Kerajaan Avaris yang dipimpin oleh Raja Darius telah menjadi kekuatan besar di benua Estherya. Namun, ancaman datang dari Kekaisaran Zorath yang dipimpin oleh Kaisar Ignatius, seorang jenderal yang haus kekuasaan. Di tengah konflik ini, seorang prajurit muda bernama Kael, yang berasal dari desa terpencil, mendapati dirinya terjebak di antara intrik politik dan peperangan besar. Dengan bakat taktisnya yang luar biasa, Kael perlahan naik pangkat, tetapi ia harus menghadapi dilema moral: apakah kemenangan layak dicapai dengan cara apa pun?
Novel ini akan memuat konflik epik, strategi perang yang mendetail, dan dinamika karakter yang mendalam. Setiap bab akan menghadirkan pertempuran sengit, perencanaan taktis, serta perkembangan karakter yang realistis dan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjaga Kegelapan
Bab 31: Penjaga Kegelapan
Dengan gemuruh yang menggetarkan tanah, makhluk yang muncul di depan mereka mulai melangkah maju, tubuhnya semakin jelas terlihat dalam cahaya redup yang ada di dunia asing ini. Kael dan timnya berdiri tegak, menahan ketegangan yang memuncak di udara. Makhluk itu lebih tinggi dari manusia biasa, dengan bentuk yang sulit untuk dipahami—hanya bayangan gelap yang bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan sensasi ketakutan yang tak terelakkan.
Mata merah menyala itu menatap Kael, penuh dengan kebencian dan ancaman. Setiap detik terasa berat, seolah makhluk itu sedang mengukur kekuatan mereka, mencari titik lemah. Kael bisa merasakan energi gelap yang mengalir dari makhluk itu, dan entah kenapa, dia merasa ada sesuatu yang menghubungkannya dengan sosok tersebut.
"Jadi, kamu yang membuka gerbang ini," suara itu terdengar dalam dan bergema, membuat udara terasa lebih dingin. "Aku telah lama menunggu saat ini. Takdirmu sudah digariskan. Kamu takkan bisa menghentikan apa yang akan datang."
Kael menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ada rasa cemas yang tak bisa disembunyikan, tetapi dia tahu ini bukan saatnya untuk menunjukkan keraguan. "Apa yang kamu inginkan dari dunia ini?" tanyanya dengan suara tegas.
Makhluk itu terkekeh, dan suara tawanya bergema mengisi ruang yang tak terhingga. "Dunia ini milikku. Semua yang kamu ketahui tentang kebaikan, tentang harapan, hanyalah ilusi. Kegelapan adalah kenyataan sejati, dan aku adalah penjaganya. Kalian—para manusia, para pembela—hanya serpihan yang tersisa dari kehancuran yang akan datang."
Satu kata yang terucap dari bibir makhluk itu mengguncang Kael lebih dalam dari apa pun yang pernah dia rasakan sebelumnya. "Kehancuran."
"Kenapa kamu ingin menghancurkan semuanya?" Aria bertanya, suaranya penuh dengan keteguhan meski ada ketakutan di baliknya. "Kita bisa hidup berdampingan. Kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik, jika kalian mau."
Makhluk itu tersenyum jahat, seolah mendengar lelucon paling bodoh yang pernah ada. "Kalian tidak mengerti. Kegelapan telah ada sejak dunia ini diciptakan. Kalian yang berpikir bisa mengubah takdir yang telah ada sejak awal. Kalian yang telah menantangku—dan kalian akan menyesalinya."
Di saat itu, Kael merasakan getaran yang kuat di dalam tubuhnya. Kekuatannya yang sudah hampir tidak terkendali mulai bergerak. Tiba-tiba, kegelapan yang ada di dalam dirinya terasa semakin kuat, seolah memanggilnya, mencoba untuk menyatu dengan kekuatan gelap makhluk itu. Kael merasakan tarikan yang luar biasa kuat, seperti ada bagian dari dirinya yang ingin menyerah, yang ingin membiarkan kegelapan menguasai semuanya. Namun, dia menahan dirinya dengan sekuat tenaga.
"Jangan biarkan itu menguasaimu," suara Aria terdengar di telinganya, hampir seperti sebuah peringatan. "Kael, kamu lebih kuat dari ini. Kita semua bersama-sama."
Kael menatap Aria dan teman-temannya, merasakan kekuatan mereka yang memberi dukungan. Dia menarik napas panjang, dan dengan tekad yang bulat, dia memutuskan untuk tidak membiarkan kegelapan itu menguasai dirinya. "Aku bukan bagian dari kegelapan itu," Kael berkata dengan suara yang penuh ketegasan. "Aku akan melawanmu. Dunia ini tidak akan hancur. Aku yang akan menentukannya."
Makhluk itu tertawa lebih keras, seolah menyadari bahwa Kael mulai menantang kekuatannya. "Kau hanya seorang manusia," katanya. "Apa yang bisa kau lakukan melawan kekuatan yang jauh lebih tua daripada segala yang pernah kau kenal? Kau bahkan tidak tahu seberapa besar kegelapan ini."
"Tapi aku tahu satu hal," Kael menjawab, suaranya penuh dengan kekuatan. "Aku tahu bahwa jika aku bersama teman-temanku, kami bisa menghadapi apa pun. Kekuatan kalian tidak akan mengalahkan kami."
Dengan kata-kata itu, Kael melangkah maju, pedangnya bersinar dengan cahaya biru yang seolah menentang kegelapan yang ada di sekitar mereka. Setiap langkah yang diambilnya mengguncang dunia sekitar mereka, dan tim Kael segera bersiap untuk bertarung. Mereka semua merasakan perasaan yang sama—bahwa ini adalah saat untuk menentukan takdir mereka, untuk memilih apa yang mereka percayai dan untuk menghadapi kegelapan yang lebih tua dengan keberanian yang mereka miliki.
Makhluk itu, yang masih berada di tengah kegelapan, menatap Kael dengan penuh kebencian. "Kamu benar-benar ingin melawan?" tanyanya, suara penuh amarah. "Kamu ingin menghentikan takdir yang sudah tertulis?"
"Takdirku bukan milikmu," jawab Kael. "Takdirku adalah milik kami—kami yang memilih untuk melawan. Kami akan bertarung untuk dunia ini, untuk kehidupan yang kami pilih."
Kael mengangkat pedangnya, dan dengan gerakan cepat, dia menyerang. Energi dari pedangnya berkilau dengan cahaya yang menentang kegelapan, dan Kael merasakan kekuatan yang luar biasa mengalir di dalam dirinya. Dia tahu, meskipun itu adalah perjuangan yang berat, ini adalah pertarungan yang harus dia menangkan.
Makhluk itu dengan cepat menggerakkan tangannya, menciptakan gelombang energi gelap yang besar, mencoba untuk menghancurkan Kael dan timnya. Namun, Kael tidak mundur. Dengan kecepatan luar biasa, dia menghindari serangan itu, memotong energi gelap yang datang ke arahnya dengan pedangnya.
"Jangan biarkan dirimu tertipu oleh kegelapan ini!" teriak Aria, seraya melompat ke depan untuk membantu Kael.
Tim Kael bekerja sama dengan sangat rapat, menyerang dengan koordinasi yang luar biasa. Masing-masing anggota tim memiliki kekuatan dan kemampuan unik mereka, dan bersama-sama, mereka mulai mengimbangi kekuatan gelap yang sangat besar itu.
"Ini baru permulaan," Kael berpikir dalam hati. "Kami akan melawan sampai akhir."
Dengan semangat yang tak tergoyahkan, mereka melanjutkan pertarungan mereka, menghadapi makhluk penjaga kegelapan yang lebih tua dengan tekad dan keberanian yang tak tergoyahkan. Mereka tahu bahwa hanya dengan bersatu mereka bisa mengalahkan ancaman yang lebih besar ini, dan mereka tidak akan mundur—karena dunia yang mereka cintai bergantung pada kemenangan mereka.