"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Tawaran Tak Terduga
Saat obrolan mereka sedang seru-serunya, tiba-tiba notifikasi ponsel Dinda berbunyi nyaring. Dia mengambil ponselnya dan melihat layar dengan wajah terkejut.
“Eh, Lily! Aku dapat BO!” Dinda berteriak gembira, tapi nada suaranya sedikit terputus karena terkejut.
Lily menoleh, ingin tahu lebih banyak. “Serius? Berapa harganya?” tanyanya sambil menyandarkan tubuh ke kursi dan memperhatikan Dinda dengan seksama.
“700 ribu!” Dinda menjawab, tampak tak percaya dengan tawaran yang baru diterimanya. “Dia mau ketemu sekarang juga!”
Lily merasa sedikit cemburu. Meski mereka berdua menjalani hidup yang sama sebagai "tlembuk", namun harga 700 ribu untuk sekali "crot" membuatnya merasa iri. Dia tak bisa menahan rasa ingin tahunya. “Wow, itu angka yang cukup besar. Kamu mau langsung pergi?”
Dinda terlihat ragu sejenak. “Gimana ya? Aku baru saja ketemu kamu dan kita lagi seru-seruan.”
“Bisa saja kamu pergi dan kembali lagi. Siapa tahu setelah kamu dapat uang, kita bisa jajan atau pergi ke tempat yang lebih seru!” Lily berusaha membujuk, sambil tersenyum nakal.
Dinda mengangguk, berpikir sejenak. “Kamu benar juga sih. Lagipula, aku bisa dapat uang lebih cepat.”
Dinda kemudian membalas pesan yang masuk sambil menatap layar ponselnya. Lily menatap Dinda, merasa senang sekaligus iri. Dia ingin mendapatkan tawaran seperti itu juga.
“Boleh juga kamu minta lebih, Dinda. Atau tawarkan yang lebih baik. Kan kamu punya daya tarik,” Lily berkomentar, mencoba memberikan semangat.
“Aku pikir, aku akan coba. Tapi bagaimana kalau dia nggak mau?” Dinda bertanya, cemas.
“Coba saja. Jika dia memang mau, pasti ada cara untuk menawarnya,” kata Lily dengan percaya diri. “Jangan pernah ragu untuk menjual dirimu. Ini bisnis, Dinda!”
Dinda kembali melihat ponselnya dan mengetik balasan dengan cepat. Setelah beberapa saat, wajahnya menampakkan ekspresi lega dan bahagia. “Dia setuju untuk bertemu! Kita atur di mana dan kapan. Satu jam lagi!”
“Bagus! Kamu pasti bisa!” Lily berkata sambil menepuk bahu Dinda. “Sekarang kamu bisa jajan lebih banyak dan kita bisa bersenang-senang setelah ini.”
Dinda tersenyum lebar, “Tapi kamu juga harus bisa mendapatkan tawaran yang lebih baik, Lily. Kita harus bersaing, loh!”
Lily mengangguk, merasa terinspirasi. “Iya, kamu benar. Aku harus mulai lebih aktif juga.”
Setelah selesai dengan percakapan mereka, Dinda dan Lily merencanakan untuk pergi ke kafe terdekat setelah Dinda mendapatkan uang dari BO-nya. Lily merasa semangatnya kembali membara, dan dia tak sabar untuk mendapatkan tawaran yang lebih menarik.
“Mari kita lakukan ini, Dinda! Kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan!” seru Lily penuh semangat.
Dengan semangat baru, mereka bersiap melanjutkan petualangan mereka, siap untuk menghadapi hari yang penuh kejutan.
Dinda mengumpulkan barang-barangnya dengan cepat, terlihat bersemangat dan sedikit gugup. “Aku pergi dulu ya, Lily. Doakan aku!” ujarnya sambil tersenyum lebar.
“Semangat, ya! Pastikan kamu dapat yang terbaik!” jawab Lily, sedikit merasa kesepian saat Dinda pergi.
Dinda melangkah keluar dari kafe, menunggu taksi online yang segera datang menjemputnya. Lily melihat Dinda melambai sebelum akhirnya menghilang dari pandangan.
Setelah Dinda pergi, Lily merasa sepi. Dia duduk sendiri di sudut kafe, memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Suasana di kafe itu ramai, tapi dia merasa tidak bersemangat. Dia melihat sekeliling, mengamati pengunjung lain yang tampak asyik mengobrol atau berkumpul bersama teman.
“Kenapa tidak ada yang menghubungiku?” gumamnya sambil mengaduk minuman di meja. Dia merasa cemburu melihat Dinda yang sudah mendapatkan tawaran yang menjanjikan, sementara dia masih menunggu peluang yang tepat.
Setelah beberapa menit menunggu, Lily memutuskan untuk tidak hanya duduk menunggu. Dia mengambil ponsel dan mulai menjelajahi media sosial. Dia mencari informasi, mencoba menarik perhatian siapa pun yang mungkin tertarik padanya. “Mungkin saatnya aku memperbarui profilku,” pikirnya.
Sambil scrolling, Lily melihat banyak teman dan orang lain yang memposting foto-foto seru dari pesta dan acara di luar sana. Dia merasa tergerak untuk bergabung dalam kesenangan itu. “Aku harus keluar dan mencari sesuatu yang menarik,” ujarnya pada diri sendiri.
Lily kemudian mengingat tawaran yang pernah didengarnya dari beberapa temannya tentang sebuah acara malam yang akan diadakan di tempat lain. “Kenapa tidak? Siapa tahu aku bisa mendapatkan tawaran baru di sana,” ucapnya sambil tersenyum.
Setelah memutuskan untuk pergi, Lily bangkit dari kursinya dan merapikan penampilannya. Dia memastikan bahwa penampilannya tetap menarik dan siap untuk pergi ke tempat lain. “Ini saatnya beraksi,” katanya dalam hati.
Dengan semangat yang baru, Lily keluar dari kafe dan memanggil taksi online. Dia siap menghadapi malam yang penuh kejutan dan mungkin, tawaran yang lebih baik dari sebelumnya.
Setelah memanggil taksi, Lily Menunggu dengan berdebar-debar. Dia menatap layar ponselnya, memeriksa notifikasi, berharap ada tawaran yang masuk. Saat taksi tiba, dia segera melangkah masuk dengan semangat.
“Ke tempat acara malam di Jalan Raya Merah,” perintahnya kepada sopir.
Di dalam taksi, Lily merasakan adrenalin mengalir. Suasana di luar mobil terlihat hidup, dengan lampu neon berkelap-kelip dan suara musik yang terdengar dari berbagai kafe dan bar. Dia merasa terinspirasi untuk ikut berpartisipasi dalam keramaian itu.
Sesampainya di lokasi acara, Lily keluar dari taksi dan merasakan getaran musik yang memikat. Dia melihat banyak orang berkumpul, menari, dan menikmati malam. Dia menyadari bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk bertemu orang baru dan mungkin mendapatkan tawaran yang diinginkannya.
Lily melangkah masuk, menarik perhatian banyak orang dengan penampilannya yang seksi dan percaya diri. Dia menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik yang berdegup kencang, membiarkan dirinya terhanyut dalam suasana. Beberapa pria melihatnya dengan minat, dan Lily tahu bahwa inilah saat yang tepat untuk membuat langkah.
Setelah beberapa saat bersenang-senang, Lily mendekati bar dan memesan minuman. Saat menunggu, dia memperhatikan sekeliling, berharap untuk melihat seseorang yang bisa memberinya tawaran. Di sinilah tempatnya—di tengah keramaian, semua peluang terbuka.
Tak lama kemudian, dia mendengar seseorang memanggilnya. “Hei, cantik! Mau join kami?” seru seorang pria bertubuh kekar dengan senyum lebar.
Lily mendekat, “Tentu saja! Aku Lily,” katanya, berusaha terdengar ramah.
“Gue Rian. Ini teman-teman gue,” ujarnya, mengenalkan beberapa temannya yang duduk di meja. Mereka tampak seru dan penuh energi, seolah mereka tahu cara bersenang-senang.
Lily merasa nyaman dan mulai bercanda dengan mereka. “Jadi, apa yang kalian lakukan di sini? Hanya untuk bersenang-senang atau ada agenda lain?” tanya Lily dengan nakal.
Rian tertawa, “Kita selalu bersenang-senang, tapi kalau ada kesempatan bisnis, kenapa tidak? Kalian kan tahu, kita butuh untuk tetap hidup di malam hari.”
Mendengar itu, Lily mulai tertarik. “Bisnis? Seperti apa?” tanyanya, berpura-pura penasaran.
“Ya, kadang kita dapat tawaran menarik dari orang-orang di sini. Cuma butuh kepercayaan diri dan ketenangan. Kadang, kita bisa bawa pulang banyak uang,” Rian menjelaskan.
Wajah Lily bersinar. “Hmm, sepertinya menarik. Kalian sering dapat tawaran seperti itu?”
Rian mengangguk. “Sering, tapi itu tergantung keberuntungan. Kadang yang kita temui memang orang-orang baik, tapi kadang juga tidak. Jadi, kamu harus pintar-pintar memilih.”
Lily mengangguk, merasa terinspirasi. Dia bisa merasakan energi positif dari kelompok itu dan tahu bahwa malam ini bisa menjadi peluang baik untuknya. “Bagaimana kalau kita bersenang-senang bersama? Siapa tahu kita bisa menemukan sesuatu yang menarik,” ajaknya sambil tersenyum menggoda.
Rian dan teman-temannya tersenyum, sepertinya mereka menyukai ide itu. “Ayo! Kita lihat seberapa jauh kita bisa pergi malam ini!” Rian berseru, dan mereka semua bersorak.
Malam itu semakin bersemangat, dan Lily merasa semangatnya kembali memuncak. Dia yakin, malam ini adalah awal dari sesuatu yang menarik.