Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Hubungan
Aleena sangat terkejut dengan apa yang Dev katakan.
"Dev, maksudmu... kamu membeli semua ini untukku?"
Aleena bertanya untuk memastikan pada Dev.
"Tentu saja. Jika bukan untukmu, memangnya untuk siapa lagi?", jawab Dev dengan acuh tak acuh
"Hah... Dev, ini terlalu berlebihan. Kamu tidak perlu membelikan semua barang ini untukku. Kamu hanya perlu membelikan secukupnya saja. Bagaimana aku bisa memakai semuanya? Lagipula, kita masih belum resmi menikah, jadi tidak perlu terlalu berlebihan untukku".
Aleen menghela napas panjang dan berusaha menjelaskan maksudnya pada Dev.
"Aleen, tidak aku pungkiri kalau banyak gadis yang mama jodohkan denganku. Selain itu banyak juga yang berusaha mendekatiku secara pribadi. Tapi aku sendiri belum pernah dekat dengan seorang gadis sebelumnya. Aku ingin menjalin hubungan resmi denganmu, jadi cukup terima saja".
Dev menjelaskan dengan lembut sambil memegangi tangan Aleen.
"Dev, aku tahu kamu bermaksud baik tapi… kamu tahu kan kalau aku baru saja putus dengan Angga, jadi …"
"Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Aku tidak akan memaksakan perasaanmu. Lagipula kita belum lama kenal, jadi kita bisa saling mengenal dulu satu sama lain. Anggap saja sekarang ini merupakan masa pendekatan kita"
"Iya. Terima kasih Dev"
...****************...
Sementara itu dirumah keluarga Prasetyo.
"Pah, apa yang akan kita lakukan sekarang? Aleen benar-benar pergi. Kita tidak bisa lagi menjalin hubungan dengan keluarga Handoko".
Bu Dona mengeluh pada sang suami mengenai rencana mereka yang gagal.
"Papa juga tidak tahu. Kita tidak mungkin memaksanya untuk tetap menikah dengan Fandy. Kita juga tidak bisa membatalkan rencana pertunangan Diana dan Angga. Mau tidak mau kita harus membatalkan rencana perjodohan ini. Jika saja Aleena tidak membuat ulah maka kita tidak akan kerepotan seperti sekarang".
Pak Bastian bicara dengan sikap yang dingin, dia mengepalkan sebelah tangannya menahan rasa amarah.
"Sudahlah Pah. Semuanya sudah terjadi, toh kita tidak bisa lagi melakukan apapun untuk memperbaiki semuanya. Yang harus kita lakukan sekarang adalah mencari cara supaya kita tetap bisa menjalin hubungan baik dengan keluarga Handoko".
Pak Bastian mengangguk-anggukkan kepala menyetujui ucapan sang istri.
"Mama benar. Sebaiknya aku menghubungi Fandy dan menjelaskan permasalahannya. Kuharap mereka bisa mengerti dan tetap mah berhubungan baik dengan kita".
"Ya semoga saja"
"Pah, Mah, aku pulang".
Pak Bastian dan Dona menoleh secara bersamaan begitu mendengar suara putri tersayang mereka.
"Kamu sudah pulang, sayang?".
"Euh"
Diana menganggukkan kepala menanggapi sapaan sang ibu, kemudian dia langsung duduk didekat orang tuanya.
"Apa yang sedang Papa dan Mama bicarakan? Sepertinya sangat serius sekali?", ujar Diana yang tetap bersikap manja dan polos.
"Kami sedang membicarakan masalah dengan Fandy Handoko. Sekarang kita tidak bisa melanjutkan perjodohan dengan keluarga itu karena Aleen telah keluar dari rumah ini. Papa kira, Papa harus berkunjung ke kediaman mereka dan menjelaskan semua yang terjadi pada mereka".
Pak Bastian menjelaskan langkah apa yang akan dia lakukan untuk meminta maaf pada keluarga Handoko.
"Eh, apa Papa dan Mama tahu siapa yang tadi aku temui di butik?".
Diana dengan sengaja membuat ayah dan ibunya penasaran dengan siapa orang yang dia temui sebelumnya.
"Memangnya siapa yang sudah kamu temui itu? Apa kami juga kenal dengannya?".
Bu Dona bertanya dengan senyum lembut dipipinya menanggapi ucapan Diana.
"Kak Aleena. Tadi aku dan Kak Angga tidak sengaja bertemu dengannya saat berada butik. Dia sedang berbelanja bersama pemuda tidak jelas itu, kalau tidak salah namanya … Dev, ya namanya Dev".
Diana bercerita dengan senyum ceria. Entah apa yang membuatnya merasa senang, senyumnya terlihat sangat bahagia.
"Benarkah? Apa dia bersenang-senang setelah keluar dari rumah ini?"
Pak Bastian bertanya dengan raut wajah yang muram.
"Entahlah, tapi kemarin kak Aleen bilang dia hanya membeli beberapa keperluan karena tidak membawa pakaian apapun saat meninggalkan rumah ini".
Diana menjelaskan pada kedua orang tuanya apa yang dilakukan Aleen.
"Tapi Pah, Mah apa menurut kalian pria yang bersama kak Aleen itu orang kaya? Penampilannya terlihat biasa saja tapi kak Aleen malah terlihat mengunjungi butik mewah".
Diana dengan sengaja berpendapat buruk tentang Dev, agar kedua orang tuanya juga memiliki pemikiran yang sama.
"Aleen mengunjungi butik mewah? Bukannya selama ini dia tidak pernah peduli dengan barang-barang branded? Apa kali ini dia sengaja memanfaatkan pria itu? Atau mungkin sebaliknya, Aleena yang sudah dimanfaatkan oleh pria itu?".
Bu Dona mengernyitkan dahi heran dengan apa yang dilakukan Aleen dan berasumsi tentang hubungannya dengan Dev.
"Mungkin saja. Kita tahu sendiri kalau selama ini Aleena selalu menuruti keinginan kita. Apa mungkin dia mulai membantah setelah dihasut oleh pemuda kurang ajar itu?"
Pak Bastian pun mulai mengeluarkan pendapatnya sendiri.
"Lalu, apa yang akan Papa lakukan? Bukannya kita hanya perlu membiarkannya saja? Sekarang kak Aleena telah meninggalkan rumah ini. Dia sudah bukan lagi bagian dari keluarga kita".
Diana menanggapi sang ayah dengan sikap acuh tak acuh.
"Jika masih ada kemungkinan membuatnya kembali kerumah ini, kenapa tidak? Toh kita masih bisa memintanya menikah dengan Fandy".
Pak Bastian bicara dengan seringai tipis dan mata mendelik pada Diana. Sampai akhir pun dia berusaha memanfaatkan Aleena.
"Papa benar. Fandy Handoko lebih menguntungkan daripada pemuda yang tidak jelas asal usulnya itu".
Diana pun setuju dengan apa yang dikatakan sang ayah.
...****************...
Keesokan harinya dirumah Dev.
Aleena hendak sarapan sebelum dia pergi ke kantor. Dev sudah tiba lebih dulu di meja makan dengan setelan jas yang rapih karena akan mulai bekerja hari ini. Dev menunggu Aleena sambil membaca dokumen pada tablet kerjanya.
Aleen yang baru turun dari tangga terpaku menatap Dev yang berbeda dari biasanya. Dia terlihat sangat tampan dan penuh kharisma. Rambut hitam klimis yang disisir rapih. Setelan jas mewah dengan body slim yang lengkap dengan dasinya membuat Dev terlihat berwibawa.
'Selamat pagi"
Aleen menyapa dengan ragu. Suaranya membuat Dev mengalihkan perhatiannya dari tablet.
"Selamat pagi. Ayo kita sarapan! Bibi sudah menyiapkannya", ujar Dev yang telah meletakkan tablet dan langsung berdiri lalu menarik kursi untuk Aleen duduk
"Terima kasih", jawab Aleen setelah Dev membantu menarik kursinya.
"Dev, apa kamu mulai bekerja hari ini?", sambung Aleen membuka pembicaraan diantara mereka.
"Ya, aku akan datang ke perusahaan hari ini. Waktu bersantaiku sudah habis, sekarang aku akan mulai sibuk dengan pekerjaan".
Dev menanggapi pertanyaan Aleena dengan senyum yang ramah.
"Tetap saja kamu tidak boleh terlalu sibuk sampai lupa istirahat. Kamu juga harus menjaga kesehatanmu".
Aleen mengingatkan Dev agar menjaga kesehatannya.
"Ya, tentu saja aku akan melakukan itu. Terima kasih atas perhatianmu".
Aleen mengangguk lalu mereka mulai sarapan.
"Apa sudah selesai? Ayo berangkat!".
Dev mengajak Aleen pergi setelah melihatnya menyelesaikan sarapannya.
"Ya, ayo. Apa kamu akan mengantarku? Apa tidak akan terlambat? Jika memang beda arah. aku bisa pergi sendiri"
Aleen langsung bicara pada Dev tanpa menanyakan terlebih dahulu dimana tempat kerja Dev.
"Tidak akan terlambat. Jadi kita bisa pergi bersama".
Dev menanggapi dengan lembut.
"Baiklah. Bi, aku berangkat ya"
Aleen pamit pada pembantunya setelah dia bicara pada Dev.
"Ya, hati-hati Non, Den"
Setelah mendapat tanggapan dari pembantunya barulah Aleen dan Dev bergegas pergi.
Seperti biasanya, Dev tidak membiarkan Aleen membuka pintu mobil sendiri. Dia akan membukakan pintu untuk Aleen.
"Terima kasih"
Dev mulai memacu mobilnya menuju kantor. Sesekali mereka berbincang saat berkendara. Tanpa terasa mereka pun tiba. Dev memarkirkan mobil mewahnya disalah satu sudut dan membantu Aleen untuk turun lebih dulu.
"Kalau begitu aku pergi dulu. sampai jumpa nanti".
Aleen langsung pergi dan melambaikan tangan pada Dev. Dia benar-benar tidak bertanya dimana tempat kerja Dev.
Haah… Dia langsung pergi begitu saja
Gumam Dev menatap punggung Aleen yang semakin menjauh