Aruni sudah sangat pasrah dengan hidupnya, berpikir dia tak akan memiliki masa depan lagi jadi terus bertahan di kehidupan yang menyakitkan.
"Dasar wanita bodoh, tidak berguna! mati saja kamu!" makian kejam itu bahkan keluar langsung dari mulut suami Aruni, diiringi oleh pukulan yang tak mampu Aruni hindari.
Padahal selama 20 tahun pernikahan mereka Arunilah sang tulang punggung keluarga. Tapi untuk apa bercerai? Aruni merasa dia sudah terlalu tua, usianya 45 tahun. Jadi daripada pergi lebih baik dia jalani saja hidup ini.
Sampai suatu ketika pertemuannya dengan seseorang dari masa lalu seperti menawarkan angin surga.
"Aku akan membantu mu untuk terlepas dari suamimu. Tapi setelah itu menikahlah denganku." Gionino.
"Maaf Gio, aku tidak bisa. Daripada menikah lagi, bukankah kematian lebih baik?" jawab Runi yang sudah begitu trauma.
"Kamu juga butuh seseorang untuk menguburkan mu Runi, ku pastikan kamu akan meninggal dalam keadaan yang baik."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LFTL Bab 29 - Satu Nama
"Kamu suka rumah ini?" tanya Gionino disaat dia dan Adrian sudah sama-sama duduk di sofa ruang kerjanya.
Sejak tadi Adrian tak henti-hentinya menatap kagum pada setiap sudut rumah. "Tentu saja Pak, rumah pak Gio sangat bagus," jawab Adrian apa adanya.
"Anggaplah rumah ini rumahmu juga, aku hanya tinggal sendirian di sini," jelas Gionino. "Kamu bisa bebas mendatangi semua tempat, perpustakaan, kolam renang, ruang olah raga dan yang lainnya. Tapi syaratnya hanya 1, ibumu jangan sampai tahu."
Adrian tersenyum lebar saat mendengar hal tersebut. Entahlah, rasa bahagianya sampai tak mampu dia ungkapkan dengan kata-kata. Adrian hanya bisa mengangguk dengan antusias.
Sebelum sang ibu selesai masak, Adrian bahkan sudah kembali ke dapur dengan perasaan bahagia yang tak mampu dia tutupi. Terpancar jelas di wajahnya yang tampan.
Tak lama setelah Aruni dan Adrian pergi menggunakan mobil khusus pelayan di rumah ini, Gionino pun ikut pergi juga.
Tapi bukan untuk mengikuti Aruni, melainkan mengunjungi rumah utama keluarga Abraham.
Rumah yang jadi tempat tinggal kedua orang tuanya. 6 tahun lalu sang ayah telah meninggal, kini rumah megah itu hanya dihuni oleh ibunya sendiri.
Selama ini sebenarnya Gionino juga tinggal di sana, namun memutuskan untuk tinggal di rumah sendiri setelah bertemu dengan Aruni.
Karena itulah Gio mengatakan pada Adrian bahwa rumah itu adalah rumahnya, karena tujuan utama Gio membeli rumah memang untuk Aruni dan Adrian.
Sepanjang perjalanan Gionino hanya diam, menatap hari yang secara perlahan mulai berubah jadi gelap. Pikirannya terus tertuju pada masa lalu. Tak lama setelah Aruni menikah, sang ibu pun mengatur perjodohan pula untuknya.
Tapi perjodohan itu tak berjalan baik sebab setelah Aruni mengkhianatinya, Gio kembali jadi pria yang suka bermain dengan para wanita.
Dulu Gio tak menyadari sikap antusias sang Ibu, sedikitpun dia tidak berpikir buruk.
Namun sekarang semuanya nampak tak biasa. Apalagi melihat betapa bencinya Aruni, jadi banyak kemungkinan yang muncul di benak Gionino.
Mungkinkah sang ibu menjadi salah satu penyebab mereka berpisah?
Setelah beberapa saat diperjalanan, Gionino akhirnya tiba di tempat tujuan. Malam jadi tak berarti apa-apa karena sinar lampu rumah megah tersebut.
Semuanya masih nampak terang.
"Dimana Mama?" tanya Gio pada salah satu pelayan.
"Nyonya berada di dalam kamarnya tuan, dokter Hana membawa makan malam beliau ke dalam kamar."
Gio tak menjawab lagi, namun kembali melanjutkan langkahnya yang terjeda. Terus berjalan sampai akhirnya tiba di dalam kamar sang mama.
Dilihatnya wanita paruh baya itu kini tak sekuat dulu lagi, mama Anita sudah tak mampu berdiri dan hanya bisa duduk di kursi rodanya.
Sekarang sang ibu juga selalu di dampingi oleh seorang dokter dan 2 perawat, khusus hanya untuk merawat nyonya utama.
Bahkan untuk berkomunikasi pun mama Anita mengalami kesulitan, penyakit stroke yang dideritanya merebut semua kemampuan wanita cantik tersebut.
"Tuan," sapa dokter Hana ketika melihat tuan Gionino masuk.
"Apa mama sudah selesai makan?"
"Belum Tuan."
"Kalau begitu lanjutkan, aku akan menunggu."
Tatapan mata mama Anita yang nampak sayu tertuju lurus ke arah sang anak, sesaat mereka saling tatap sebelum akhirnya dokter Hana kembali menyuapi mama Anita dan Gionino duduk di sofa.
Pikiran Gionino makin berkecamuk, selama ini dia sangat menyayangi mamanya. Apapun rasanya akan Gionino lakukan untuk bisa membahagiakan mamanya tersebut.
Tak terbayang jika ternyata mama Anita ikut terlibat dalam perpisahannya dengan Aruni.
Apalagi melihat mama Anita yang kini tak berdaya, membuat hati Gionino makin tak karuan.
Beberapa saat menunggu akhirnya mama Anita selesai makan malam. Dua perawat membereskan semuanya. Disaat Gionino mendekat dokter Hana tetap ada di sana.
Karena selama ini dokter Hana sudah seperti penerjemah untuk mama Anita yang sudah tak bisa bicara.
"Bagaimana keadaan Mama hari ini? apa merasa lebih baik?" tanya Gionino, dia berjongkok untuk menyesuaikan tinggi dengan sang ibu.
Sebenarnya Gionino bisa saja duduk di kursi, namun dia pilih untuk berjongkok di hadapan ibunya, agar bisa menyentuh pangkuan sang ibu.
Mama Anita mengangguk.
"Iya Tuan, Nyonya Anita merasa lebih baik hari ini. Pagi tadi Davin berkunjung ke sini," jelas dokter Hana.
Davin adalah salah satu cucu mama Anita, dari anak keduanya.
Gio mengangguk paham. "Ada yang ingin aku tanyakan," ucap Gionino kemudian.
Mama Anita menatap lebih lekat.
"Apa mama ingat Aruni?" tanya Gionino.
Sesaat tak ada reaksi apapun yang ditunjukkan oleh mama Anita, sampai akhirnya justru ada air mata yang jatuh dari kedua mata sayu tersebut.
Mama Anita mengangguk, mengisyaratkan bahwa dia masih mengingat satu nama itu. Aruni.
lagi dong...
semoga gio mengikuti andrian td saat keluar rmh🤲
belum puas nih kak😢