Arvian Ken Sagara, seorang CEO tampan yang mengidap Gynophobia. Dimana, orang pengidapnya memiliki ketakutan tak rasional terhadap wanita. Setiap kali wanita yang mendekat padanya, Arvian menunjukkan sikap yang sangat berlebihan hingga membuat wanita yang mendekat padanya merasa sakit hati. Jika ada yang menyentuhnya, tubuh Arvian akan mengalami gatal-gatal. Bahkan, mual.
Namun, bagaimana jika dirinya terpaksa harus menikahi seorang janda yang di cerai oleh suaminya? demi mendapatkan hak asuh keponakannya dari keluarga adik iparnya. Apakah Gynophobia Arvian akan bereaksi saat di dekat wanita bernama Aluna Sagita janda tanpa anak itu?
"Sudah baik aku mau membantumu, dasar Mr. Gynophobia!" -Aluna Sagita.
"Onty tantik! Calangeee!!" ~Arega Geofrey Sagara.
"Jangan mendekati ku! Aku Alergi berada di dekat kalian para wanita!" ~Arvian ken Sagara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluar tanduknya
Hari ini Arega libur sekolah, bocah kecil itu baru saja habis memakan cemilannya. Sedangkan Arvian, tentu saja dia masih berangkat ke kantornya karena ini bukan hari libur. Karena hanya berdua saja, Aluna mengajak Arega untuk menemaninya berkebun. Bocah menggemaskan itu menatap Tante kesayangannya sedang memotong ranting yang menghalangi keindahan tanaman hias.
"Onty, ini kebun punya Mama na Lega loh." Ujar Arega yang mana membuat Aluna menoleh.
"Oh ya? Mama Arega suka berkebun yah?" Tanya Aluna dengan tatapan antusias.
"Iya, kata Om mama na Lega cuka bunga. Telus, bungana di taluh cini cemua." Terang Arega.
Aluna menganggukkan kepalanya, dia paham dengan penjelasan Arega. Mungkin saja, Arvian megambil semua tanaman milik mendiang iparnya yang berada di rumah Nalendra. Aluna juga melihat jika bunga-bunga itu adalah bunga yang terbilang mahal harganya. Sayang juga jika di biarkan dan tak di rawat.
"Nona!" Aluna dan Arega menoleh, keduanya melihat seorang maid datang mendekati mereka dengan berlari kecil.
"Ada apa bi?" Tanya Aluna dengan tatapan bingung.
"Ini, Tuan Arvian minta di antarkan makan siang. Tapi, semua maid lagi belanja ke pasar. Saya tidak bisa mengantar karena harus membereskan pekerjaan rumah. Supir juga masih ada di kantor Tuan Arvian." Ujar maid itu dengan nada pelan.
"Kalau begitu, biar saya aja yang antar Bi." Ujar Aluna dengan senyum lembutnya.
"Beneran Non? Apa tuan tidak marah?" Tanya maid itu dengan tatapan takut.
Aluna mengibaskan tangannya, "Gak akan. Kalau dia marah, tinggal suruh gak usah pulang." Ujar Aluna dengan santai.
Maid itu terkesiap, tak menyangka jika Aluna akan seberani itu. Dia pun pamit beranjak pergi untuk melalukan tugasnya. Sementara Aluna, dia melepas sarung tangan karetnya sebelum mengajak Arega untuk masuk.
"Lega mau ikut pokonaaa!!" Seru Arega ketika Aluna menggandengnya berjalan menuju kamar.
"Iya, Arega ikut." Sahut Aluna.
"Ih, baik kali cayangku ini. Jadi makin cayaaangg pokokna!" Seru Arega dengan binar di matanya.
Aluna terkekeh pelan, dia selalu senang dengan celotehan Arega yang sangat menggemaskan. Keberadaan Arega, mengobati rasa rindunya pada putranya yang sudah tiada. Aluna sempat berpikir, jika dirinya tak akan menemukan kebahagiaan lagi. Namun, siapa sangka? Aluna mendapat orang-orang yang menyayanginya dengan tulus.
.
.
.
Aluna dan Arega pergi ke kantor Arvian dengan taksi. Sesampainya di depan gedung kantor, Aluna pun membayar taksinya dan mengajak Arega untuk turun. Kebetulan sekali, di depan kantor terlihat Reza yang baru saja keluar. Sepertinya pria itu akan membeli makan siang. Melihat kedatangan Aluna, Reza langsung berjalan menghampirinya.
"Lun, ngapain disini?" Tanya Reza.
Aluna menunjukkan paper bag makanan yang dia bawa, "Aku ingin antar makan siang Arvian, kamu sendiri?" Jawab Aluna dan bertanya kembali pada pria itu.
"Aku, ingin membeli makan siang." Ujar Reza sambil menunjuk pada resto di depan kantor.
Aluna menatap kafe itu sekilas, lalu kembali menatap ke arah Reza. "Tidak usah makan di sana. Makan bareng saja dengan Arvian, karena aku membawa makanan lebih." Kata Aluna yang mana membuat Reza langsung menolaknya.
"Jangan, aku makan siang di resto saja." Seru Reza dengan meringis pelan. Dia khawatir dengan tatapan tajam Arvian padanya. Apalagi, setelah Arvian memarahinya tadi karena telah menemui Aluna tanpa bilang padanya.
"Loh, kenapa?" Bingung ALuna.
Reza menggeleng, "Suamimu itu lagi keluar tanduknya. Proyeknya gagal, di tambah dia tahu beberapa waktu lalu kita bertemu. Habis sudah jika dia melihatku memakan makanan yang istri cantiknya ini bawakan." Bisik Reza dengan tatapan takut.
Aluna meringis pelan setelah mendengar keterangan Reza. Bukan hanya Reza saja yang takut, Aluna pun jadi merasa takut. Pria yang selalu menatap tajam pada semua orang itu, kini tengah mengalami masalah. Bisa saja, Aluna turut di semprotnya dnegan kata-kata pedas.
"Kalau gitu, aku titip ini di resepsionis aja lah ya." Pinta Aluna.
"Jangan! Sekarang suamimu keluar dua tanduknya, dan kalau kamu hanya nitip saja. Bisa-bisa, tanduknya keluar jadi empat!" Pekik Reza.
"Terus gimana? AKu juga gak tahu ruangannya dimana." Cicit ALuna.
"Ayo, aku antar." Ajak Reza.
Akhirnya, dengan segala perdebatan. Reza mengantar Aluna menuju ruangan Arvian. Banyak sekali pasang mata yang menatap ke arah mereka berdua dan bertanya-tanya tentang keberadaan Aluna di kantor itu. Namun, Aluna dan Reza menghiraukannya. Mereka tetap melanjutkan langkah mereka hingga tiba di depan pintu ruangan milik Arvian.
"Suamimu ada di dalam, dia ...,"
"BISA KERJA GAK SIH?! MASA GINI AJA GAK BISA? PERHITUNGAN JUGA SUDAH SALAH! SAYA GAK MAU TAHU, CEPAT RUBAH INI SEMUA! JIKA TIDAK, MAU KALIAN SAYA PECAT HAH?!"
Raut wajah Reza dan Aluna berubah pucat, keduanya saling menatap dengan mata membulat sempurna. Aluna, dia meneguk kasar lud4hnya. Tenyata, marah Arvian sangat menyeramkan. Dia tak pernah mengira jika Arvian bisa semarah itu. "Aku mau pulang lah Za!" Pekik Aluna dan berniat akan berbalik.
"Jangaaann! Nanti aku yang kena semprot!!" Pekik Reza menahan Aluna.
"Kalau aku tetap disini nanti aku yang kena!!" Seru Aluna tak mau kalah.
Sementara Arega, dia menghiraukan dua orang yang sedang berdebat itu. Bocah gembul itu berj1nj1t dan meraih gagang pintu. Lalu, dengan sekuat tenaga dia memutar gagang pintu itu dan mendorongnya hingga terbuka. Di dalam ruangan, Arvian yang akan kembali membuka suara pun urung ketika melihat kehadiran ponakannya itu.
"Arega?! Kenapa bisa ada di sini? Kesini sama siapa?" Kaget Arvian.
"Cama cayangna akuuu laaah." Seru Arega sembari berlari ke arah meja dimana terletak banyaknya toples cemilan.
Mendengar kata sayangku dari ponakannya, membuat Arvian langsung mengerti. Dia menatap dua karyawannya yang sedang menundukkan kepalanya. "Kembalilah, dan perbaiki laporan tadi. Saya tidak mau ada kesalahan lagi." Titah Arvian dengan tatapan dinginnya.
"Baik Tuan." Ujar keduanya dan segera keluar dari sana.
Arvian memasukkan tangannya ke dalam saku celananya. Dia pun berjalan keluar ruangan untuk mencari keberadaan Aluna. Langkahnya terhenti sesaat dirinya melihat sang istri tengah saling berdebat dengan Reza. Apalagi, Aluna yang berusaha menyerahkan paper bag yang ia bawa pada Reza.
"Heee!! Kalau suamimu marah padamu, tinggal kasih jatah aja, udah beres! Kalau dia marah padaku, yang ada ... Habis jatah gajiankuuu!!" Pekik Reza.
"Tapi kau ...,"
"Ekhem!"
Tubuh Reza dan Aluna mematung seketika, keduanya menoleh dan menatap Arvian yang berdiri sembari menatap tajam ke arah keduanya. Menyadari hal itu, Aluna segera menegakkan tubuhnya dan memeluk paper bag yang dirinya bawa tadi. Tatapan keduanya terlihat takut, apalagi saat melihat mata elang Arvian yang menghunus tajam pada keduanya.
"Ar, aku membawakan makan siangmu. Ini, ambillah!" Seru Aluna dan menyerahkan paper bag itu pada Arvian. Perasaan Aluna lega saat Arvian mengambilnya.
"Arega! Ayo kita pulang!" Seru Aluna dan masuk ke dalam ruangan Arvian untuk mencari keberadaan keponakannya itu.
Sementara Arvian, dia menatap tajam pada asistennya yang tengah memainkan jari-jemarinya itu. "Jangan menggangguku tiga jam ke depan, mengerti?!" Titah Arvian.
"Baik tuan!" Seru Reza.
Arvian berbalik, dia melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya dan menguncinya. Aluna yang akan membawa Arega keluar pun terkejut saat melihat pintu telah di kunci oleh sang suami. "Ar aku mau ...,"
"Tetap disini." Titah Arvian yang mana membuat Aluna mengatupkan bibirnya kembali.
"Om ini kayak kakek lampil yah, keljana malah-malah telus." Celetuk Arega yang mana membuat Arvian membulatkan matanya.
"Apa katamu?!" Pekik Arvian dengan mata membulat sempurna. Aluna pun sudah ketar-ketir, dia takut Arega kena semprotan amarah pria itu.
"Nda dengel? Kakek lampil!! KAKEEEKK LAMPIIIILL!! Macih nda dengel juga?!" Seru Arega.
Arvian menghela nafas kasar, dia meraih telpon genggamnya dan menelpon seseorang. "Reza, cepat kembali dan bawa anak sapi ini!"
"Anak capi?! Ciapa anak capiii!!" Kejut Arega dengan tatapan tak percaya.
"Kamu, siapa lagi? Anak sapi!" Desis Arvian.
Arega mencebikkan bibirnya, dia beralih menatap Aluna yang terlihat tertekan dengan perdebatan kedua pria berbeda usia itu. "Ekhee cayangkuuu!! Lega di bilang anak capi hiks ...,"
Aluna melirik ke arah Arvian, terlihat pria itu menatap tajam ke arahnya seakan memberi isyarat agar Aluna hati-hati dalam membela. "Bujuk yang kecil, yang besar ngambek. Bujuk yang besar, yang kecil yang ngambek. Harus gimana aku ini, tekanan batin aku lama-lama." Batin Aluna menangis.
___
Jangan lupa dukungannya🥰🥰