke mana, Pak?"
"Ke bar yang ada di jalan xx." jawab Benny.
Mobil taksi pun melaju menuju ke tempat yang dikatakan Benny.
Di dalam taksi, Benny terlihat sibuk mengetikkan sebuah pesan WhatsApp yang kemudian dikirimkannya ke kontak yang bernama Bayu.
Benny: [Bay, susul aku di tempat biasa. Ada banyak hal yang mau aku ceritakan padamu.]
Tak lama..
Tling.
Bayu: [Di tempat biasa itu di mana maksudnya? Di bar tongkrongan kita atau di hotel tempatmu memadu kasih dengan si dia?]
Emoticon tertawa disematkan Bayu pada kalimat terakhir di pesannya.
Benny tertawa kecil usai membacanya, "Br*ngsek kamu, Bay. Bisa-bisanya kamu membahas hal itu." gumamnya.
Tling.
Belum sempat Benny membalas, sebuah pesan masuk dari Bayu kembali diterimanya.
Bayu: [Dia menanyakanmu..]
_