NovelToon NovelToon
"Rumah Tua" (Adelia Adena).

"Rumah Tua" (Adelia Adena).

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Rumahhantu / Hantu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Khairunnisa Nur Sulfani

Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.

Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).

Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.

Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.

Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tetangga Depan Rumah

Paginya aku terbangun dengan badan yang terasa sakit semua, barangkali karena aku yang susah sekali untuk tidur semalam. Merenggangkan badan yang terasa kaku dan membuka tirai untuk dapat menikmati matahari pagi yang masuk melalui celah jendela.

Sejak dulu dirumah aku terbiasa membereskan tempat tidurku sendiri, hal-hal sederhana yang dapat aku lakukan, selama aku bisa aku selalu mengerjakannya sendiri.

Setelah beberes aku berdiri di balkon dan melihat pemandangan yang tersaji didepan mata. Ah, tepatnya aku berusaha melihat ke arah rumah yang berhadapan langsung dengan rumah kami meski dihalangi oleh pekarangan yang cukup luas.

Terlihat olehku jika kamar perempuan yang semalam, masih dalam keadaan yang sama. Tirai dan jendela yang masih tertutup. Apa dia belum bangun? Atau mungkin dia memang sengaja tidak membukanya?

Mengabaikan hal itu aku pun turun ke lantai bawah, dan mendapati semua orang tengah berkumpul untuk sarapan, semua mata kini tertuju padaku.

"Selamat pagi, Sayang!." sapa Mama seperti biasanya, tidak pula ia memberikan ciuman dipagi hari. Rutinitas yang biasa kami lakukan sedari dulu.

"Pagi. Apa Adelia telat?." tanyaku memastikan.

"Hmm, bisa dibilang begitu. Apa tidurmu nyenyak semalam?." tanya Papa yang kini beralih menatapku.

"Hmm." ucapku ragu mengatakannya jelas, dan sesaat kuperhatikan Lilian pun tengah memperhatikanku dengan mata yang sembap. Apa dia juga baru bangun tidur?

"Sudah sarapannya, Pa?." tanya Mama pada Papa.

"Ya, Papa hari ini akan sangat sibuk sekali. Papa harus ke kantor Desa untuk melaporkan kepindahan kita disini." jelasnya kemudian berlalu dari hadapan kami.

Selesai sarapan dan membereskan sisanya, Mama mengajak aku dan Lilian untuk membuat kue yang katanya untuk dibagi pada tetangga sekitar, sebagai tanda pengenalan.

____

Selesai membuat kue kami memutuskan untuk pergi bertiga untuk membagikannya pada tetangga. Dan fokusku kini beralih pada tetangga depan rumah yang pintu rumahnya masih tertutup. Juga pada halaman rumahnya yang bisa dibilang cukup berantakan. Rumput yang mulai meninggi juga sampah dedaunan kering yang seperti tidak pernah di sapu.

"Mungkin orangnya sibuk, atau ke luar Kota barangkali." suara Mama seolah mengetahui isi hatiku tentang halaman rumah tersebut.

"Tapi tadi, Lilian liat orangnya ada kok, Tan. Dia ngeliat kita dari lantai dua kamarnya saat kita keluar dari halaman. Saat magrib juga dia ada, duduk di ayunan memperhatikan kita yang belum keluar dari Mobil ."

"Disana." tunjuk Lilian pada ayunan yang kurasa cukup tua terlihat dari penampilannya dan sedikit berdebu. Sedang aku, aku merasa Lilian mungkin hanya salah lihat saja, memangnya siapa yang bermain ayunan berdebu dan kurasa kayunya pun sudah lapuk seperti itu?

"Ah, gak mungkinlah. Kan disini pantangannya gak boleh keluar waktu surup, masa iya warganya sendiri berani keluar." bantah Mama menolak penjelasan Lilian.

"Tapi benar kok, Tan. Itu waktu Tante dan Om tengah menelpon Om Bima. Ya, Lilian akui sih itu benar, tapi aku rasa sepertinya perempuan itu sedang ada masalah, tatapan matanya kosong dan datar." sahutnya seolah tengah berpikir. Sedang aku, aku merasa seseorang tengah memperhatikan kami. Benar saja, perempuan itu sekilas terlihat sedang memperhatikan kami. Namun, setelah aku melihatnya lagi, perempuan itu sudah tidak ada disana.

"Ah sudahlah. Tidak usah dibicarakan. Tante kok jadi merinding ya." ungkap Mama dengan mengeratkan pegangan tangannya padaku.

Sebenarnya aku pun merasa aneh, tapi sudahlah. Lagi pula setiap orang itukan memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Bisa saja perempuan yang belum aku ketahui namanya itu sifatnya berbeda denganku bahkan dengan Lilian.

Tidak terasa kami telah tiba di depan rumah warga, yang kebetulan tengah duduk-duduk bersama ibu-ibu lainnya.

"Permisi, Buk." sapa Mama yang dibalas dengan ramah oleh warga sekitar.

"Oh, ya, pagi. Tetangga baru ya?." balasnya kemudian beralih menatap kami.

"Betul, Bu. Kami tetangga yang rumahnya paling ujung. Perkenalan saya Hana, ini anak saya." ucap Mama menunjuk ke arahku.

"Adelia, Bu. Dan ini sepupu saya, Lilian." jelasku berjabat tangan.

"Wah, cantik-cantik sekali ya." puji mereka tulus.

"Iyalah, kan dari Kota. Gak kayak kita, orang desa." balas lainnya sambil bercanda. Ibu itu mengenalkan diri bahwa ia biasa di panggil Mak Romlah dan meminta kami memanggilnya dengan sebutan Mak saja. Sedang perempuan yang satunya bernama Lilis.

Kemudian beralih ke tetangga lainnnya yang juga sedang ada diluar rumah, mengulang hal yang sama persis seperti adegan tadi, yaitu mengenalkan diri bahwa kami adalah tetangga baru.

Sedikit berbeda dengan tadi, kali ini seorang ibu yang nampaknya berusia sekitar 50 tahunan namun masih terlihat kuat diusia senjanya, ia tidak banyak mengatakan apapun namun menatap kami begitu lekat.

Hal itu nampaknya membuat Mama terlihat tidak nyaman dan memutuskan untuk segera pulang. Mama dan Lilian berjalan begitu terburu-buru, tepatnya Mama segera menarik Lilian segera menjauh dan seolah lupa akan keberadaanku disini.

"Uni." panggil wanita itu, aku tidak tahu sebenarnya ia memanggil siapa. Apakah aku, ataukah itu seseorang yang tengah berada di dalam rumah?

"Uni," panggilnya sekali lagi. Yang membuatku segara membalikan badan dan melihat ke arah perempuan tua itu lagi.

"Hati-hati, jangan tertipu. Apa yang kamu lihat, belum tentu sama seperti kita." ucapnya kali ini tapi tatapannya tidak setajam tadi.

Aku kebingungan karena tidak mengerti dengan apa yang ia bicarakan, karena kalimatnya masihlah terasa ambigu. Aku buru-buru beranjak dari sana, karena khawatir kali ini mama dan Lilian benar-benar meninggalkanku karena tidak sadar jika aku tertinggal jauh di belakang.

Benar saja, apa yang kukhawatirkan benar-benar terjadi. Mereka benar-benar sudah tidak terlihat, yang berarti mungkin mereka sudah sampai di rumah sekarang.

Rumah-rumah yang tadi sempat kami datangi kini telah tertutup sempurna. Begitupun dengan rumah Mak Romlah dan Mak Lilis. Dan sialnya sepertinya sekarang akan turun hujan, langit diatas sana mulai terlihat mendung, serta angin mulai berembus kencang yang menandakan hujan akan turun sangat deras. Sedang dikejauhan, terlihat kabut tipis yang sebentar lagi akan semakin tebal dan menutup jarak pandang.

Sekarang aku mengerti mengapa Desa ini di namakan dengan Hutan Kabut. Jawabannya ada seperti saat ini. Setelah melewati rumah terakhir, yang terlihat sekarang hanyalah kebun jati milik warga dan hutan yang mengelilingi sekitar Desa. Aku merasa sedikit takut berjalan sendirian ditengah kebun-kebun seorang diri. Aku cukup kesal pada Mama dan Lilian bagaimana bisa mereka meninggalkanku begitu saja.

Aku semakin mempercepat langkahku, saat kurasa rintik hujan mulai turun dan kabut di depan sana terlihat semakin menutupi jalan setapak yang tengah aku lalui ini.

Setiap langkah kaki yang kupijak seolah meninggalkan derap langkah. Tunggu, kurasa aku tidak sendiri disini. Sebab terdapat derap langkah lain di belakangku yang kurasa tidak hanya satu, tapi ada banyak.

Sedikit mengurangi rasa takutku, tapi saat aku memutuskan untuk berbalik. Aku tidak melihat ada siapapun di belakangku bahkan derap langkah kaki tadi pun seolah ikut menghilang. Apa mungkin aku hanya salah dengar?

Aku memutuskan untuk berlari saat dikejauhan nampak rumah kami di kejauhan. Dan sebelum aku masuk ke halaman rumah, aku melihat perempuan itu pun sama sepertiku, maksudku ia pun nampaknya akan masuk ke dalam rumah sepertiku yang seolah ia baru saja dari suatu tempat.

Tunggu, apa mungkin langkah kaki yang kudengar tadi adalah langkah kakinya? Tapi mengapa ketika aku melihat ke belakang aku tidak melihat apapun juga siapapun?

Oh ya, rumah kami hanya di batasi oleh pekarangan rumah dan sebuah jalan yang biasa digunakan warga, jalan yang juga telah kami lewati.

Aku memperhatikan perempuan itu baik-baik. Ia hendak akan membuka pintu rumahnya, tapi sebelum itu, ia pun berbalik menatap ke arahku dan tersenyum.

Tapi mengapa aku merasa merinding melihat senyumannya yang menurutku seolah tengah menyeringai kearahku. Dan tunggu, ia pun masih mengenakan dress hitam kemarin. Apa dia tidak mengganti bajunya? Bahkan dihari yang hampir sore ini?

Aku memutuskan untuk segera masuk kedalam rumah, sesekali berbalik dan kulihat perempuan itu masih melihat kearahku dan pandangan matanya terlihat sendu.

Oh Tuhan. Mengapa ada perempuan aneh itu, dan aku sekarang merinding dibuatnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!