Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Dicampakkan
Fort menyusuri jalan setapak, wajahnya penuh kerutan dan tangan diselipkan di saku celana pendeknya. Ia menendang-nendang kerikil kecil di sepanjang jalan, terlihat seperti anak kecil yang ngambek.
‘’Kenapa dia menghindariku terus? Apa aku terlalu bersemangat? Tapi aku hanya ingin bekerja dengan baik! Dan oke, mungkin... sedikit bertemu dengannya,’’ gumam Fort pada dirinya sendiri.
Seorang penduduk lokal yang sedang memancing melihat Fort dan menyapanya hangat.
‘’Hei, Fort! Apa kabar? Lama tak terlihat bersama wanita cantikmu itu.’’
Fort mendengus. ‘’Tidak ada urusanmu. Dan dia bukan wanita cantikku.’’
Si pemancing tertawa terbahak-bahak. ‘’Hahaha, iya, iya. Tapi dia cantik, ya? Kau harus berusaha lebih keras, Fort. Jangan sampai dia bosan dan lari ke pria lain.’’
Fort melotot, mulutnya hampir terbuka untuk membalas, tetapi ia memilih untuk mendengus keras dan berjalan pergi dengan langkah berat.
‘’Dasar orang tua cerewet,’’ gumamnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
......................
Saat melewati pasar kecil di tengah pulau, seorang pedagang buah memanggil Fort sambil melambai-lambaikan seikat pisang.
‘’Fort! Kau mau beli pisang? Mungkin bisa kau berikan untuk kekasihmu itu, supaya dia tidak bosan padamu.’’
Fort berhenti dan menatap pedagang itu dengan tatapan tajam. ‘’Dia bukan kekasihku! Dan aku tidak mau pisangmu!’’
Beberapa orang yang mendengar tertawa kecil.
Salah satu wanita paruh baya yang sedang memilih sayur ikut menggoda.
‘’Oh, Fort. Jangan marah. Kalau dia benar-benar bosan padamu, mungkin kau harus lebih kreatif. Coba beri kejutan atau nyanyikan lagu cinta.’’
Fort menggelengkan kepala dan mengangkat tangan.
‘’Aku sudah cukup mendengar omongan kalian hari ini!’’ serunya sambil berjalan cepat meninggalkan pasar.
Ia hampir menabrak seorang anak kecil yang membawa keranjang, tapi anak itu malah tertawa dan berkata, ‘’Kak Fort dicampakkan ya? Kasihan sekali.’’
Fort hampir tersedak mendengar komentar polos itu. Ia memegangi dadanya, mencoba menenangkan dirinya.
‘’Kenapa semua orang sangat menyebalkan hari ini?’’ desahnya sambil melanjutkan langkahnya dengan lebih cepat.
......................
Fort akhirnya tiba di pantai yang sepi, tempat biasa ia bersantai. Ia duduk di atas pasir sambil memandang laut, masih dengan ekspresi kesal. Ia mengacak rambutnya sendiri. ‘’Kenapa semua orang pikir aku dicampakkan? Aku hanya memberinya ruang, oke? Aku tidak akan mengganggu kalau dia butuh waktu!’’
Ia mengingat kembali komentar penduduk tadi. ‘’Mencari pria lain yang lebih memuaskannya? Apa-apaan itu? Mereka tidak tahu apa-apa tentang kami! Lagipula, tidak ada yang bisa memandu pulau ini lebih baik dariku!’’
Fort melipat tangan di dadanya dan mendesah panjang. Tapi di balik segala omelannya, ia tahu satu hal yang tidak bisa ia bantah, ia merindukan Peat.
......................
Saat malam mulai menyelimuti pulau, Fort masih terduduk di atas pasir pantai yang dingin. Suara ombak menjadi teman satu-satunya. Ia menatap laut dengan ekspresi bingung, masih bergulat dengan pikirannya tentang Peat.
Ia menghela nafas hingga memutuskan untuk pulang. Begitu, ia berbalik Boss sudah berdiri dengan tangan menyilang, dagunya diangkat seperti detektif besar yang sedang memikirkan kasus rumit.
Boss dengan gaya dramatis, bergumam pelan. ‘’Akhirnya... semua potongan teka-teki ini mulai masuk akal. Kalender, pembicaraan rahasia, dan ekspresi penuh emosi itu...’’
Fort memutar bola matanya merasa lelah dan memilih berlalu pergi.
‘’Tunggu, Kak! Aku tahu kenapa Kak Peat melihat kalender itu!’’
Fort menghentikan langkahnya, setengah berbalik dengan wajah skeptis. ‘’Kalau ini hanya lelucon lagi, aku benar-benar akan—‘’
‘’Dia pergi hari ini. Aku dengar sendiri, dia dan Kak Lisa bicara. Kapalnya sudah berangkat beberapa jam lalu.’’
Mata Fort melebar seketika. Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, ia langsung berlari menuju resort Peat.