Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengatakan Sebenarnya Pada Max
"Aku rasa sudah lama Rila tidak pergi menemuimu." ujar Sandy di sela makan siang mereka. Saat ini bersama Max sedang berada di restoran yang letaknya tidak jauh dari kantor.
Sandy sudah hafal kapan jadwal Rila datang menemui mereka, ah tepatnya menemui Max, pujaan hati gadis itu. Namun setelah terakhir pertemuan mereka di ruangan milik Max, gadis itu sudah tidak muncul lagi. Entah apa penyebabnya, yang jelas tidak mungkin seorang Rila menyerah begitu saja karena penolakan Max.
"Biarkan saja, aku senang damai seperti ini. Dia terlalu berisik, mengganggu ketenanganku saja." jawab Max seakan tidak peduli. "Atau kau yang merindukannya?" tanya Max balik bertanya. "Aku tidak masalah jikau menyukai Rila. Asal jangan sampai membuat keributan di kantorku saja."
"Jika boleh jujur, aku sedikit tertarik dengannya. Namun kami tidak akan cocok, latar belakang keluarga kami berbeda. Aku tidak kuat harus mengimbangi gaya hidup anak pengusaha besar." balas Sandy dengan bercanda.
"Uangmu juga melimpah, jangan bersikap layaknya orang tidak punya. Keluargamu juga bukan orang sembarangan, Sandy." ujar Max meladeni candaan pria itu.
Sandy memicingkan mata saat melihat gadis yang cukup familiar itu berjalan mendekati mereka. "Ternyata hari ini kita bertemu dengannya, Max." ungkap Sandy membuat Max ikut melihat arah pandang pria itu.
Kaos oblong, celana panjang, rambut di cepol tinggi dan kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya. Rila tersenyum melambaikan tangan dan duduk di samping Max.
"Halo sayang, lama tidak bertemu. Kau semakin tampan saja." sapa Rila sambil mengedipkan mata pada Max.
"Kau, kenapa muncul lagi? Sudah bagus dalam waktu cukup lama aku tidak bertemu denganmu." ujar Max merasa risih dengan kegenitan gadis ini. Max akui, Rila memang sangat cantik dan pemberani. Sebagai pria normal tentu saja dia bisa dengan mudah tertarik dengan gadis ini. Namun beberapa hal menjadi alasan dia tidak menyukai Rila, mungkin salah satunya karena dia adik dari Rico.
"Padahal aku sangat merindukanmu. Ah baiklah tidak masalah." kata Rila mulai mengganti nada terlihat serius membuat Max dan Sandy merasa aneh.
Rila mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam, di letakkan di meja. "Temui aku pada alamat yang tertera, ini juga kartu akses masuknya. Tentang kematian Maldevi, aku memiliki informasi yang kalian cari."
Belum sempat Max dan Sandy mengatakan apa pu, Rila segera bangkit dan melangkah pergi. Ini menunjukkan gadis itu tidak menerima penolakan.
"Dia tahu tentang Maldevi. Bagaimana bisa? Apa Rico yang memberitahunya?" tanya Max menatap Sandy.
"Entah tapi aku tidak yakin Rico yang memberitahu. Kita sudah sepakat menutup ini rapat dari orang lain." jawab Sandy masih mencoba berpikir positif.
"Apa tujuannya? Dia ikut campur masalahku." Max merasa tidak terima jika Rila mengulik masa lalunya, apalagi tentang Maldevi. Tapi jika Rila benar tahu tentang informasi yang mereka cari, Max akui gadis itu sangat pintar.
**
Rila sudah menyiapkan semua sebaik mungkin. Meskipun masalah ini belum 100% terkumpul informasi, tapi setidaknya dia tahu pihak mana yang terlibat dan mungkin Max juga tahu beberapa informasi lain. Jika di kumpulkan bisa jadi semua akan selesai dalam waktu dekat. Firasatnya mengatakan jika akan ada sesuatu terjadi sehingga dia tidak bisa menunda untuk memberitahu Max.
"Kondisi mereka mulai membaik, dokter sudah memindahkan mereka ke ruangan yang sudah kita siapkan. Aku sudah menempatkan beberapa orang berjaga disana." Lapor Zee lewat sambungan telepon.
"Syukurlah, lalu bagaimana dengan laporan kepada pihak polisi? Apakah sudah di urus?" tanya Rila sembari menyetir mobil.
"Aku sudah menyiapkan berkas untuk membuat laporan namun setelah aku selidiki, pihak kepolisan juga terlibat dengan kasus ini. Mungkin kita harus mencari orang lain yang lebih berpengaruh." jawaban Zee membuat Rila berdecih kesal. Hukum di negeri ini sangat menjijikan.
"Baik untuk sementara tunda dulu laporan. Cukup pastikan jika lokasi masih dalam pengawasan kita, jangan biarkan ini semua tercium oleh orang lain." ujar Rila sembari memikirkan rencana lain.
**
Kembali pada Max yang menatap kartu hitam di tangannya. Hotel A3, lantai 8, ruang mawar.
"Kenapa harus di hotel. Sangat mencurigakan." ucap Max membuat Sandy yang tengah memeriksa berkas menoleh.
"Ikuti saja perintah gadis itu, aku yakin semua yang dia lakukan memiliki alasan kuat. Kau tahu sendiri bagaimana latar belakang keluarganya, juga Rila bukan gadis sembarangan. Otaknya berfungsi dengan baik. Terlepas kau tidak menyukainya tapi selagi apa yang di lakukan tidak merugikanmu ya sudah sambut dia dengan baik. Aku bicara seperti ini bukan berarti memaksamu untuk menerimanya. Cukup hargai apa yang di lakukan." Sandy tidak mau Max terus berprasangka buruk pada Rila. Menurutnya, terlepas dari sikap Rila yang bisa dibilang lancang mencari tahu tentang kehidupan Max, tapi apa yang di lakukan gadis itu bukan sesuatu yang membahayakan.
"Aku paham, hanya saja kenapa dia bertindak sejauh ini?" Max tahu jika jatuh cinta membuat orang bisa melakukan apa pun. Tapi Rila, gadis itu ternyata tahu jika Maldevi meninggal bukan hanya kecelakaan biasa. Berarti secara tidak langsung dia tahu ada yang tidak beras dengan peristiwa itu.
**
Hotel A3 merupakan salah satu hotel milik Anjar, suadara sepupu Alfi, ayah Rila. Sejak sore Rila sudah tiba di hotel ini, memilih istirahat sebentar karena sudah beberapa hari dirinya kurang istirahat.
Tepat pukul 7 malam, baik Rila, Max dan Sandy sudah berada di sebuah ruangan yang sepertinya biasa digunakan untuk pertemuan bisnis.
"Sebelumnya terima kasih sudah mau datang, tandanya kalian bisa mempercayaiku." Rila mengawali obrolan lebih dulu, malam ini dia terlihat lebih dewasa dan tegas. Tidak ada Rila yang manja dan menempel saat bertemu dengan Max. "Aku sengaja memilih tempat pertemuan disini, karena keamanan sudah terjamin. Pertemuan kita tidak akan diketahui oleh pihak lain. Selanjutnya aku minta maaf padamu, Max. Sudah lancang mengorek informasi tentang hidupmu. Awalnya hanya penasaran saja, karena aku sangat tertarik denganmu. Tapi saat tahu apa yang terjadi dengan istrimu, aku turut berduka. Sebagai sesama wanita, aku paham bagaimana kondisinya saat itu, pasti ketakutan luar biasa."
"Maldevi kecelakaan saat kau pergi ke luar kota. Usia kandungannya saat itu belum genap 8 bulan. Dan pihak kepolisian menyatakan jika itu murni kecelakaan. Padahal mobil yang di naiki Maldevi sudah di sabotase oleh seseorang. Eh ralat, beberapa orang." ucapan Rila membuat Max dan Sandy saling melirik.
"Kau tahu itu darimana?" tanya Max seakan tidak percaya.
Rila memutar rekaman suara saat dirinya bertemu dengan Tuan Hegar, saat itu sebelum Tuan Hegar masuk, dia sudah meletakkan alat perekam suara di bawah meja.
Baik Max dan Sandy mendengarkan rekaman tersebut dengan wajah seakan tidak percaya.
"Jadi, dia ayah Maldevi masih hidup? Dan kecelakaan itu juga campur tangan istri pertama ayahnya?" tanya Max tidak menyangka. "Maldevi selama hidupnya mengira ayahnya telah tiada, dan makam yang selalu dia kunjungi berarti itu palsu. Ah kenapa dulu aku bodoh sekali tidak menyelidiki latar belakangnya."
Max terlihat emosi, seakan menyalahkan dirinya sendiri yang tidak pernah mencari tahu sendiri keluarga wanita itu.
"Lalu orang lain yang terlibat siapa?" tanya Sandy ingin tahu.
"Kalian pasti sudah mengantongi nama itu sejak dulu. Namun tidak ada bukti yang bisa kalian dapatkan, bukan?" ujar Rila dengan santai.
"Winata? Mami Jena? Iris?" Sandy menyebutkan nama ketiga orang itu.
"Untuk sementara aku hanya baru memiliki bukti mengarah pada Winata, untuk dua nama lain aku belum tahu. Lalu bagaimana dengan kalian?" tanya Rila membuat wajah Sandy tersenyum melihat Max.
"Selama kami melakukan penyelidikan, semua bukti mengarah pada Mami Jena. Tapi kami yakin, tidak mungkin beliau bergerak sendiri dan akhirnya sekarang kita tahu jelas jika Om Winata lah dalang sebenarnya."
Sandy pria itu membuka tab, dan memperlihatkan rekaman CCTV sebelum kejadian Maldevi kecelakaan. "Ini mobil yang di naiki Maldevi, Mami Jena terlihat membawa seorang pria menuju garasi dan pria itu terlihat melakukan sesuatu pada mobil."
"Aku selalu yakin jika Om Winata terlibat tapi tidak ada satu bukti pun mengarah padanya." Max terlihat lebih tenang saat tahu ibunya tidak sendirian dalam melakukan rencana itu.
Kini Rila menyodorkan beberapa lembar kertas serta foto pada mereka berdua. "Dean, itu sopir yang mengemudikan mobilnya kan?" tanya Rila diangguki oleh Max dan Sandy.
"Dia masih hidup? Kau menemukannya dimana?" tanya Max melihat foto ditangannya. "Saat kecelakaan dia selamat, tapi setelah itu menghilang. Terakhir kali dia sempat meminjam mobil di sebuah usaha sewa namun yang mengembalikan mobil bukan dirinya. Kami kehilangan jejak Dean."
"Dean masih hidup dan saat ini sudah aku amankan. Dia juga pria yang dibawa oleh ibumu untuk menyabotase mobil. Dan memang benar yang kau katakan, Dean meminjam mobil tapi bukan dia yang mengembalikannya. Kalian tahu kenapa?" ujar Rila lalu menunjuk kertas yang di pegang oleh Sandy.
"Dean di culik oleh Winata saat tiba di hutan itu. Dengan dalih memberikan uang yang sudah dijanjikan. Asal kalian tahu, di dalam hutan itu ada usaha ilegal milik Winata. Dan aku menemukan Dean di sekap disana."
Baik Max dan Sandy tidak menyangka jika Wanita tega melakukan hal itu. Pria itu sungguh kejam sekali.
"Lalu ini foto siapa?" tanya Sandy menunjuk foto paling terakhir, seorang wanita dengan penampilan berantakan.
"Itu foto ibu mertuamu, Max."
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....