Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembelaan
Happy Reading
"Sudah mulai berani kamu ya." Mona melayangkan tangannya ke wajah Aluna, ia ingin menampar sang menantu tetapi sebelum tangannya mendarat di pipinya Aluna lebih dulu mencegahnya.
"Lepas, menantu sialan!" maki Mona.
"Sudah cukup wajahku menjadi pelampiasan amarahmu Ibu. Jangan harap kali ini aku akan tetap menerimanya," balas Aluna.
Aluna melepaskan cengkeraman tangannya dari pergelangan tangan Mona. Bersamaan dengan itu Hariz datang. Ibu mertuanya dan adik iparnya kembali melakuan drama, berhasil membuat Aluna semakin muak.
"Hariz, lihatlah kelakuan istrimu! Ibu menyuruhnya untuk belanja, tapi dia justru menyuruh ibu dan adikmu untuk melakukannya," adu Mona.
"Apa Ibu lupa? Bukankah Ibu pernah mengatakan jika aku tidak becus mengurus urusan rumah tangga? Apa yang beli dan masak tidak pernah Ibu suka. Jadi … apa salahnya Ibu belanja sendiri sesuai mau Ibu dan Sandra," hardik Aluna.
"Kakak, aku ada janji dengan temanku. Tapi kak Aluna tidak mau meminjamkan mobilnya," adu Sandra.
Mendengar itu Aluna memutar bola matanya merasa jengah dengan adik iparnya.
"Itu mobilku dan aku mau pakai. Jika kamu mau pergi silahkan naik taksi," suruh Aluna.
"Aluna, biarkan dia bawa mobilmu. Aku bisa mengantarmu," bujuk Hariz membuat adiknya tersenyum penuh kemenangan.
"Sini, Kak. Mana kunci mobilnya!" pinta Sandra sumringah.
"Kenapa bukan kamu saja yang mengantar adikmu? Biar kamu tahu ke mana perginya adik kamu ini," saran Aluna.
"Aku tidak mau. Kakakku sudah lelah bekerja. Aku tidak mau merepotkan dia," dalih Aluna.
"Kenapa? Kamu takut ketahuan apa yang kamu lakukan selama ini?" tebak Aluna. "Dan, kamu Mas Hariz sebaiknya dari sekarang bersikap tegaslah sama adik perempuanmu ini. Jangan menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak berguna!" saran Aluna. "Dan untuk Ibu, anak perempuan Ibu yang satu ini!" Aluna menunjuk Sandra. "Dia sudah dewasa sudah lulus kuliah dan tidak bisa melakukan hal kecil sekalipun. Sebelum dia bekerja sebaiknya Ibu ajarkan dia mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Apa Ibu tidak takut kalau kelak tidak ada yang mau menjadikan dia sebagai menantu," ejek Aluna.
"Kamu mengejekku?" geram Sandra.
"Tidak juga. Hanya sekedar memperingati," elak Aluna. "Ini sudah siang aku tidak ingin membuang waktuku berdebat dengan kalian. Ada hal yang lebih penting yang harus aku urus."
"Kakak!" Sandra ingin meminta pembelaan dari Hariz.
"Hariz apa kamu mau diam saja, istrimu sudah menghina adikmu!" ucap Mona.
"Yang dikatakan Aluna benar, Mah," ucap Hariz. "Ibu harus ajarkan dia pekerjaan rumah tangga. Dan jika kamu tidak mau Sandra … besok datang ke kantor. Ada posisi kosong yang mungkin bisa kamu tempati," imbuh Hariz.
Setelah mengatakan kalimat itu Hariz pergi ke ruang kerjanya, sedangakan Aluna masih berdiri di tempat yang sama menunjukkan senyum kemenangan pada mertua dan juga adik iparnya.
"Terima kasih, Ibu. Ada bagusnya juga untukku uang belanja Ibu yang atur. Aku jadi tidak harus pusing mengurus rumah ini," ejek Aluna. "Dan satu lagi, Ibu ajarkan anak manja ibu ini hal yang mudah lebih dulu. Mungkin menyapu atau mengepel. Rumah ini sangat kotor."
Aluna tertawa kecil melihat ekpresi adik ipar dan juga ibu mertuanya. Ia pun pergi dengan perasaan bahagia.
****
Aluna pergi ke pusat perbelanjaan ditemani oleh Rania. Mereka sepakat bekerjasama untuk mengembangkan bisnis fashion Aluna. Kini keduanya berada di pusat perbelanjaan menunggu seseorang yang akan bekerja sama dengan Aluna. Sebenarnya bukan orang baru, dia adalah supplier lama Aluna. Saat orang itu tahu Aluna kembali membuka butik buru-buru dia ingin bertemu dan kembali bekerja sama dengan Aluna.
"Aluna!" panggil seseorang.
Aluna dan Rania sama-sama menoleh. Keduanya melihat seseorang yang sangat tidak asing bagi mereka. Aluna dan Rania menyambut kedatangan sepasang suami dan istri itu. Mereka mengobrol sambil makan siang. Obrolan kecil penuh tawa, saling memuji hingga terjadilah kesepakatan kerja sama.
Tidak terasa sudah berjam-jam mereka mengobrol. Sepasang suami dan istri itu pamit untuk pulang. Aluna dan Rania memutuskan untuk berada di pusat perbelanjaan itu cukup lama. Mereka menghabiskan waktu berdua, hal yang sudah jarang dilakukan.
Setelah berbelanja mereka memilih duduk di cafe untuk kembali mengobrol dan makan makan ringan. Keduanya memesan cake dan juga kopi. Sambil makan Aluna menceritakan kejadian waktu di rumah. Rania tidak bisa menahan tawanya dan tidak bisa membayangkan wajah ibu mertua dan juga adik ipar Aluna. Apalagi saat Aluna menceritakan bagaimana ia menolak ajakan bercinta Hariz, Rania makin tergelak bahkan sampai ada air mata yang keluar.
"Itu bagus, Aluna," puji Rania. "Aku jadi kasihan pada Hariz. Pasti sakit sekali menahan itu," imbuh Rania.
Saking asyiknya tertawa mereka tidak sadar menjadi pusat perhatian. Sampai Aluna menyadari banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka.
"Rania, pelankan suaramu. Semua orang memerhatikan kita," tegur Aluna.
Rania berhenti tertawa lantas memerhatikan sekitar mereka. Benar saja banyak orang memerhatikan mereka dan juga berbisik-bisik.
"Saking serunya ceritamu aku sampai lupa kita berada di tempat umum," bisik Rania.
"Ada-ada saja," ujar Aluna diikuti tawa kecilnya.
"Baiklah. Kita lanjutkan ceritamu lagi," ucap Rania sembari menyuapkan cake ke mulutnya.
"Apa yang harus aku ceritakan lagi. Semuanya sudah aku ceritakan padamu." Aluna bicara setelah menyesap kopi yang ia pesan.
"Intinya, aku merasa senang. Untuk pertama kali Hariz membelaku setelah sekian lama," ucap Aluna.
"Oke. Itu sebenarnya awal yang bagus, Aluna. Lanjutkan sampai mereka berpikir panjang untuk mencari masalah denganmu," ucap Rania.
"Ya," balas Aluna.
"Baiklah, ini sudah sore." Rania melihat waktu pada jam yang melingkar di pergelangan tangan, waktu menunjukkan hampir pukul lima sore. "Aku harus pulang, Rania. Farel sebentar lagi pulang," pamit Rania.
"Ya, Rania," ucap Aluna. "Sampaikan salamku untuk Farel," pesan Aluna.
"Tentu saja," balas Rania.
"Aku senang melihatmu bahagia, Rania. Kamu beruntung memiliki suami seperti Farel," ucap Aluna.
"Ini semua juga berkat dirimu," ucap Rania. "Aluna …." Rania mengenggam tangan Aluna. "Aku do'akan semoga hubunganmu dan Hariz baik-baik saja."
"Terima kasih, Rania. Aku pun juga berharap seperti itu," harap Aluna.
"Baiklah, ayo pulang," ajak Rania disambut anggukkan kepala oleh Aluna.
Keduanya pun berjalan bersama dan berpisah di lantai 3 sebab mobil Aluna terparkir di gedung lantai 3, sedangkan Rania ada di basemant.
Sampai di mobil Aluna memasukkan beberapa paper bag ke jok penumpang belakang terlebih dahulu lantas masuk ke kursi kemudi. Jika boleh jujur Aluna malas sekali untuk pulang, tetapi demi mempertahankan hak-nya Aluna rela bergelut dengan keadaan yang sama sekali tidak dia inginkan.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang