Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34.
"Kalau bukan karena saya, begitu tidak sabaran, menunggu istri saya lama sekali keluar dari rumah sialan ini! mungkin sekarang istri saya sudah sekarat anda siksa!" sahut Hendrik melotot pada Ayah mertuanya itu.
Hendrik mendengus penuh rasa benci, melihat Ayah mertuanya itu, sungguh tega menyiksa putri kandungnya sendiri.
Hendrik meraih barang Ibu mertuanya, yang tadi akan di bawa Jane, lalu meletakkannya pada pangkuan Jane, dalam gendongannya.
Satu tangan Jane memegang milik Ibunya satu lagi merangkul leher Hendrik, agar ia tidak jatuh.
Hendrik kemudian membawa Jane, keluar dari dalam rumah Ayah mertuanya itu, dan meletakkan Jane pada jok mobil dengan pelan.
"Aku akan membawamu ke rumah sakit!" kata Hendrik, sembari memasang sabuk pengaman untuk Jane.
Jemari Hendrik mengelus lebam yang ada pada pipi Jane, lalu mengelap sudut bibir Jane, yang masih mengeluarkan darah.
Akibat tamparan yang cukup keras, membuat kulit bagian dalam pipi Jane terluka, itu membuat hati Hendrik masih terasa panas, ingin membuat Ayah mertuanya itu terkapar.
Kalau bukan karena mengingat lelaki itu Ayah mertuanya, mungkin sudah ia patahkan tangan lelaki tua itu.
Hendrik kemudian membawa Jane ke rumah sakit, lalu setelah Dokter memeriksa Jane, dan memberikan obat yang perlu di minum, serta di berikan obat luar untuk lebam yang di alami Jane, mereka pun kembali ke Mansion Fernandez.
Sesampainya mereka di Mansion, ternyata ada masalah lain lagi sedang menunggu mereka.
Pamannya dengan dua orang Polisi, dan seorang yang Hendrik kenal sebagai Pengacara, menunggu dirinya sedari tadi.
"Hendrik Fernandez, anda di tangkap atas pembunuhan David Miguel, semua bukti telah ada, dan rencana pembunuhan yang anda lakukan!" seorang Polisi itu memperlihatkan surat penangkapan secara sah kepada Hendrik.
Hendrik terlihat tenang saja melihat surat penangkapan itu, ia memandang dingin ke arah Pamannya.
"Jangan lihat aku, Pengacara David yang datang ingin membuka kembali kasus pembunuhan kliennya, karena ia merasa kalau kau selama ini berbohong, mereka sudah menyelidiki lagi tentang kematian David!" sahut Pamannya membela diri, melihat tatapan mata dingin Hendrik.
"Sudah ku katakan, aku tidak membunuh David!" kata Hendrik dengan datar.
"Kalau anda ingin membantah semua tuduhan yang sudah ada, datanglah ke pengadilan, bersama Pengacara anda, semua bukti mengarah pada anda, karena saksi mata melihat anda mencekik David sampai tewas!" ujar Pengacara David.
Jane dengan erat memegang lengan Hendrik, ia tidak menyangka mereka menghadapi masalah yang lebih rumit lagi.
Perasaan Jane tidak mempercayai apa yang di tuduhkan Pengacara David, ia lebih mempercayai apa yang di katakan Hendrik.
"Silahkan, Tuan!" sahut seorang Polisi tersebut, untuk mempersilahkan Hendrik ikut dengan mereka.
Jane dengan erat memegang tangan Hendrik, ia akan ikut juga ke pengadilan, ia tidak akan meninggalkan suaminya itu walau sedetik pun.
Hendrik mengelus tangan Jane, yang memegang erat tangannya, untuk menenangkan perasaan Jane yang campur aduk.
Mereka mengikuti Petugas Polisi, dan Pengacara David, menuju mobil yang akan membawa mereka ke kantor Polisi.
"Tenang, jangan takut, aku tidak melakukan apa yang di tuduhkan mereka, aku memang mencekik David, tapi tidak membunuhnya" ucap Hendrik pelan pada Jane, saat mereka berada di dalam mobil Polisi.
"Aku percaya padamu" bisik Jane, semakin erat menggenggam tangan Hendrik, dan merapatkan tubuhnya pada Hendrik.
Satu tangan Hendrik mengelus puncak kepala Jane, ia begitu bahagia dapat mengenal Jane.
Jane ternyata begitu mempercayainya, istrinya itu walau terlihat begitu gugup, tapi punya sisi yang kuat pada dirinya.
Mobil polisi pun membawa Hendrik, dan perlahan meninggalkan halaman Mansion Fernandez.
Tapi di tengah jalan menuju kantor Polisi, saat lampu merah menyala, tiba-tiba sekelompok pria tidak di kenal, menyerang mobil Polisi.
Saat Polisi akan menembak para Preman itu, sebuah alat pemukul dengan cepat menghantam ke tiga Polisi itu.
Sementara Hendrik, sempat memberikan perlawanan, tidak berdaya saat alat pemukul bisbol itu menghantam tengkuknya.
Jane yang melihat Hendrik di pukul hingga pingsan, mencoba melawan juga, tapi ia juga mengalami hal yang sama dengan Hendrik.
Ia pun langsung pingsan, saat tengkuknya di hantam oleh sesuatu, yang terasa begitu menyakitkan.
Bersambung.....