Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Rahasia yang Tersembunyi
Kembali ke Desa Misterius
Setelah berhasil mendapatkan kunci emas dari Gunung Mawar, Raka, Amara, dan Arjuna memutuskan kembali ke desa kecil di kaki gunung untuk beristirahat. Udara dingin malam itu terasa menenangkan, namun ada ketegangan yang menggantung di antara mereka.
“Bunga itu berubah menjadi kunci,” ujar Amara, memandangi benda kecil di tangannya yang kini bersinar redup. “Apa sebenarnya yang kita hadapi, Arjuna?”
Arjuna, yang sejak tadi tampak tenggelam dalam pikirannya, akhirnya berkata, “Ini bukan sekadar pencarian artefak kuno. Kita sedang menghadapi sesuatu yang jauh lebih besar. Kunci itu bukan hanya simbol. Ia adalah bagian dari sesuatu yang bisa mengubah tatanan dunia ini.”
Raka menatap Arjuna dengan cermat. “Kau tahu lebih banyak daripada yang kau katakan, bukan?”
Arjuna menghela napas. “Aku tidak tahu semuanya. Tapi aku tahu cukup banyak untuk memahami bahwa ini bukan perjalanan biasa.”
---
Peringatan dari Penjaga Desa
Di desa, mereka kembali bertemu dengan pria tua yang sebelumnya memperingatkan mereka tentang Gunung Mawar. Pria itu tampak duduk di teras rumahnya, menunggu mereka dengan wajah serius.
“Kalian berhasil,” katanya tanpa basa-basi. “Tapi itu hanya langkah pertama. Apa yang kalian cari akan membawa lebih banyak bahaya daripada yang kalian bayangkan.”
“Kami siap menghadapi apa pun,” jawab Raka tegas.
Pria itu mengangguk pelan. “Aku percaya pada niat kalian. Tapi hati-hati, karena banyak pihak yang tidak ingin kalian berhasil. Mereka akan melakukan segalanya untuk menghentikan kalian.”
“Siapa mereka?” tanya Amara.
Pria tua itu hanya tersenyum samar. “Waktu akan memberi kalian jawaban.”
Sebelum mereka pergi, pria itu memberi mereka sebuah peta kecil. “Ini akan membantu kalian menuju Laut Selatan. Tapi ingat, perjalanan ke sana penuh dengan rintangan.”
---
Kabar Buruk di Perjalanan
Keesokan paginya, mereka melanjutkan perjalanan dengan perasaan waspada. Peta yang diberikan membawa mereka melewati jalan-jalan hutan yang lebat dan berbatu. Di tengah perjalanan, mereka mendengar suara langkah berat dari balik pepohonan.
“Diam!” bisik Arjuna sambil mengangkat tangannya untuk memberi isyarat berhenti.
Mereka semua berjongkok, menyembunyikan diri di balik semak-semak. Dari kejauhan, mereka melihat sekelompok pria berbadan kekar dengan senjata lengkap sedang berjalan menyusuri jalan setapak yang sama.
“Siapa mereka?” tanya Amara pelan.
“Orang-orang yang tidak ingin kita berhasil,” jawab Arjuna. “Mereka dari organisasi yang sudah lama mengincar kekuatan kunci ini.”
Kelompok itu berhenti di tempat mereka bersembunyi, membuat jantung Raka berdegup kencang. Salah satu dari mereka, yang tampak seperti pemimpin, berbicara dengan nada rendah namun tegas.
“Mereka pasti menuju Laut Selatan. Kita harus menemui mereka sebelum mereka mendapatkan kunci berikutnya.”
Arjuna memberikan isyarat kepada Raka dan Amara untuk mundur perlahan. Mereka bergerak dengan hati-hati, memastikan tidak membuat suara yang bisa menarik perhatian.
Namun, saat mereka hampir mencapai jarak aman, sebuah ranting patah di bawah kaki Amara. Suara itu langsung menarik perhatian kelompok tersebut.
“Mereka di sini!” teriak salah satu pria.
---
Kejaran di Hutan
Raka, Amara, dan Arjuna segera berlari secepat mungkin melalui hutan. Suara langkah kaki dan teriakan pengejar mereka semakin mendekat.
“Cepat ke arah sungai!” seru Arjuna sambil menunjuk ke arah suara aliran air.
Mereka berlari menuju sungai yang tampak deras dan berbatu. Tanpa ragu, Arjuna melompat ke air, diikuti oleh Raka dan Amara. Aliran sungai membawa mereka menjauh dari para pengejar, tetapi juga membuat mereka kehilangan kendali atas arah perjalanan.
Setelah beberapa menit terombang-ambing, mereka akhirnya mencapai tepi sungai yang cukup tenang. Nafas mereka tersengal-sengal, tetapi setidaknya mereka selamat untuk sementara.
“Kita tidak bisa terus seperti ini,” ujar Amara. “Mereka akan terus mengejar kita.”
Arjuna mengangguk. “Kita harus menemukan tempat berlindung sebelum malam tiba.”
---
Gua Tersembunyi
Di tengah perjalanan mencari tempat perlindungan, mereka menemukan sebuah gua yang tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan. Gua itu tampak seperti tempat yang tidak tersentuh oleh manusia selama ratusan tahun.
Saat mereka memasuki gua, mereka menemukan ukiran-ukiran kuno di dindingnya, menggambarkan sosok-sosok manusia yang tampak seperti sedang berdoa di depan sebuah altar.
“Apa tempat ini?” tanya Amara sambil mengamati ukiran itu.
“Ini adalah salah satu tempat suci dari zaman kuno,” jawab Arjuna. “Mungkin di sinilah orang-orang dahulu menyimpan rahasia mereka.”
Di tengah gua, mereka menemukan sebuah altar kecil dengan kotak kayu yang tampak usang. Raka membuka kotak itu dengan hati-hati, dan di dalamnya ia menemukan selembar kain tua yang penuh dengan tulisan kuno.
“Apa ini?” tanya Raka.
Arjuna memeriksa kain itu dan berkata, “Ini adalah petunjuk untuk kunci berikutnya. Tapi ini juga peringatan. Hanya mereka yang bisa mengendalikan hati dan pikirannya yang bisa melanjutkan perjalanan.”
---
Serangan Mendadak
Saat mereka sedang memeriksa isi kotak tersebut, suara langkah kaki kembali terdengar di luar gua.
“Mereka menemukan kita!” seru Amara.
Raka dengan cepat menyembunyikan kotak itu di balik altar, sementara Arjuna bersiap menghadapi apa pun yang datang.
Kelompok pria bersenjata itu memasuki gua dengan mata penuh kebencian. Pemimpin mereka melangkah maju sambil berkata, “Serahkan apa yang kalian temukan, dan kami mungkin akan membiarkan kalian hidup.”
“Terlalu banyak yang dipertaruhkan untuk menyerah sekarang,” jawab Raka sambil mengepalkan tinjunya.
Pertarungan sengit pun terjadi. Meskipun mereka kalah jumlah, Raka, Amara, dan Arjuna menggunakan kecerdikan mereka untuk mengalahkan beberapa musuh. Namun, situasi semakin memburuk ketika salah satu dari mereka berhasil merebut kotak kayu tersebut.
“Kunci ini milik kami sekarang,” ujar pemimpin kelompok itu sambil tertawa.
Namun, sebelum ia bisa melangkah keluar dari gua, tanah di sekitar altar mulai bergetar. Cahaya terang muncul dari ukiran-ukiran di dinding, membuat semua orang terpaku di tempat.
Dari tengah altar, muncul sosok cahaya yang tampak seperti penjaga kuno. Dengan suara yang bergema di seluruh gua, ia berkata, “Hanya mereka yang layak yang bisa membawa rahasia ini.”
Sosok itu mengangkat tangannya, dan para penyerang langsung terhempas keluar dari gua oleh kekuatan tak terlihat.
---
Kesadaran Baru
Setelah situasi kembali tenang, sosok cahaya itu menghilang, meninggalkan ketiganya dalam keheningan.
“Kunci ini lebih dari sekadar benda,” kata Amara pelan. “Ia memiliki kehendak sendiri.”
Arjuna mengangguk. “Dan sekarang kita tahu, perjalanan ini tidak hanya menguji kekuatan kita, tetapi juga hati kita.”
Dengan semangat baru, mereka meninggalkan gua, siap melanjutkan perjalanan menuju Laut Selatan, meskipun bahaya semakin dekat.
---
Akhir Bab 7
Bab ini mengungkapkan lebih banyak tentang ancaman yang dihadapi Raka, Amara, dan Arjuna, serta memperkenalkan elemen supranatural yang memperkuat misteri perjalanan mereka.