Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Nyaman Seperti Ini
Widya mengambil ponselnya, dia menghubungi seseorang yang dipercaya dapat menyelamatkannya, dia adalah kekasih Widya.
Para preman yang berhasil dikalahkan oleh Melati juga Junaidi mencoba melarikan diri, dengan tertatih keduanya saling membantu, mereka terseok-seok pergi dari lorong gelap itu.
Tapi, Junaidi tak mengizinkan mereka pergi, dia melemparkan tongkat baseball milik suami Sri dan mengenai punggung mereka membuat mereka tersungkur. Dengan kaki pincangnya sekarang Junaidi berjalan ke arah mereka, dia bertanya pada pria tua yang sedang memeluk istrinya. "Ada tali?"
"Ada," jawabnya, dia pun menunjukkan dimana letak tali tambang tersebut.
Sekarang, mereka semua sudah terikat kecuali suster-suster yang ingin melarikan diri. Tapi, tidak semudah itu, Melati yang masih berada di dalam tubuh Moza itu tak mengizinkan mereka pergi begitu saja. Dia menghalangi jalan mereka dengan pisau di dua tangannya.
"Kami hanya disuruh, kamu cari ibumu kan? Dia ada di ruangan khusus di lantai atas," ucap seorang suster yang sempat bertemu Moza siang tadi.
"Sekarang, kalian ikat diri kalian masing-masing atau pisau ini akan menguliti kalian!" bentak Moza.
Melihat preman saja bisa dikalahkan apalagi mereka, begitu lah pikirnya dan sekarang, mereka sudah dalam keadaan terikat.
Sekarang, Junaidi mengawasi mereka, sementara Melati membawa Moza ke ruangan Suster Dina. Sesampainya di rungan itu, Melati kesulitan keluar dari tubuh gadis remaja tersebut.
"Sial, kenapa aku nggak bisa keluar." Melati kebingungan, mungkin karena kekuatan di rumah tua itu melemah membuatnya tak bisa keluar dari tubuh itu.
Singkat cerita, kekasih Widya datang dengan membawa polisi dan mereka semua dibekuk. Sekarang, kabar hilang mulai ditemukan, ada beberapa dari mereka yang ternyata menjadi tumbal Sri, ada juga yang sudah meninggal.
Kasus selesai.
Suster Dina tak berhenti menangis, dia masih ketakutan dan trauma karena harus menyu-sui tuyul dan Moza yang berada dalam kendali Melati itu hanya bisa memeluknya dan berpura-pura menjadi putrinya yang sesungguhnya.
Sebelum pulang ke rumahnya, Dina mengucapkan terima kasih pada Junaidi dan Widya. Saat itu Melati merasa sangat cemburu karena setiap kerja kerasnya tak ada satupun yang berterima kasih padanya.
Lalu, Dina mengusap pipi sang putri. "Terima kasih sudah selamatkan ibu," ucapnya dengan lirih membuat Melati merasakan kehangatan itu, merasa dihargai usaha kerasnya.
Sementara itu, Junaidi terus menatap Moza, dia sebenarnya ingin bertanya kenapa Melati masih belum kembali. Tapi, Dina salah mengartikan, dia ngira kalau Junaidi menyukai putrinya yang manis. Dia pun mengajak Moza menghampiri Junaidi yang sedang diobati lukanya oleh suster ambulan.
"Setelah ini, saya akan langsung pulang, saya menunggu Melati," ucap Junaidi pada Dina dan Moza membuat wanita berbadan sintal itu mengetahui kalau sudah ada wanita yang dicintainya.
****
Pagi sudah datang, Marni yang khawatir dengan putranya itu membuka pintu kamar kos dan betapa terkejutnya dia saat melihat sang putra yang pincang.
"Astaghfirullah, kamu kenapa, Nak?" tanya Marni seraya membantu sang putra untuk masuk ke kamar.
Junaidi yang masih pincang itu segera duduk di sofa panjang, dia menjawab kalau dirinya terluka saat bekerja. Namun, kali ini dia tidak mendapatkan uang, dia melakukan ini untuk rasa kemanusiaannya.
Hana yang membeli sarapan itu kembali bersama Rumi, melihat apa yang terjadi pada kakaknya membuat Hana ikut merasa cemas. "Mas Juna, kenapa, Mas?" Hana segera meletakkan tentengannya ke meja, dia pun menghampiri sang kaka.
Tapi, Junaidi yang tak mau membuat mereka khawatir hanya menjawab kecelakaan. Sementara Rumi, dia menatap datar sahabatnya, mereka pun saling tatap.
Junaidi bicara dalam hati, berharap kalau Rumi tidak akan memberitahu yang sebenarnya pada Marni dan Hana.
"Cepet sembuh, gua berangkat dulu," kata Rumi yang kemudian keluar dari kos. Melihat mereka saling menatap membuat Marni bertanya-tanya dalam hati.
"Ibu mau buang sampah dulu, sekalian beli ateh hangat," kata wanita berdaster itu yang sebenarnya mengejar Rumi.
"Nak Rumi, tunggu sebentar," panggil Marni dari belakang.
Pria berkemeja krem itu menoleh. "Iya, Bu. Ada apa?" tanya Rumi.
"Ibu tau, kamu tau sesuatu tentang Junaidi, kan?" tanya Marni, dia menatap lekat pria yang menunduk itu.
"Kalau kamu jujur, mungkin bisa jadi pertimbangan ibu, kamu suka sama Hana, kan?" Marni bertanya dan pertanyaan itu berhasil membuat Rumi terlena.
Sekarang, Rumi dan Marni berjalan beriringan dengan santai. Mereka pergi ke warung makan terdekat dan saat itu juga, Rumi menceritakan semuanya tentang Junaidi yang bekerja sebagai pengusir hantu dibantu oleh teman hantunya.
"Apa?" Marni tak percaya kalau Junaidi berteman dengan hantu.
"Bukan cuma berteman, Bu. Tapi, Juna juga pacaran sama hantu perempuan itu," lanjut Rumi, dia menjelaskan sejelas-jelasnya.
Marni yang terkejut itu hampir terhuyung, dia hilang keseimbangan. Dengan sigap, Rumi membantu wanita itu untuk duduk di tepi jalan, mereka duduk di trotoar.
Melihat calon mertuanya yang bersedih hati membuat Rumi menghiburnya, dia juga mengusulkan untuk membawa Junaidi ke rumah ruqyah.
"Ya, kita harus cepat, sebelum terlambat. Ibu nggak mau ini kejadian, ibu takut Juna diculik dan dibawa ke alam hantu itu, Nak Rumi!" tukas Marni. Tapi, yang menjadi pr nya adalah, apakah Junaidi akan setuju?
Setelah mendapatkan teh hangat, Marni kembali ke kos, dia menatap Junaidi yang sedang berbaring di sofa, menutupi matanya menggunakan lengannya. Dia pun membiarkan Junaidi untuk istirahat lebih dulu.
****
Sementara itu, Melati yang masih terperangkap di dalam tubuh Moza itu sedikit kebingungan. Pasalnya, sampai sekarang dia belum juga bisa keluar dari tubuh gadis itu.
"Nak," panggil Dina dengan suara lirihnya.
Moza yang sedang duduk di kursi meja belajarnya itu menoleh, dia diam tanpa ekspresi membuat Dina merasa putrinya sedikit berbeda.
"Ayo makan dulu!" ajak Dina yang mengajak sang putri ke meja makan dan Moza menjawab dengan mengangguk.
"Sebaiknya, aku begini dulu, nanti aku tanyakan sama Abang, siapa tau dia punya solusi," Melati bicara dalam hati.
Melihat mie ayam di meja makan membuat Melati ingin segera menyantapnya, pasalnya sudah lama sekali lidahnya tak merasakan nikmatnya makanan itu. "Bu, aku laper banget," ucapnya dan hampir saja air liurnya itu keluar dari mulut, dengan segera Melati mengusap bibirnya.
"Hehe, ayo makan, Bu." Melati langsung duduk, dia mengambil sumpit di tempat sendok juga garpu berada, dia makan dengan lahapnya.
"Anak ibu sampai lupa berdoa," celetuk Dina dan Moza yang sedang mengunyah mie ayam itu menoleh, dia tersenyum dan mengangkat dia tangannya untuk berdoa.
Selesai dengan itu, mereka melanjutkan makannya. Merasa diperhatikan membuat Melati bertanya. "Kenapa, Bu?"
"Sejak kapan kamu bisa pakai sumpit?" tanyanya, dia mengusap pucuk rambut tebal sang putri.
"Belum lama ini, Melati, Eh, Moza selalu ingin belajar," jawabnya, dia mengangguk dan sekarang, Melati mulai merasa nyaman berada di tubuh Moza.
"Moza, maafkan aku, aku nyaman di sini, ini semua bukan salahku! Sungguh, aku minta maaf!" ucapnya dalam hati.
biasa ngk tuhh si aki.. tutup mata batinnyaa