Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5 : Zayn dan Zara
Ezar jadi tidak enak hati, ternyata tadi subuh di rumah sakit, di mana Zara sedang duduk sendirian sembari makan seiris roti dengan air putih, gadis itu sedang mempersiapkan ibadah nya untuk sehari penuh. Andai dia tau, Ezar bisa saja membelikan makanan yang layak untuk Zara makan.
Setelah lama bersama dan tak ada yang saling bicara, Ezar memutuskan masuk ke dalam rumah. Begitupun dengan Zara, apalagi sudah masuk waktu Ashar.
Malam hari setelah pengajian selesai, Ezar pamit pada ibu dan ayahnya. Meski ibu Sindy bersikeras menyuruh Ezar menginap , ada ada saja alasan anaknya itu agar tidak tinggal menjadi sandera di rumahnya sendiri. Dia tidak akan menginap, itu sudah jelas. Kamar di rumah orang tuanya banyak, tapi tidak mungkin Ezar tidur pisah kamar dengan Zara. Karena jika itu sampai terjadi dan kedua orang tuanya tau, bisa bisa Ezar bukan lagi menjadi tawanan rumah, kemungkinan yang paling besar adalah, dia tidak akan lagi memakai nama Pradipta di belakang namanya.
Dan usahanya untuk menghindar ternyata membuahkan hasil, karena saat ini Ezar dan Zara sudah dalam perjalanan pulang ke rumah mereka.
Ezar menyetir sementara Zara duduk di sampingnya. Tidak ada pembicaraan berarti.
Ezar menepikan kendaraanya di pinggiran jalan.
" Kenapa berhenti?" Tanya Zara.
" Kamu makan dulu."
" Aku sudah makan tadi."
" Apa yang kau makan?"
" Ya...ma..makan. " Zara gelagapan, karena pada dasarnya dia belum makan apapun selain satu biji kurma dan seiris buah semangka.
" Iya, makan apa?"
Zara menghela nafas. " Kurma dan semangka."
" Berapa banyak?" Seperti layaknya seorang jaksa penuntut, Ezar terus mencecar Zara dengan banyak pertanyaan, karena dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Zara dan umi Aza yang berbuka puasa seadanya.
" Kurma dan semangkanya masing masing satu." Ujar Zara mengangkat telunjuknya membentuk angka satu.
" Turun!"
Mau tidak mau, Zara mengikuti perintah Ezar.
Mereka duduk berhadapan di sebuah rumah makan sederhana, menunggu pesanan datang tanpa saling menyapa.
Zara yang sebenarnya sangat humble terlihat tak berdaya di depan Ezar. Dia bingung harus bagaimana membuka percakapan dengan suaminya itu.
Namun di luar dugaan, Ezar yang cool dan pendiam, mengambil alih situasi yang tidak kondusif antara dirinya dan Zara.
" Apa kau mengenal Zayn dengan baik?"
" Maksud dokter, saudara kembarku?"
" Iya, memangnya kau kenal Zayn yang lain selain saudaramu?"
" Tidak dok."
" Kau belum jawab pertanyaan ku."
" Tentu saja, kami tumbuh dan besar bersama."
" Selain menjadi calon penerus Brawijaya, apa dia punya pekerjaan lain?"
" Setahuku tidak ada. Memangnya dia bisa kerja apa? Selain belajar tidak ada yang dia tau."
" Benarkah?" Ezar kurang yakin dengan informasi Zara, Sepertinya dia masih penasaran dengan black card pemberian Zayn untuk Zara.
" Memangnya kenapa dok?"
" Penasaran saja."
Makanan datang dan suasana kembali senyap.
*
*
Keesokan harinya.
Ezar terbangun saat sayup sayup terdengar suara adzan berkumandang. Dia bergegas mandi dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Jam delapan dia sudah bersiap. Kini dia duduk di kursi ruang makan sembari menikmati sarapannya.
" Zara mana bi?" Tanya Ezar pada bibi Surti.
" Nyonya sudah berangkat sejak pagi tuan."
" Jam berapa?"
" Kalau bibi tidak salah, jam enam lewat tiga puluh tuan."
" Cepat sekali dia pergi, aku katakan untuk tidak berangkat bersama, tapi ini juga terlalu pagi." Batin Ezar.
" Makasih bi."
Ezar selesai dan bersiap ke kampus. Namun ponselnya berdering begitu Ezar ingin menyalakan mesin kendaraan.
" Halo sayang.." Suara seorang wanita terdengar manja di seberang sana.
" Kau dari mana saja? Aku tunggu telpon mu beberapa hari ini, tapi kau menghilang. Kenapa kau tidak balas chat dariku?" Ezar terlihat ketus.
" Maafkan aku, beberapa hari ini aku sibuk, kamu tau kan, mengambil residensi pediatric sesulit apa. Sabarlah, ini tidak akan lama."
" Enam bulan kau bilang tidak lama?" Protes Ezar.
" Astaghfirullah Zar, itu sisa enam bulan. Perasaan sudah bertahun tahun kita LDR-an, kenapa komplainnya baru sekarang? Jangan lupa, aku juga pernah ada di posisimu, menahan rasa rinduku saat kamu ambil PPDS bedah beberapa tahun lalu."
" Iya,, iya.. Tahun ini kau tidak pulang?"
" Tidak. Aku harus kejar SKS agar bisa maju tepat waktu. Setelah itu, aku pulang dan....kita menikah.. Iya kan?"
Deg... Ezar gugup.
" Mmm.. Tentu saja. Ya sudah aku harus ke kampus."
" Baiklah, bye sayang."
" Bye..."
Ezar menatap nanar ponselnya di mana di sana terdapat foto dirinya dan sang kekasih, Ghina Oktavia tersenyum ke arah kamera sambil berpegangan tangan dan terlihat sangat mesra.
" Untuk saat ini, aku belum berharap kau pulang, tunggu sampai aku menyelesaikan kekacauan ini." Gumam Ezar sembari menghela nafas kasar.
Perlahan, kendaraan mewah miliknya melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalan ibu kota yang sudah mulai padat.
Zara duduk di kantin rumah sakit, roti selai keju yang menjadi kegemarannya bertengger cantik di mulut mungilnya. Netra indahnya dia pusatkan ke layar macbook dan sesekali mencatat sesuatu di lembaran kertas.
Hari ini dia ada ujian dan belum sempat belajar karena insiden beberapa hari lalu yang merubah semua rencana hidupnya.
Zara sangat fokus hingga tidak peduli dengan keadaan sekitar. Aiman, teman Zayn, sudah duduk di kursi yang tak jauh dari Zara. Bukan sibuk dengan tugasnya, tapi sibuk menatap Zara yang terlihat sangat cantik dengan riasan seadanya.
" Memang benar kata orang, wanita pintar itu vibes nya berbeda. Akh.. dia sangat cantik, soleha lagi." Aiman menghela nafas panjang." Sayangnya dia tidak suka padaku." Gumamnya bak laki laki putus cinta.
Plak..
Aiman kaget, sebuah tangan tiba tiba saja memukul bagian belakang kepalanya. Tentu saja dia geram, sedang asik menatap makhluk indah ciptaan Tuhan, datang datang orang tak di kenal menggeplak kepalanya. Aiman menoleh dengan tatapan membunuh, tapi begitu melihat siapa pelaku sebenarnya, nyalinya menciut. " Kau,,mengagetkanku saja."
" Jaga matamu! Sembarangan memandangi adikku." Kesal Zayn. "Kau tidak kasian sama macbook mu? Dari tadi menyala dan kau tidak menyentuhnya sama sekali."
Aiman cengengesan." Aku jadi penasaran ingin ke rumah mu Zayn."
" Kenapa?"
" Apa benar umi mu itu cantik sekali? Pasalnya adik mu itu loh..."
Plak...
Aiman kena untuk kedua kalinya.
" Dasar gila. Umi ku wanita mahal, tidak memperlihatkan wajahnya pada pria mesum sepertimu."
" Benarkah?"
" Umi ku pakai cadar Aiman...."
" Maaf.. " Aiman mengusap kepalanya yang terasa sakit akibat pukulan Zayn. " Kau tidak berangkat bersamanya ya? Karena aku datang jam tujuh, dia sudah di sini. Dan ku rasa dia sudah lumayan lama."
Zayn menatap ke arah adiknya. " Kerjakan tugasmu, sebentar lagi dokter Surya masuk." Lalu Zayn berdiri meninggalkan Aiman.
Zayn menggeser kursi tepat di depan Zara. Zara mengangkat kepalanya sepintas dan kembali melanjutkan aktivisnya.
" Kau ada ujian?"
" Iya mas."
" Belum belajar?"
" Tidak sempat. Mas jangan ganggu dong, konsentrasi Zara hilang ini..."
" Sudah sarapan?"
" Tuh.." Ucap Zara menggunakan matanya sebagai kode memperlihatkan pada Zayn bungkusan roti di samping gelasnya.
Zayn menggeleng. " Perhatikan kesehatan mu, sebentar lagi kita di wisuda dan akan masuk klinik." Zayn membuka tasnya." Ini, bekal dari umi."
Zara seketika menghentikan aktivitasnya. Dan menatap kotak bekal berwarna biru di atas meja.
" Ransum dari umi?" Mata Zara berbinar.
" Makanlah."
" Makasih mas Zayn." Zara tersenyum manis sekali lalu mencubit kedua pipi Zayn.
Interaksi manis bak sepasang kekasih itu tak luput dari mata elang sang dosen yang sedang berdiri menatap tajam ke arah keduanya.
...****************...
stadium akhir 😩
kasian ghina
zara ank msih bayi knp la langsg lanjut pendidikn ny. fokus di rs, urus ank2 dn urus suami dulu knp. sayang x momen ny bnyak melewat kn tumbuh kembang si kembar. toh zara gk kekurangn materi tujuh turunan😁