NovelToon NovelToon
Pengawal Kampung Duren

Pengawal Kampung Duren

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Keluarga / Persahabatan / Slice of Life / Penyelamat
Popularitas:445
Nilai: 5
Nama Author: Hinjeki No Yuri

bercerita tentang Boni, seorang pemuda lugu yang kembali ke kampung halamannya setelah merantau selama 5 tahun. Kedatangannya disambut hangat oleh keluarga dan sahabatnya, termasuk Yuni, gadis cantik yang disukainya sejak kecil.
Suasana damai Desa Duren terusik dengan kedatangan Kepala Desa, pejabat baru yang sombong dan serakah. Kepala desa bermaksud menguasai seluruh perkebunan durian dan mengubahnya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Boni dan Yuni geram dengan tindakan kepala desa tersebut dan membentuk tim "Pengawal Duren" untuk melawannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perpisahan Acara Besar

Pagi itu, Kampung Duren terlihat lebih ramai dari biasanya. Warga berlalu-lalang membawa barang-barang untuk persiapan acara yang diusulkan oleh tim Pengawal Duren. Semangat gotong-royong begitu terasa. Balai desa yang biasanya sepi kini menjadi pusat aktivitas.

Boni dan Yuni berdiri di tengah lapangan, mengawasi semua persiapan. Keduanya tampak sibuk memeriksa daftar kebutuhan.

“Panggung udah selesai, kan?” tanya Yuni sambil mencatat sesuatu di bukunya.

“Udah,” jawab Boni sambil menunjuk ke arah beberapa pemuda yang sedang memaku papan kayu di atas panggung sederhana. “Tinggal pasang lampu aja nanti sore.”

“Bagus,” ujar Yuni. “Kamu udah kasih tahu Pak Arman buat nyiapin sound system?”

“Udah,” kata Boni sambil tersenyum. “Tenang aja, Bu Ketua.”

Yuni meliriknya tajam. “Jangan panggil aku Bu Ketua. Nanti orang beneran manggil gitu.”

Boni tertawa kecil. “Ya kan emang kamu yang paling ngatur semuanya. Jadi cocoklah.”

Yuni mendengus sambil tersenyum tipis. “Dasar.”

 

Rapat Kilat di Balai Desa

Setelah memastikan persiapan berjalan lancar, Boni dan Yuni bergabung dengan Arman, Pak Jono, dan beberapa warga lainnya di balai desa untuk rapat terakhir.

“Jadi, rundown acaranya udah jelas?” tanya Arman sambil melihat kertas di tangannya.

Pak Jono, yang bertugas menjadi pembawa acara, mengangguk. “Udah. Kita mulai jam tujuh malam. Ada sambutan dari kepala dusun, terus penampilan seni, baru makan-makan.”

“Bagian seni udah siap semua?” tanya Yuni.

“Udah,” jawab Bu Siti. “Anak-anak muda udah latihan tarian tradisional. Terus Pak Slamet sama grup musiknya mau nyanyi lagu daerah.”

“Bagus,” ujar Boni. “Ini bakal jadi malam yang seru.”

Arman menambahkan, “Jangan lupa juga ini kesempatan kita buat ngajak warga lebih peduli sama kebun. Jadi nanti di akhir acara, kita sampaikan rencana penguatan komunitas.”

Semua orang mengangguk setuju. Meski acaranya tampak santai, ada tujuan besar di baliknya: memperkuat solidaritas warga dan mempersiapkan mereka menghadapi ancaman Kepala Desa.

 

Persiapan yang Penuh Canda Tawa

Sore hari, persiapan mulai memasuki tahap akhir. Lampu-lampu dipasang di sekitar panggung, dan meja-meja diatur untuk tempat makan. Boni dan beberapa pemuda sibuk mengangkat sound system, sementara Yuni memimpin kelompok ibu-ibu menyiapkan makanan.

“Boni, hati-hati dong angkatnya!” teriak Yuni dari jauh.

“Tenang, aku kuat kok,” jawab Boni sambil mengangkat speaker besar dengan susah payah.

Pak Jono yang melihat itu terkekeh. “Bon, kalau berat, bilang aja. Jangan sok kuat nanti malah jatuh.”

“Nggak apa-apa, Pak. Ini sekalian olahraga,” balas Boni sambil menahan nafas.

Di sisi lain, Yuni terlihat sibuk mengatur ibu-ibu.

“Bu Siti, nasi liwetnya taruh di meja depan ya, biar gampang ambilnya,” kata Yuni sambil menunjuk ke meja panjang.

“Siap, Yuni,” jawab Bu Siti. “Eh, tapi lauknya nggak bakal kurang kan? Soalnya tadi Bu Tini bilang anaknya udah ngintip mau ambil.”

Yuni tertawa. “Kalau kurang, tinggal tambahin. Tadi ada yang bawa telur dadar banyak banget.”

Semua orang sibuk, tapi suasana penuh canda tawa membuat pekerjaan terasa lebih ringan.

 

Saat Malam Tiba

Saat malam menjelang, warga mulai berdatangan ke lapangan. Lampu-lampu yang dipasang memancarkan cahaya hangat, menciptakan suasana meriah. Anak-anak berlarian di sekitar panggung, sementara orang dewasa duduk di tikar yang sudah digelar.

Di belakang panggung, Boni, Yuni, dan Arman memastikan semuanya berjalan lancar.

“Gimana, Bon? Udah siap?” tanya Arman.

“Siap, Pak,” jawab Boni sambil mengecek kabel sound system. “Tinggal nunggu Pak Jono mulai acaranya.”

Yuni menepuk bahu Boni. “Kamu udah cek semua, kan? Jangan sampai ada yang mati di tengah acara.”

“Udah, tenang aja,” jawab Boni sambil tersenyum.

Pak Jono naik ke panggung dengan kertas di tangan. Ia mengetuk mikrofon dua kali, lalu berbicara dengan suara lantang.

“Selamat malam, warga Kampung Duren!” serunya. “Malam ini kita berkumpul untuk merayakan kebersamaan kita dan, tentu saja, kebun durian kesayangan kita.”

Sorakan warga menggema di lapangan.

“Kita punya banyak acara malam ini. Jadi, siap-siap buat menikmati semuanya!” lanjut Pak Jono.

 

Acara yang Penuh Kehangatan

Acara dimulai dengan penampilan tari tradisional dari anak-anak muda desa. Mereka mengenakan pakaian adat dan menari dengan gerakan yang anggun. Warga bertepuk tangan riuh setelah penampilan selesai.

Setelah itu, giliran Pak Slamet dan grup musiknya tampil. Mereka membawakan beberapa lagu daerah yang membuat warga ikut bernyanyi. Boni dan Yuni, yang duduk di dekat panggung, saling melirik dengan senyum puas.

“Acara ini sukses besar,” bisik Boni.

“Belum selesai, Bon. Nanti bagian kamu kasih pidato yang penting,” balas Yuni.

“Pidato? Aku?” Boni terkejut.

“Iya,” kata Yuni sambil tertawa kecil. “Kan kamu yang usul acara ini. Jadi kamu yang ngomong ke warga.”

Boni menghela napas panjang. “Ya udah, kalau gitu aku siapin mental.”

 

Pesan untuk Warga

Saat acara hampir selesai, Boni naik ke panggung. Ia terlihat sedikit gugup, tapi segera menenangkan diri.

“Selamat malam, semuanya,” ujar Boni sambil memegang mikrofon. “Terima kasih udah datang dan meramaikan acara ini. Kita semua di sini karena satu alasan: kita cinta Kampung Duren.”

Tepuk tangan meriah terdengar dari warga.

“Kebun durian ini bukan cuma sumber penghasilan. Ini juga simbol kebersamaan kita. Tapi sekarang, kebun ini sedang terancam. Kita tahu ada pihak yang ingin mengubah kebun ini jadi sesuatu yang bukan milik kita lagi.”

Warga mulai hening, mendengarkan dengan serius.

“Tapi saya yakin, selama kita kompak, nggak ada yang bisa ambil kebun ini dari kita. Jadi, mari kita jaga kebun ini sama-sama. Setuju?”

“Setuju!” teriak warga serempak.

Yuni yang berdiri di dekat panggung tersenyum bangga melihat keberanian Boni.

 

Penutup yang Manis

Acara malam itu ditutup dengan makan malam bersama. Warga menikmati nasi liwet, durian, dan berbagai hidangan lainnya sambil bercanda dan berbagi cerita.

Di sudut lapangan, Boni dan Yuni duduk berdua, menikmati suasana.

“Bon, pidatomu tadi keren,” kata Yuni sambil menyikut pelan lengan Boni.

“Ah, biasa aja,” jawab Boni sambil tersenyum malu. “Tapi terima kasih udah percaya sama aku.”

“Selalu,” balas Yuni singkat tapi penuh arti.

Malam itu, langit Kampung Duren dipenuhi bintang. Suasana hangat kebersamaan terasa di setiap sudut desa, memberikan harapan baru bagi semua orang yang mencintai kampung dan kebun durian mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!