NovelToon NovelToon
THE MAIN CHARACTER IS ME

THE MAIN CHARACTER IS ME

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Cinta Paksa
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: lightfury799

Sinopsis

Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.

Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.

Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.

•••••

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 27

Lampu gantung di ruang makan menyebarkan cahaya lembut, menambah kehangatan pada malam yang sejuk. Alina duduk di ujung meja, sambil menatap kursi kosong di seberangnya. "Xaver, dimana Quella?" tanyanya dengan nada keheranan, tangannya tetap bergerak untuk menyajikan makanan untuk Zafran.

Zafran ikut menatap Xaver, dirinya juga baru menyadari ternyata menantunya belum juga kunjung bergabung ternyata.

Seolah baru tersadar, Xaver yang sedang meneguk air putih, menaruh gelasnya kembali ke atas meja dengan lembut. "Apa masih belum juga selesai," gumam Xaver dugaannya Quella sepertinya masih kesulitan untuk bersiap-siap sendiri. Yah lagi pula apa yang dirinya harapkan, dari tuan putri manja itu.

"Sebentar, Bu. Sepertinya dia masih bersiap-siap atau bisa saja tertidur," jawab Xaver sambil beranjak dari kursinya. Langkahnya terburu-buru menuju lift untuk menuju ke lantai atas.

"Bersiap-siap," Zafran mempertanyakan ucapan Xaver. Alina mengangkat bahunya tidak tau apapun, dan melanjutkannya kembali aktifitasnya.

"Entahlah, aku hanya berharap mereka bisa memperbaiki diri masing-masing," ucap Alina menyampaikan kekhawatirannya.

Zafran menatap Alina begitu dalam, sepertinya Alina juga mengetahui permasalahan antara Xaver dan Quella. "Yah.. aku juga berharap begitu. Xaver rasa-rasanya kurang bertindak tegas, terlalu lemah, padahal jelas-jelas Quella bersalah," ucap Zafran kemudian menceritakan secara gamblang apa yang matanya lihat, dan apa yang sudah Xaver tutupi selama ini.

Alina tidak memberikan respon negatif, dirinya berpikir tenang. "Tidak ada yang bisa disalahkan, lagi pula pernikahan mereka diawali dengan tidak baik. Xaver memang harus menanggung resikonya, namun aku setuju akan Xaver yang kurang tegas," Alina tidak menyalahkan Quella.

"Yah..., dan Xaver juga terlalu cuek sekali. Apalagi anakmu itu selalu saja gila bekerja," lanjut Alina yang kesal, menurutnya Xaver dan Quella hanya perlu waktu berdua itu saja sudah lebih dari cukup.

Zafran menganggukkan kepalanya setuju, sepertinya memang keduanya yang tidak saling terbuka. Sebenarnya Zafran sudah menyiapkan sesuatu yang sekiranya akan membuat hubungan mereka bisa memiliki sebuah kemajuan. Tapi setelah dipikir-pikir, dirinya akan membiarkan dulu, tindakan apa yang akan Xaver lakukan.

°°°°°

Dengan langkah yang hati-hati, Xaver mengetuk pintu kamar mereka. "Quella, kamu belum selesai? Semuanya sudah menunggu," katanya sambil membuka pintu perlahan. Dalam kamar yang remang-remang, dia melihat Quella terlelap di atas tempat tidur, masih mengenakan gaun yang setengah terlepas.

Menekan saklar lampu, cahaya mulai menerangi kamar tidurnya. Menghembuskan nafas kasar, Xaver tidak habis pikir apa yang sebenarnya sudah Quella lakukan. "Tidak kamarnya, dan tidak kamarku semua dibuat berantakan," gumam Xaver yang sedikit emosi karena kamarnya sekarang seperti kapal pecah.

Barang-barangnya semuanya berjatuhan, dan tidak terletak di tempatnya. Berjalan mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, mengelus lembut rambut Quella yang ternyata masih basah.

"Hah..," Xaver rasanya sudah tidak habis pikir akan Quella. "Apa tidak bisa menunggu rambutmu kering terlebih dahulu," Xaver berdecak kesal saat melihat bantalnya basah, bahkan dirinya lihat gaun yang dikenakan Quella ikut basah, karena rambutnya yang basah.

"Ella, ayo bangun. Makan malam sudah tersaji," bisik Xaver, bisa-bisa Quella masuk angin nantinya.

Quella mengerjap, mencoba memfokuskan pandangannya yang masih setengah terpejam. "Oh Parvez, aku ketiduran ya? Aku mengantuk," ucapnya sambil meregangkan badannya, dan mencoba tidur kembali.

"Ets....," Xaver mencegah Quella yang akan berbaring kembali. "Cukup tidurnya, kita keringkan dulu rambutmu, bisa-bisa tempat tidur basah karena rambutmu yang belum kering," ucap Xaver yang membantu Quella untuk bersandar pada kepala ranjang.

"Hmmm...," gerutu Quella namun dirinya tetap menurut untuk bersandar.

Merasa Quella akan sangat lelet, Xaver langsung saja menggendong Quella ala bride style. Quella diam menurut, hingga dimana bokongnya mendarat pada sebuah kursi meja rias, setelahnya Quella melipat tangannya di atas meja dan menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.

"Tidak bisakah untuk membuat ruangan ini juga agar tetap rapih," Xaver merasa tidak nyaman karena walk in closet nya juga ikut dibuat berantakan. Quella mengacaukan semua barang.

Sang pelaku hanya diam, tanpa mendengarkan. Xaver memijat keningnya pelan, tangannya mengambil hair dryer kemudian tanpa berlama-lama mulai mengeringkan rambut Quella.

Larut apa yang dirinya lakukan, Xaver tidak menyadari bahwa Quella sudah sepenuhnya terbangun, namun tetap mempertahankan posisinya yang menenggelamkan wajahnya di kedua lipatan tangannya.

"Sudah selesai," Xaver meletakkan hairdryer beserta sisir yang sedari tadi dirinya gunakan.

Quella menegakkan badannya, matanya saling bersitatap dengan Xaver melalui cermin di depannya. "Aku ingin pulang," seru Quella tanpa menghindar dari tatapan Xaver.

"Besok kita pulang, ayo makan malam dulu. Ibu dan ayah sudah menunggu," ajak Xaver dan disetujui oleh Quella.

Menerima ajakan itu, Quella berjalan malas mendahului Xaver. Dibelakang Xaver mengikuti langkah Quella, hingga Quella menghentikan langkahnya saat sudah dekat di meja makan.

Quella meraih tangan Xaver, tanpa bersuara apapun. Mereka cukup mengerti untuk terlihat harmonis di depan Zafran dan Alina. Xaver juga mengikuti akan sangat merepotkan bila kedua orangtuanya, melihat mereka secara terang-terangan bertengkar.

"Seperti pengantin baru saja," ucap Alina menyambut Quella dan Xaver. Dirinya tersenyum saat melihat sedikit keromantisan antara Xaver dan Quella.

Quella hanya tersenyum, Xaver menarik kursi untuk Quella. "Ingin makan apa?" Xaver bertanya bersiap mengambil makanan untuk Quella.

"Apapun," seru Quella, dirinya masih merasa mengantuk. Tapi perutnya terasa lapar, dirinya memperhatikan makanan yang disajikan Xaver.

"Oke," Xaver mengambil makanan yang sekiranya akan Quella santap.

Tidak ada percakapan apapun lagi setelahnya, hanya ada suara dentingan dari alat makan. Quella melamun memikirkan apa yang akan dirinya lakukan, setelah ini. Hingga padangan bertemu dengan Willy yang membuatnya mengingat satu hal.

"Willy dimana ikan ku?" pertanyaan dari Quella berhasil membuat Xaver langsung menghentikan acara makannya.

•••••

Tidak ada yang menjawab pertanyaan yang Quella lontarkan. Bahkan Willy hanya tersenyum, kemudian berbalik tanpa menjawabnya. Aneh bukan, bahkan suasa di meja makan terasa canggung sekali. Jika tau akan begini, Quella tidak akan bertanya.

"Habiskan dulu makannya, setelah itu tidur," ucap Xaver yang berdiri dari kursinya.

Quella meraih tangan Xaver, mencegahnya. "Ingin kemana?" Quella tidak mau jika ditinggalkan sendiri di mansion Parvez. Apalagi karena setalah ayah mertuanya yang telah memarahinya, membuat Quella tidak mau ditinggal sendiri.

"Keluar sebentar, mencari sesuatu," seru Xaver, dirinya akan mencari ikan yang sama versis itu.

"Tidak, aku ikut," pinta Quella, dan bersiap beranjak.

"Tunggu saja disini, hanya sebentar," Xaver akan melepas pelan tangan yang Quella pegang. Hingga dimana suara dari Willy membuat mereka menoleh menatap ke satu titik.

"Maaf terlambat nona, ini ikannya. Saya sedikit kesulitan mencari aquarium yang pas," Willy datang dengan ikan baru, dan itu jelas sekali berbeda.

"Waw..., cantik sekali aquarium nya," Quella berdiri dan menerima aquarium yang begitu cantik itu. Wajahnya berseri-seri, hingga Quella baru menyadari ikannya berbeda. "Kenapa ikannya berbeda? Atau hanya perasaanku saja," Quella bertanya, karena rasa rasanya ikan yang dirinya bawa tidak seperti ini.

Bukan Willy yang menjawab melainkan ayah mertuanya.

"Maaf menantu, ayah tidak sengaja menjatuhkan bungkusan ikan mu tadi, dan menyebabkan ikan-ikan itu mati, jadi ayah menggantinya dengan ikan yang baru. Apa tidak masalah?" Zafran tentu tetap mengganti ikan yang tadi dirinya buang dengan sengaja itu.

Quella diam sejenak, raut wajahnya yang gembira sedikit tertekuk. Ikan yang dirinya tangkap bersama Elvis sudah tidak ada. Menganggukan kepalanya, Quella tersenyum kecil kembali.

"Tidak apa-apa ayah, lagi pula ini cantik sekali," Quella menyukai pemberian dari ayah mertuanya, walaupun sedikit bersedih ikan yang diberikan Elvis padanya sudah tidak ada. Lagi pula akan sangat merugikan dirinya sendiri, jika sampai memperdebatkan ikan-ikan itu.

Xaver yang menyaksikan itu, menghembuskan nafasnya lega. Dirinya tidak mau bertengkar dengan Quella dihadapan kedua orangtuanya. Untungnya pemberian dari ayahnya diterima dengan begitu gembira oleh Quella, dan Xaver sedikit tidak menyangka bahwa ayahnya akan membeli ikan baru yang lebih bagus.

"Sudah-sudah lanjutan makan malamnya," ucap Alina agar orang-orang kembali ke acara makan malam mereka.

Quella melihat ke sekeliling untuk mencari tempat meletakkan aquarium nya sementara. "Sini," Xaver mengambil aquarium itu, dan menyerahkannya kembali kepada Willy.

"Simpan di kamarku," pinta Xaver dan langsung dituruti oleh kepala pelayan.

"Baik tuan muda," Willy dengan segera membawa aquarium itu, untuk disimpan di kamar tuan mudanya.

•••••

Xaver berdiri melihat apa yang Quella lakukan di depannya ini. "Apa lagi ini?!?!" Xaver merasa tidak ada habisnya tingkah Quella.

Tidak mendengarkan apapun yang Xaver katakan. Quella melemparkan bantal dan selimut ke arah Xaver, dan berhasil ditangkap oleh tangan besar Xaver.

"Ini tempat tidurku, sana pergi aku tidak mau satu ranjang," Quella menolak untuk satu kamar.

Xaver mengendus pelan, selalu seperti ini dan tidak berubah. Jika mereka menginap di mansion Parvez, Quella tidak membolehkannya tidur di atas kasurnya sendiri. "Oke," Xaver enggan untuk memasalahkan lagi, dan segera berjalan ke arah sofa empuk yang disediakan di kamarnya.

Xaver mencoba berbaring, melirik kearah Quella yang ternyata sudah memejamkan matanya. "Selamat malam Ella," gumam Xaver dan mencoba memejamkan matanya, agar segera masuk ke dalam dunia mimpinya.

Setelah beberapa menit memejamkan matanya, dan tidak merasakan adanya suara apapun. Quella membuka matanya, menatap ke sekeliling kamar. "Aku tidak bisa tidur," gumam Quella.

Quella memang tidak bisa tidur jika bukan berada di kamarnya. Walaupun bisa memejamkan matanya, itu karena tubuhnya yang perlu istirahat.

Matanya menerawang ke sekeliling kamar Xaver. Hingga dirinya tertarik untuk ke rak-rak buku yang tersusun rapih itu. Berjalan pelan kearah rak itu, dan mengambil asal buku yang sekiranya bisa dirinya baca.

"Kenapa semuanya tentang bisnis," guman Quella setelah membaca judul-judul buku yang Xaver simpan dan panjang.

"Apa tidak ada buku yang menarik," Quella masih berusaha mencari buku yang membuat dirinya tertarik. "Apa ini...?!?" Quella menemukan sebuah album.

"Album foto?!?" gumamnya. "Menarik apa boleh aku buka?" Quella bertanya pada dirinya sendiri. "Tentu saja boleh," jawabnya sendiri lagi.

Quella duduk dilantai yang dialasi karpet berbulu tebal. Membuka halaman halaman itu. "Ternyata foto-foto Parvez," ucap Quella yang mulai merasa tidak tertarik, karena album itu hanya berisi foto-foto kecil Xaver dan hingga dirinya kuliah.

Merasa tidak puas, Quella terus mencari-cari buku apa saja. Bahkan Quella membuat buku-buku yang disimpan rapih, tergeletak semuanya dilantai.

"Hoam...," rasa kantuk mulai datang padanya, kemudian tanpa berlama-lama. Quella berbaring di atas karpet itu, dan mulai ikut terjun ke dunia mimpinya. Hal yang dilakukannya tadi, berhasil membuat tubuhnya lelah sendiri.

Setalah sepuluh menit berlalu Quella memejamkan matanya. Pemilik kamar yang sebenarnya sudah terbangun, sejak kegaduhan yang Quella lakukan. "Hah... Dasar...," Xaver tentu tidak bisa tidur, bila ada suara yang bising sedikit.

Dirinya bangkit dari atas sofa, kemudian berjalan kearah Quella yang ternyata sudah tertidur begitu lelap di atas karpet bulu. "Apa tidak bisa untuk bersikap tenang, satu hari saja?" Xaver bertanya, matanya menatap malah pada buku-bukunya yang begitu saja tergelatak di lantai.

"Selalu buat masalah," ucap Xaver, tangannya bergerak mengangkat tubuh Quella. "Kamu ringan sekali, apa ada yang sakit?!?" tanya Xaver dengan nada yang pelan, raut wajah khawatir terpancar di wajah Xaver.

Membaringkan tubuh Quella di atas kasur, saat tangan Xaver akan melepaskan diri dari Quella. Tanpa dirinya cegah Quella memeluknya dengan begitu erat sekali.

"Jangan pergi," Quella mengigau, sambil terus memeluk erat tubuh Xaver.

Membeku sesaat, kemudian Xaver memposisikan dirinya agar berbaring bersama Quella. "Tidak aku tetap di sini, apapun yang terjadi," gumam Xaver, tangannya bergerak membalas pelukan Quella.

"Selamat malam Ella," ucap Xaver setelahnya bergabung tertidur saling berpelukan dengan Quella. Yah walaupun Xaver tau, Quella akan marah-marah bisa mereka tidur berdekatan seperti ini.

•••••

Quella berdiri dengan tangan bersidekap, matanya menyala penuh kekesalan saat memandang Xaver yang terlihat tenang di sampingnya. Angin pagi yang sejuk menambah rasa dingin yang menyelimuti suasana di antara mereka. "Kita seharusnya sudah di rumah sekarang, Xaver. Apa-apaan ini?" gerutu Quella, tidak bisa menyembunyikan rasa frustrasinya.

Xaver hanya menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca, kemudian mengalihkan pandangannya ke mansion Parvez yang megah di depan mereka, mereka sekarang sedang duduk di kursi taman. Menikamati angin pagi yang sejuknya.

"Ayah ingin kita tetap di sini, sampai besok. Lagi pula ini salahmu," Xaver menghentikan ucapannya, dan kemudian membeberkan alasan ayahnya memaksa untuk mereka menetap dulu. "Andai saja kamu tidak ketahuan, sedang berduaan dengan laki-laki itu, ayah mungkin tidak akan sampai seperti ini," jawabnya, suaranya tenang namun tegas.

Quella menghela napas berat, rambutnya yang panjang tergerai oleh angin pagi. "Tapi....," Quella tidak memperkirakan ternyata ayah mertuanya akan memperpanjang masalah itu.

"Turuti saja perkataan ayah, untuk tidak memancing amarahnya," Xaver memotong ucapan Quella. Lagi pula Xaver, tidak bisa bertindak jauh.

Quella tahu Xaver benar, namun hatinya tetap saja tidak setuju. "Aku lebih nyaman dirumah," alasan utamanya Quella tidak mau satu kamar dengan Xaver lagi.

Apalagi saat tadi pagi, dirinya pertama yang bangun, betapa terkejutnya saat ternyata mereka berdua tertidur saling berpelukan, dan itu membuat Quella merasa malu. Quella bahkan berpura-pura tertidur kembali, menunggu Xaver yang terbangun, agar dirinya tidak tertangkap basah.

Xaver melirik ke arah mansion, yang penuh kenangan menyenangkan bagi kehidupannya. Walaupun ada kenyataan pahit, tapi kenangan yang membuatnya seperti sekarang, tidak bisa begitu saja dirinya lupakan.

"Cukup, untuk sekarang jangan melakukan sesuatu yang sekiranya membuat ayah marah. Jika bisa jangan menghubungi atau bertemu laki-laki itu sementara waktu," pinta Xaver, dengan harapan Quella mau setuju.

Mendengar kalimat itu, membuat Quella merasa selalu saja terpojokkan. "Aku benci, kalian semua selalu saja mengaturku. Ini dan itu, padahal penyebab utama dari ini semua adalah kamu..," tunjuk Quella dengan suara yang penuh emosi.

Xaver hanya mendengarkan kalimat rentetan yang Quella katakan. Merasa lawan bicaranya, tidak mau menjelaskan apapun lagi, Quella merasa lelah sendiri. "Aku tetap ingin pulang," Quella tetap teguh dengan keinginannya.

Tanpa menunggu balasan dari Xaver, Quella beranjak dari kursi dan segera berlari mencari cara agar dirinya bisa kembali ke kediaman Grizelle miliknya.

Xaver memandangi punggung Quella. "Apa yang harus aku lakukan, agar kamu melihat ke arahku Quella?" Xaver tentu saja merasa prustasi dengan keadaan hubungannya ini.

•••••

TBC

JANGN LUPA FOLLOW

1
@Biru791
mau lanjut gak nih thour
Ochi Mochi
sya sdahin aza bacanya sya kira ela sudah mulai suka sma xavir
Ochi Mochi
kpan ella sdar kok ini kayak gak ada harga dri y si lelaki.
Anggi Puspita
ada yg tau komik Serena ga...mirip bgt cerita nya..TPI ga mirip²kli sii cmn ada kesamaan
shaqila.A
halo kak, ka ini serius gantung gitu? padahal seru, aku pengen tau endingnya huhu
Alan
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Flynn
Author, aku jadi pengen jalan-jalan ke tempat yang kamu deskripsikan di cerita ini 😍
Hairunisa Sabila
Gak nyangka endingnya sekeren ini, terima kasih udah bikin aku senang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!