Ka Rani hiks,tolong aku suamiku dipecat dari pekerjaannya dan dia pergi meninggalkan aku dengan wanita lain padahal aku sedang mengandung darah dagingnya.Aku tak punya siapapun lagi selain Kaka." Ucap Rena adik satu-satunya Rani
" Bagaimana bisa jadi seperti ini Rena,Lantas bagaimana kondisimu saat ini?"
" Aku luntang Lantung dijalan ka,rumahku baru saja disita pihak bank karena sertifikat rumahnya dijaminkan mas Reno untuk pinjaman di bank dan ternyata mas Reno ditak membayar cicilannya selama berbulan-bulan.
" Ya Tuhan malang sekali kamu Ren,sebentar Kaka diskusi dulu dengan mas Langit,Kaka mau minta izin untuk kamu tinggal bersama Kaka."
" baik ka terimakasih.
Beberapa saat kemudian.....
" hallo Ren!"
" Iya ka bagaimana?
" sekarang posisi kamu ada dimana,mas Langit setuju dan Kaka akan menjemputmu saat ini juga!"
" Allhmdulillah,baik ka terimakasih.Aku ditaman sakura jalan kenangan blok d.Kaka beneran mau kesini ka?"
" Iya dek,kamu jangan kemana-mana sebelum Kaka datang ya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Diyuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22 Hasutan rena
Setelah Ardan dan Rani pergi Sarifah benar-benar menutup pintu.
" Maaf nak,bukan mamah tidak menyayangimu.Justru karna mamah sangat menyayangi kamu,mamah berharap kamu akan sadar jika apa yang kamu lakukan itu sudah salah." Gumam Sarifah sembari mengintip langit dari celah jendela,langit yang tengah duduk dengan wajah pucat diteras rumahnya.
Langit terlihat sangat frustasi,bahkan tampilannya sangat kacau tak seprti langit putranya dulu.
Tok
Tok
Tok
" Mah maafin Langit mah." Seru Langit sembari terus menggedor pintu rumahnya berharap ibunya keluar dan membukakan pintu rumah sekaligus pintu maaf baginya.
Sarifah yang hendak melangkah ke belakang sempat menghentikan langkahnya.Ibu kandung langit kembali lagi menatap pintu rumah yang sudah tertutup rapat.
" Mah aku anak mamah bukan Rani mah." Seru Langit,suaranya terdengar berat dan bergetar.
Deg
Hati ibu mana yang tidak tersayat mendengar kata-kata yang diucapkan oleh putranya.
Sarifah mengusap dadanya yang terasa berdenyut.
Tes
Tes
Tes
Air matanya meluncur dengan deras,tubuh sarifah merosot bersandar pada daun pintu, lututnya terasa sangat lemas bagai tak bertulang.
" Hiks,pilihan yang kamu ambil tidak hanya menyakiti istrimu nak tapi juga hati mamah dan papah." Ucap Sarifah lirih.
" Mamah tolong mah buka pintunya maafkan langit mah." Suara langit terdengar semakin melemah.
Ingin rasanya Sarifah membukakan pintu untuk langit namun hati kecilnya terus mengingatkan akan penghianatannya pada Rani.Suara-suara yang di dengar dari kamar Rena malam tadi terus teringang-ngiang ditelinganya.
Sarifah meremas ujung bajunya dengan perasaan yang sangat hancur.Tidak ada seorang ibu yang akan baik-baik saja saat melihat anak yang ia kandung selama 9 bulan ,dia lahirkan dengan mempertaruhkan nyawanya terpuruk dan hancur karna ulahnya sendiri.
Merasa lelah dan putus asa,langit lantas bangkit dari teras dan pergi dengan langkah gontai menuju ke mobilnya.
Sarifah perlahan membuka pintu setelah mendengar deru dari mesin mobil yang terdengar semakin menjauh.
" Maaf sayang,mamah harap kamu bisa menyadari apa kesalahan kamu." sarifah mengusap air matanya dengan kasar lantas kembali menutup pintu.
Hatinya hancur bersamaan dengan kepercayaannya.Anak yang di banggakan dan diharapkan ternyata begitu menyakitinya dengan mencoreng nama baik dan juga membuatnya merasa tak punya harga diri di depan menantunya.
Rani bukan hanya menantu yang baik,namun dia juga sosok istri yang baik dan meskipun langit memiliki kekurangan dan mereka tidak bisa mempunyai keturunan namun Rani tetap setia bertahan dengan putranya meskipun harus menelan kenyataan untuk tidak terlalu berharap akan datangan buah hati.
" Kamu sudah membuang berlian demi sampah yang kamu pungut sendri dijalan nak." Gumam Sarifah.
Sementara Langit yang baru sampai ke rumahnya langsung ditodong berbagai banyak pertanyaan oleh Rena.
" Mas gimana mas,apa ka Rani ada disana?
Langit hanya menjawab dengan anggukan kepala.
" Mas tanya kenapa ka Rani pergi?"
Lagi-lagi Langit hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya.
" Apa mereka tau apa yang kita lakukan tadi malam mas? Dari mana mereka tau semuanya mas?"
Untuk kesekian kalinya langit hanya menjawab dengan gerakan kepalanya.
"Terus apa kamu sudah menjelaskan pada mereka,kamu harunya bisa kasih alasan mas dan kamu minta maaf sama mamah kamu kan?Mamah kamu gimana mas mau maafin kamu?terus gimana apa ka Rani minta cerai,atau dia mau pulang lagi kesini mas? Mas ayo jawab mas kenapa kamu diam saja mas?" Cerocos Rena tanpa melihat keadaan Kaka iparnya yang sudah sangat kacau.
" Diam!" Bentak Langit.
" Mas kamu bentak aku mas?" lirih rena dengan mata berkaca-kaca.
" Semua ini gara-gara kamu Ren, rumah tanggaku hancur dan aku ditinggalkan orang-orang yang aku sayang.Rani meninggalkan aku, orangtuaku lebih memilih Rani dan membuangaku semua ini karna kamu!"
Sreeeetttt
Braaak
Parang
Prang
Langit melempar semua apa yang ada di depan matanya,bahkan foto-foto pernikahannya dengan Rani pun tak luput dari amukannya.
Kondisi rumahnya tak ubahnya seperti kapal pecah.
Semua barang berserakan dimana-mana.
" Mas coba kamu pikir baik-baik,semua ini terjadi bukan tanpa sebab mas.Tuhan memepertemukan kita dan membuat kita seperti sekarang itu pasti ada alasannya mas." Ucap Rena seperti menebar racun sembari mengusap punggung Langit.
Tubuh Langit bergetar hebat,deru nafasnya terdengar begitu jelas.Wajahnya seprti singa lapar yang siap menerkam mangsa yang lewat di depannya,sorot matanya menegaskan betapa besar kemarahannya.
" Mas, mungkin dengan semua ini Tuhan ingin menunjukan kepada kita bahwa ini jalan kita untuk bisa bersatu mas.Kalau memang ka Rani mencintai kamu sudah pasti ka Rani akan kembali dan tidak akan mungkin meninggalkan kamu,ka Rani pasti tidak akan keluar dari rumah ini.Dia akan memperjuangkan hubungan kalian mas,tapi buktinya apa sekarang? Ka Rani pergi diam-diam dan dia menghasut orangtua kamu agar mereka membenci kamu.Tidak ada orangtua yang akan membuang anaknya kalau bukan dihasut oleh orang lain mas." Ucap Rena dengan suaranya terdengar lembut namun kata-katanya penuh dengan hasutan.
Langit terdiam dan berusaha mencerna apa yang Rena ucapkan.
Detik berikutnya Langit menatap wajah Rena dengan lekat.
" Mungkin apa yang kamu katakan benar Ren,aku terlalu larut dalam kesedihan sampai aku lupa akan satu hal.Aku anak satu-satunya tapi orangtuaku lebih memilih Rani.Aku tidak pernah menyangka Rani akan melakukan semua ini.Kenapa Rani tega sekali menusukku dari belakang,aku hanya berhubungan denganmu.Itu juga bukan sepenuhnya salahku,siapa suruh dia ajak kamu kesini.Aku hanya sedang khilaf,lalu dia langsung membalas ku begitu kejam?" Pungkas Langit.
Grep
Rena meraih tangan langit dan menggenggamnya dengan erat seolah ia tengah menyalurkan kekuatan agar langit tegar.
" Kamu tenang ya mas,sekarang ada aku.Kita sama-sama orang yang ditinggalkan dan dikecewakan.Mari sama-sama menyembuhkan luka yang ada didalam hati kita.Aku yakin kita akan menjadi keluarga yang bahagia,tapi mas.."
Rena dengan sengaja menjeda ucapannya.
" Apa Ren?" Tanya Langit.
" Kita tidak mungkin tinggal satu atap tanpa ka Rani,apa kata orang nanti.Mereka akan menganggap kita kumpul kebo.Cepat atau lambat kepergian ka Rani akan menjadi buah bibir semua orang yang disini,semua tetangga akan tau semuanya mas,aku tidak mau di cap sebagai pelakor." Ucap Rena dengan wajah yang sendu,entah benar-benar sedih atau hanya berpura-pura saja agar langit merasa iba.
" Lantas apa yang harus aku lakukan Ren,apa kamu mau cari kontrakan? Lalu bagaimana dengan aku,apa bedanya aku ada kamu atau tidak aku tetap sendiri." Ujar Langit.
Mendengar jawaban Langit,Rena tersenyum tipis.
" Em,ceraikan ka Rani mas.Perjelas statusku,aku tidak ingin hanya jadi tempat persinggahanmu saja.Aku ingin status yang jelas untuk hubungan kita.Aku ingin.."
" Sudah cukup! Mas paham dengan apa yang kamu mau.Secepatnya mas akan urus perceraian mas dengan Rani.Sebelum itu kita menikah secara siri dulu agar kita tetap bisa tinggal bersama.Setelah mas dan Rani resmi berpisah baru kita menika secara resmi.Bagaimana,apa kamu setuju?" Tanya Langit.
" Aku sangat setuju mas,terimakasih banyak.Aku pasti akan sabar menunggu waktu itu tiba.Sekarang lebih baik mas bersiap-siap berangkat ke kantor.Semua ini biar aku yang bereskan.Gantilah pakaian mas,jangan tunjukan kesedihan mas,biarkan ka Rani menyesal karna sudah meninggalkan kamu mas." Ucap Rena membuat senyum terbit di bibir Kaka iparnya.
Cup
Langit mencium sekilas bibir Ren sebelum masuk kekamarnya.
Selepas Langit pergi,Rena menatap punggung Kaka iparnya yang sudah menghilang dibalik pintu kamarnya dengan senyuman merekah dibibirnya.
" Akhirnya, selangkah lagi aku akan jadi istrinya mas Langit.Maaf ka Rani,sesi bahagiamu sudah cukup, sekarang giliranku." Batin Rena.
Dilain tempat Rani baru saja tiba di kantor setelah terjebak macet dijalan.
Setibanya di kantor Rani langsung masuk ke ruang kerjanya.
Meskipun suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja namun demi pekerjaannya Rani tetap masuk ke kantor.
" Bagus bagus bos sudah datang tapi karyawan baru masuk.Benar-benar karyawan teladan kamu,kenapa terlambat." Seru Ardan.
Rani yang baru saja hendak menjatuhkan bokongnya dikursi kebesarannya terkejut saat mendengar suara bariton Ardan.
" Maaf pak saya terjebak macet." Ucap Rani.
" Alasan!" Sentak Ardan dengan wajah dingin.
" Memang kenyataannya begitu mau bagaimana lagi,kalau saya bisa terbang saya sudah pasti terbang agar saya bisa cepat sampai kantor,sayangnya saya tidak bisa menguasai elemen angin."Celetuk Rani.
" Cepat keruangan saya!" Perintah Ardan membuat Rani menghela nafas panjang.
" Ck,baru juga sampai udah disuruh-suruh apa dia gak liat gue masih cape." Gerutu Rani namun masih bisa didengar oleh Ardan.
Tanpa Rani sadari Ardan tersenyum tipis nyaris tak terlihat.
Rani kemudian mengekor dibelakang Ardan seprti seorang anak kecil yang mengikuti ayahnya.
Dengan bibir mengerucut Rani terus berjalan di belakang Ardan.
Sesampainya di ruangan kerja Ardan, Rani tetap berdiri didepan meja kerja sebelum diperintahkan untuk duduk.
" Apa kamu tidak bisa duduk!" Sungut Ardan saat melihat Rani masih tetap berdiri.
Rani tidak menjawab namun dia tetap menuruti perintah Ardan.
Setelah meminta Rani duduk Ardan membuka laptopnya dan jemarinya bergerak lincah diatas beda pipih tersebut.
Melihat Ardan yang tengah serius bekerja sesaat Rani merasa mengagumi ketampanan Ardan.
" Pahatan Tuhan yang sempurna." Batin Rani.
" Kondisikan matamu,saya tau kalau saya ini tampan tapi bukan berati kamu bebas menatap saya seperti itu." celetuk Ardan tanpa melihat kearah Rani.Fokusnya tetap pada laptopnya.
" Eh,apa dia punya Indra keenam,atau dia punya keahlian khusus,kanapa dia bisa membaca pikiranku." Batin Rani yang mulai salah tingkah.
" Jangan meragukan saya,saya tau apa yang kamu pikirkan.Maka dari itu jangan pernah main-main dengan saya." Lagi-lagi ucapan Ardan membuat Rani terkejut.
" Menyebalkan." Cibir Rani dengan bibir mengerucut sementara Ardan tersenyum tipis dibalik seringai wajahnya.
Tanpa Rani tau ruangan Ardan sudah terpasang kamera pengawas dari berbagai sudut hingga Ardan bisa melihat dengan betul saat Rani tengah memperhatikannya.Tangan Ardan memang bergerak lincah diatas laptopnya namun pandangan matanya tak bisa lepas dari layar ponselnya yang tengah memprlihatkan hasil dari rekaman kamera pengawasnya yang tersambung langsung ke ponselnya.
Bersambung....
kalau ada waktu luang mampir ya di novel aku juga.
"aku dan teman kamarku."