Alea baru mengetahui dirinya hamil saat suaminya telah pergi meninggalkannya. Hal itu di sebabkan karena sang suami yang kecewa terhadap sikapnya yang tak pernah bisa menghargai sang suami.
Beberapa bulan kemudian, mereka kembali bertemu. Suami Alea kini menjadi seorang CEO tampan dan sukses, suaminya secara tiba-tiba menemuinya dan akan mengambil anak yang baru saja dia lahirkan semalam.
"Kau telah menyembunyikan kehamilanmu, dan sekarang aku datang kembali untuk mengambil hak asuh anakku darimu,"
"Jangan hiks ... aku ... aku akan melakukan apapun, tapi jangan ambil putriku!"
Bagaimana selanjutnya? apakah Ady yang merupakan suami dari Alea akan mengembalikan putrinya pada ibu kandungnya? ataukah Ady akan mengambil putri Alea yang baru saja dia lahirkan semalam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13: Syarat pilihan Ady
Cklek!
Pintu ruangan Alea terbuka, dia pikir itu Edgar sehingga dia tak menoleh dan asik melihat ponselnya.
"Kau sidah kembali Ed? apakah kau membeli bakso untukku," tanya Alea tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Tak kunjung mendapat jawaban Alea pun mengangkat wajahnya, betapa terkejutnya dia melihat Ady yang berdiri dan sedang menatapnya dengan datar.
"Ma-mas Putra?!" kaget Alea.
Ady berjalan mendekati Alea, satu tangannya dia masukkan kedalam celana bahannya. Matanya tak lepas dari wajah Alea yang panik sekaligus terkejut.
"Kenapa kau sangat terkejut? aku bukanlah malaikat maut, jadi santai saja," ujar Ady.
"Ma-mas putra ngapain kesini?" tanya Alea.
"Tentu saja berjumpa dengan istriku sekaligus ibu dari putriku Ara." ujar Ady sembari berbisik di telinga Alea.
Tubuh Alea menegang, benarkah Ady telah mengetahui tentang putrinya? mengapa sang adik tak memberitahu hal ini padanya.
"Ara siapa mas? putri siapa?" tanya Alea mencoba untuk mengelak.
Ady menegakkan tubuhnya, dia mengangkat satu sudut bibirnya.
"Kau mencoba membodohiku hm? Alea ... ada satu hal yang harus kau tahu, aku ... aku Adyatma Putra Dominic. Mungkin kau hanya tau namaku Putra saja bukan?" ujar Ady.
Tubuh Alea mendadak kaku, dia kenal nama marga itu. Di kota ini nama Marga itu sangat terkenal akibat kekayaannya.
"Tapi di kartu identitasmu ...,"
"Itu palsu, yang asli aku simpan dengan rapih. Tadinya aku menikahimu karena wasiat dari ayahmu dan di tambah aku tertarik denganmu. Namun, setelah kau tak dapat menghargaiku ... aku malah membencimu. Kebencianku bertambah kala kau menyembunyikan kehamilanmu! kau menyembunyikan putriku! darah dagingku sendiri!" ujar Ady.
Air mata Alea jatuh, dia tahu betul apa yang dia lakukan terhadap Ady. Dia mengabaikan Ady, bahkan bertindak tidak sopan. Dia mengakui itu, tetapi dirinya juga ingin meminta maaf.
"Maaf, maafkan aku hiks ... maafkan aku," isak Alea.
"Aku tak butuh maafmu!" sentak Ady.
"Kau telah menyembunyikan anakku, dan kini aku datang kembali untuk mengambil hak asuh anakku darimu," sambung Ady.
Alea terkejut, dia menggeleng cepat. Dia tidak sanggup jika harus pisah dengan putrinya, Alea pun semakin terisak. Jika di bawa ke pengadilan pun Alea tak akan bisa melawan Ady, dirinya tak memiliki uang untuk menyewa pengacara agar melawan suaminya mengambil hak asuh sang putri.
"Jangan hiks ... aku ... aku akan melakukan apapun, tapi jangan ambil putriku." pinta Alea sambil memegangi lengan Ady.
Ady melepas pelan tangan Alea, melihat hal itu Alea semakin menangis. Ady yang dulunya menatapnya dengan hangat, sekarang menatapnya dengan tatapan datar.
Melihat Alea yang seperti itu membuat Ady tak tega, apalagi sedari tadi tangan kiri Alea selalu memegangi luka bekas operasi. Dia tahu jika bekas sayatan itu pasti belum kering dan masih terasa perih, dan kini wanita itu menangis.
"Oke, aku tidak akan menjauhkan putriku darimu.Tapi dengan satu syarat," ujar Ady.
"Apa? katakan padaku apa syaratnya? aku akan melakukannya Mas," seru Alea.
"Kembali denganku, tetapi jangan pernah berharap jika aku akan kembali seperti Mas Putramu dulu. Sekarang aku adalah Ady, bukan Putra yang dengan bodohnya bertahan dengan wanita yang egois," ujar Ady.
Alea terdiam, apakah ini artinya mereka akan tinggal kembali bersama. Dia akan kembali bersama suaminya tetapi dengan sifat yang berbeda, apakah Alea sanggup untuk menghadapi sifat datar suaminya?
"Baik Mas, aku mau," lirih Alea.
"Tapi ingat ... Kau kembali denganku hanya untuk putriku Ara, jadi jangan pernah berharap lebih dari itu," ujar Ady.
Alea mengangguk paham, dia tak lagi mendapati sikap hangat Ady. Malah pria itu menjadi dingin terhadapnya.
Ady pun keluar, sementara Alea melihat bajunya yang ternyata sudah berwarna merah. Sepertinya jahitannya terbuka karena dia yang menangis dan sesenggukan sekaligus banyaknya gerakan yang dirinya lakukan.
Cklek!
"Kakak, aku membelikan kakak bubur. Karena aku takut kakak ... KAKAK!"
Edgar kaget mendapati Alea yang sedang mengecek bajunya, dia melihat darah dari bekas operasi sang kakak.
"Se-sebentar, a-aku akan memanggil dokter," panik Edgar.
Edgar menaruh bungkusan itu di dekat lemari, setelahnya dia akan keluar untuk memanggil dokter. Namun, dia melihat sang dokter yang akan masuk ke kamar rawat kakaknya itu.
"Ehm maaf, tadi pak Ady menyuruhku untuk ke kamar ini agar memeriksa pasien karena katanya luka jahitannya terbuka," ujar sang dokter.
Edgar mengangguk, dia menyingkir agar sang dokter masuk.
"Ed, coba lihat bayi kakak. Kakak khawatir sama dia," ujar Alea.
Edgar mengangguk, dia keluar dari ruangan sang kakak menuju kamar bayi. Saat dia melewati kaca ruangan bayi, netranya melihat Ady yang sedang menimang Baby Ara.
Edgar pun memutuskan untuk masuk, dia menatap Ady yang sepertinya tak menyadari keberadaan dirinya.
"Sedang apa abang disini?" tanya Edgar.
Ady terkejut, dia melirik Edgar dan kembali menatap putrinya.
"Tentu saja menemui putriku, apa aku salah?" tanya Ady.
"Salah karena abang belum izin dengan Kakak," kesal Edgar.
Ady membalikkan tubuhnya, dia menatap Edgar dengan tatapan tajam.
"Bahkan jika aku membawa kabur putriku, kakakmu tidak bisa menuntutku!" ujar Ady.
"Hei apa-apaan kalian berdua, jangan berdebat disini. Nanti suster akan mengusir kalian," ujar Amanda yang baru saja memasuki ruang bayi dengan membawa paper bag.
Edgar dan Ady memutuskan kontak mata mereka, keduanya saling sibuk dengan pemikiran masing-masing.
"Hai cucu cantik oma, kangen sama oma ya sayang," seru Amanda pada Baby Ara yang sedang terjaga.
Baby Ara hanya mengedipkan matanya lucu, Amanda pun gemas dengan cucunya ini.
"Pengen karungin jadinyaa!!" gemas Amanda.
Baby Ara tertawa, mereka bertiga pun menggigit bibir mereka. Ara sangat menggemaskan.
"Oh iya, mama tadi pulang sebentar untuk membelikan putrimu perlengkapan bayi. Ini semua udah ada disini, dan apa asi istrimu lancar?" ujar Amanda dan menatap Ady untuk bertanya.
"Aku tidak tahu," cuek Ady.
Amanda geram, dia memukul lengan Ady dengan pelan.
"Kamu ini gimana sih! istri kamu juga butuh di perhatiin, tanya asinya lancar apa enggak?! putri kamu juga butuh asi, kalau gak lancar kamu bisa cari obat pelancar asi untuk dia!" gemas Amanda.
Amanda bertanya seperti itu karena putrinya siska mengalami asinya yang macet dan hanya keluar sedikit, untuk itu Amanda khawatir hal sama terjadi pada menantunya itu.
"Maaf bu, pak. Mohon jangan berisik, takut mengganggu bayi yang lain," ujar sang suster yang baru saja masuk.
Amanda pun merasa tidak enak. "Baik sus,"
"Mending kamu pindahin kamar Baby Ara ke kamar rawat Alea, biar mudah kita temuinnya gak kayak gini," bisik Amanda.
"Tapi mah ...,"
"Kalau kamu gak mau biar mamah yang urus, mamah punya duitnya kok!" kesal Amanda.
Amanda keluar dengan paper bagnya, kini tertinggal Edgar dan Ady.
"Betul yang di katakan nyonya, abang pindahin aja Baby Ara. Biar kak Alea mudah nyusuin juga, apalagi Baby Ara selalu haus," ujar Edgar.
"Kamu tau kalau asi kakakmu lancar?" tanya Ady.
"Enggak, kan kak Alea nggak pernah ngomong," ujar Edgar.
Ady mengangguk, sepertinya dia harus berbicara pada Alea walau enggan dan sedikit malu.
"Setelah kakakmu di perbolehkan pulang, pindahlah ke rumah abang," ujar Ady.
"Hah?!" kaget Edgar.
"Kakak dan abang memutuskan untuk kembali, kau juga akan tinggal satu rumah dengan kami," terang Ady.
"Memangnya Kak Alea mau?" bingung Edgar.
"Pilihan dia hanya dua, berpisah dariku dan juga putriku atau tetap bersama putriku namun kembali padaku dengan syarat dia tak bisa mengharap lebih padaku selain menjadi ibu yang baik bagi putriku,"
Edgar tentu saja syok, dia mengepalkan tangannya menahan amarah. Apakah karena kakak iparnya telah memiliki uang dia menjadi seenaknya seperti ini?!
"Apa kau tidak waras? jika kakakku kembali padamu dia merasakan sakit untuk apa?!" geram Edgar.
"Tapi hanya itulah pilihannya, dan kakakmu memilih pilihan kedua demi bisa bersama putriku," ujar Ady.
"Sedari tadi di terus berkata putriku, putriku, seakan-akan kakakku bukanlah ibunya," batin Edgar.