DASAR MANDUL!
6 tahun sudah, Hanabi Lyxia harus mendengarkan kalimat tak menyenangkan itu dikarenakan ia belum bisa memberikan keturunan.
Kalimat sumbang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Meskipun begitu, Hana merasa beruntung karena ia memiliki suami yang selalu dapat menenangkan hatinya. Setia, lembut bertutur kata dan siap membela saat ia di bully mertuanya.
Namun, siapa sangka? Ombak besar tiba-tiba menerjang biduk rumah tangga nya. Membuat Hana harus melewati seluruh tekanan dengan air mata.
Hana berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya yang kerap dikatai mandul.
Dapatkah wanita itu membuktikan bahwa ia bukanlah seorang wanita mandul?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM18
"Ke mana aja kamu semalam? Gak pulang-pulang!" Damar mendekati Hana yang tengah berbaring di kamar.
Melihat kedatangan Damar, Hana bangkit dan duduk di atas ranjang. Wanita itu menatap malas sang suami.
"Rumah teman ku," jawab Hana singkat.
"Siapa? Monica? Mas lihat di feed instagram nya, dia sedang di luar kota. Teman kamu yang mana?" Damar menelisik dengan tatapan.
"Kenapa nanya-nanya temen ku yang mana? Mau ngegoda? Seperti kamu menggoda sahabat baik ku, Monica?" sindir Hana dengan ujung bibirnya yang terangkat satu.
Damar terdiam, menarik napas dalam-dalam. Pria itu duduk di tepi ranjang, menatap manik sang istri lekat.
"Kamu kok ngomongnya begitu sih, Yank? Mas nanya baik-baik loh. Wajar kan Mas bertanya? Kamu itu masih istri Mas loh, kamu nerobos gelapnya malam sendirian dan gak pulang? Mas khawatir, Yank."
"PRET!!" cibir Hana.
Wanita cantik itu nyaris muntah mendengar kalimat menye-menye dari sang suami.
"Sayang, kok gitu sih ...?"
Damar membelai lembut rambut Hana, akan tetapi, Hana menepis dengan kasar.
Damar menghela nafas panjang melihat tangannya di tepis oleh sang istri, hatinya jelas kecewa. Namun, ia hanya bisa diam, tak ingin mempermasalahkan sikap Hana. Ia tak mau Hana naik pitam dan kabur lagi dari rumah. Apalagi, jika harus ditambah dengan adegan baku hantam pada biji menyan. Membayangkan nya saja, sudah membuat pria itu meringis.
"Udah deh, aku capek, mau istirahat. Mending kamu berkunjung ke kamar istri mu yang lain," saran Hana ketus.
Damar kembali menghela nafas panjang, lalu beranjak berdiri.
"Ya sudah, Mas temanin Tuti dulu ya, Yank."
Tak ada jawaban dari Hana, wanita itu memilih bersandar pada dipan sambil memejamkan mata. Hana, tengah fokus menunggu adik madunya.
Damar tersenyum hambar, ia melangkah menuju pintu.
BRAK!!
Tuti berdiri di ambang pintu, raut wajahnya gusar.
"Apa-apaan sih kamu, Tut? Banting-banting pintu segala. Emang gak bisa masuk ke sini baik-baik?!" tegur Damar tak senang, pria itu nyaris tergencet pintu.
"GAK BISA!" teriak Tuti.
'Akh, akhirnya, aku nyaris bosan menunggu.' Hana membatin dengan wajah tenang.
"MBAK HANA!" teriak Tuti lagi. "APA YA MAKSUDNYA SEMUA INI?!"
Tuti melempar segala jenis pakaian miliknya ke atas lantai.
"MBAK TUH SAKIT JIWA YA? MBAK TAU GAK SIH? INI TUH KRIMINAL!"
"Ada apa sih, Tut? Jangan teriak-teriak lah, malu di dengar orang!" Damar menatap tajam.
"Ada apa? Mas lihat dong ini, lihat ulah istri mandul mu itu, Mas. LIHAT!" Tuti menunjuk pakaian yang berserakan, suaranya bergetar, nyaris ia menangis.
Damar memeriksa pakaian-pakaian yang di maksud, satu persatu. Bibir Damar menganga lebar, sebenarnya ia ingin tertawa, tapi, ia memilih untuk menahan.
"Hana Sayang, benar ini ulah mu?" tanya Damar lembut.
Damar menunjukkan beberapa beha dan pakaian kerja milik Tuti yang bolong di bagian buah dada, begitupun juga dengan pakaian tidur yang nyaris tak berbentuk. Damar juga menunjukkan celana dalam seamless milik Tuti yang sudah di sulap Hana menjadi rumbai-rumbai, nyaris seperti seperti penutup kelamin di suku pedalaman.
Hana melirik dan menggigit ujung bibirnya, berusaha menahan tawa. "Iya, itu ulah ku, kenapa?"
Hana melemparkan tatapan sinisnya pada Tuti. Adik madunya itu pun tak kalah sinis menatapnya dan semakin menggeram.
"Dasar sialan! Sini kau, Mandul! Kau iri padaku kan?! Dasar sialan!" Tuti maju selangkah, ingin menyerang Hana. Namun, aksinya gagal, karena damar mencekal kedua lengannya.
Yang hampir di serang, malah tertawa terbahak-bahak. "Aku? Iri pada mu? Memangnya dari dirimu, ada yang bisa membuat ku iri?"
"Karena aku bisa mengandung, sedangkan kau gak mampu, Mbak!" Tuti tertawa remeh.
"Oh ya, apa kau yakin anak yang ada dalam kandungan mu itu, anak Mas Damar?" Hana tersenyum simpul.
"T-tentu saja aku yakin!" bentak Tuti.
Hana kembali tertawa, wajahnya kentara mengejek. Membuat Tuti kembali mencak-mencak. Damar sampai kualahan menahan Tuti yang ingin menerkam.
Damar menatap Hana dengan sorot mata lelah. "Sayang, kenapa kamu kekanak-kanakan seperti ini? Kamu cemburu? Tadi malam Mas gak ngapa-ngapain kok sama Tuti. Mas nungguin kamu pulang semalaman."
Hana terkekeh. "Kekanak-kanakan? Cemburu? Maaf, Mas, aku gak punya waktu untuk bermenye-menye. Perbuatan ku ini semata-mata hanya sebagai peringatan untuk Tuti."
"Peringatan?" Damar mengernyit heran.
"Ya, peringatan untuk istri baru mu supaya gak lancang masuk ke kamar ku, mengacak-acak pakaian ku dan lancang menggunakan produk-produk perawatan kulit ku, tanpa SEIZIN KU." Hana menekan kalimatnya.
Kening Damar semakin berkerut, ia menatap Tuti. "Benar begitu, Tuti?"
Tuti gelagapan. "Bohong! Ngapain aku begitu, Mas?!"
"Jadi, menurutmu aku yang berbohong? Dengar ya, Tuti. Perbuatan ku ini merupakan peringatan pertama sekaligus terakhir untuk mu, hari ini semua pakaian mu ku buat robek tak bersisa, but next? Akan ku robek kulit mu jika kau masih berani menyentuh milik ku!" sinis Hana.
Tuti menghentakkan kaki, lalu melangkah pergi. Meninggalkan Hana dan Damar, dengan membawa seluruh amarah yang tak membuahkan hasil.
Damar juga melangkah pergi, menyusul Tuti. Setibanya di kamar, Damar menarik kasar pergelangan tangan Tuti.
"Apa sih, Mas. Sakit tau gak?!" rengek Tuti.
"Kamu yang apa-apaan, Tut? Kenapa kamu berbuat seperti itu pada Mbak mu?" Alis mata Damar menukik tajam.
"Astagaaaa, jadi kamu lebih percaya Mbak Hana ketimbang aku, Mas?!"
"Oh, jelas! Karena Hana bukan tipe orang yang akan bermain drama murahan seperti ini!" bentak Damar.
Tuti terhenyak, hati nya mendadak retak. "Mas, kamu kenapa sih kalau ngomong sama Mbak Hana lembuuuut banget. Tapi, kalau ngomong sama aku? Kasar banget! Kamu juga selalu manggil Mbak Hana dengan sebutan sayang, tapi, aku? TUT, TUT, TUT!!! KAMU PIKIR AKU KERETA API? HAH?!"
Damar memutar malas bola matanya. "Sudahlah, jangan merembet-rembet ke yang lain!"
"OH GAK BISA! MAS, AKU INI JUGA ISTRI MU! ISTRI YANG TENGAH MENGANDUNG ANAKMU. GAK BISA YA, KAMU MEMPERLAKUKAN AKU SEPERTI KAMU MEMPERLAKUKAN MBAK HANA?!" air mata Tuti berderai-derai.
"Gak bisa, gak akan pernah bisa!" jawab Damar ketus.
Tuti menarik nafas sedalam-dalamnya.
"Kenapa, Mas? Kenapa gak bisa?! Hah?!"
*
*
*
Naik kereta api,
TUT....
TUT....
TUT....
☺
😂
😭
Reader's, masih ada kah yang penasaran? Jangan lupa klik permintaan update ya 🫂
lagi seru2nta cerita abis.
ditunggu up doblenya ya thot
Wahhh....seru nihhh....bkln rme lg kya'nya,scra yg gila rbut sm yg gila jg....