Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis yang sangat ingin merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Tentang seorang gadis yang mendambakan kasih sayang dari keluarganya. Seorang gadis yang di benci ketiga kakak kandungnya karena mereka beranggapan kelahirannya menjadi penyebab kematian ibu mereka. Seorang gadis yang selalu menjadi bulan- bulanan mama tiri dan saudara tirinya. Kehidupan seorang gadis yang harus bertahan melawan penyakit mematikan yang di deritanya. Haruskah ia bertahan? Atau dia harus memilih untuk menyerah dengan kehidupannya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#19
Aga berjalan mendekati Keyla lalu mendudukkan dirinya di samping Keyla. "Butuh pelukkan." tawar Aga sambil merentangkan kedua tangannya.
Keyla menganggukkan kepalanya. "Aga. Sakit ga. Aku..." Ucap Keyla sambil menangis terisak. Ia tak mampu untuk melanjutkan ucapannya.
"Aku tahu. Aku tahu Key. Aku sudah mendengar semuanya." Ucap Aga sambil mengusap punggung Keyla untuk menenangkan sahabatnya. "Menangislah jika itu bisa membuatmu merasa lega."
"Mereka jahat Ga. Mereka semua jahat." Ucap Keyla sambil meremat seragam milik Aga. "Boleh tidak jika aku iri dengan Zia? Zia yang selalu di perhatikan dan mendapatkan banyak kasih sayang dari mereka semua. Aku ingin di peluk papa. Aku ingin di perhatikan kak Malvin. Aku ingin sayang kak Mahen. Aku juga ingin di manja kak Esa." Aga diam, ia membiarkan sahabatnya itu untuk mengungkapkan isi hatinya sambil tetap mengusap punggung Keyla.
"Aku lelah Ga. Aku lelah untuk terus berharap bahwa mereka semua pasti akan berubah, aku lelah untuk berharap bahwa mereka semua bisa menyayangi dan peduli padaku. Aku lelah."
Aga sedikit menjauhkan badan Keyla. Ia tatap mata sembab milik sahabatnya. "Kalau begitu berhenti. Berhenti untuk peduli dengan mereka. Hentikan niatmu untuk mendonorkan ginjalmu untuk Zia." Ucap Aga
Keyla menggelengkan kepalanya. "Kenapa?" Tanya Aga.
"Ini satu- satunya cara supaya aku bisa lepas dari mereka Ga. Ini satu- satunya cara supaya aku nggak lagi berhubungan sama mereka." Ucap Keyla. "Dari dulu aku selalu menyimpan semuanya sendiri. Aku selalu berusaha untuk menguatkan diriku sendiri. Aku selalu berusaha untuk menyembuhkan lukaku sendiri. Kenapa tuhan tidak adil kepadaku Ga?"
Aga meletakkan keduanya pada pipi tirus Keyla. Ia mengusap air mata sahabatnya yang masih mengalir dengan kedua ibu jarinya. "Kamu tidak sendirian Key. Kamu masih punya aku." Aga kembali membawa Keyla kedalam pelukkannya. "Aku yakin tuhan sedang menyiapkan sesuatu yang indah untuk mu."
.
.
"Dimana Keyla?" Tanya Mahen setelah memasuki apartemennya.
Aga menoleh menatap datar Mahen. "Di dalam kamarnya."
"Lalu kenapa kamu ada disini?" Tanya Mahen lagi. Aga mengalihkan pandangannya dan memilih abai dengan pertanyaan Mahen.
"Aku sedang bertanya padamu." Ucap Mahen.
Suara pintu kamar yang terbuka mengalihkan pandangan Mahen. Ia mengerutkan keningnya saat mendapati Keyla yang keluar sambil menggeret kopernya.
Mahen bergegas menghampiri Keyla dan berusaha untuk mengambil alih koper dari tangan Keyla. "Kamu mau kemana Key?" Tanya Mahen.
"Pergi." jawabnya singkat tanpa menatap ke arah kakaknya.
"Pergi kemana?" Tanya Mahen sambil menahan tangan Keyla.
"Aku rasa ucapanku tadi saat di rumah sakit sudah jelas." Jawab Keyla.
Mahen meraih bahu Keyla lalu memutarnya untuk menghadap ke arah dirinya. "Kamu serius akan pergi meninggalkan kakak Key ?" Keyla hanya diam.
"Kakak serius memintaku untuk mendonorkan ginjalku?" Keyla balik bertanya.
Mahen genggam tangan Keyla. "Key. Kakak mohon jangan pergi. Jangan tinggalin kakak Key. Kamu ikut kakak pulang ya. Ayo kita pulang." Ajak Mahen.
Keyla menoleh menatap sang kakak. "Pulang?"
"Iya ayo kita pulang ke rumah."
Keyla menghela nafasnya. "Rumah. Rumah yang mana maksud kakak? " Tanya Keyla lirih.
"Rumah kita Key. Kakak sudah berbicara dengan papa, kak Malvin dan Mahesa. Mereka. ."
Keyla menghempaskan tangan Mahen sambil menggelengkan kepalanya berulang- ulang. "Itu bukan rumahku. Asal kakak tahu aku dari dulu tidak pernah punya rumah untuk pulang. Itu rumah kalian bukan rumah ku." potong Keyla.
"Key." Panggil Mahen sambil berusaha kembali meraih tangan Keyla.
Keyla menatap sendu Mahen, Ia menggelengkan kepalanya pelan sambil menitikan air matanya.
"Aku tidak mau lagi tinggal dirumah dimana ada seorang ayah tapi tidak bisa di jadikan sandaran untuk anak perempuannya. Dimana ada kakak tapi tidak pernah bisa melindungi adik perempuannya. Aku tidak ingin tinggal di rumah dimana sudah tidak ada lagi jejak kehangatan bunda disana. Aku nggak mau."
"Key, kakak mohon. Kita mulai semuanya dari awal ya." Bujuk Mahen. "Mereka semua sudah berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."
Keyla semakin memundurkan langkah kakinya. "Dari awal yang mana kak?" Tanya Keyla. "Dari awal yang kalian mulai menyalahkanku atas kepergian bunda. Dari awal kalian yang tidak pernah menganggap keberadaanku. Atau dari kalian yang mulai menyiksaku dan selalu mengataiku." Keyla kembali menggelengkan kepalanya ribut. "Aku nggak mau kak. Aku nggak mau menjadi keyla yang lemah. Aku nggak mau menjadi Keyla yang diam saja saat kalian melukaiku. Aku nggak mau. Aku nggak mau." Ucap Keyla berulang kali.
Keyla menatap Mahen. "Aku mohon kak. Aku mohon biarkan aku pergi."
"Lalu bagaimana dengan kakak Key. Kakak sudah berjanji tidak akan membiarkanmu sendirian. Kakak mohon ikut kakak pulang ya." Mahen masih berusaha untuk membujuk Keyla.
Keyla tersenyum getir. Ia kembali merasa kecewa saat mendengar ucapan kakaknya. "Jadi semua ini hanya karena janji kakak kepadaku?"
"Dari dulu aku ingin rumah yang bisa membuatku merasa nyaman untuk pulang, aku ingin rumah yang bisa menjadi tempat untuk aku berlindung. Aku ingin rumah yang penuh dengan kehangatan dan kasih sayang. Tapi sayangnya kalian semua tidak bisa memberikan ku itu." Mata Keyla berkaca- kaca. "Apa kakak tahu? yang kakak sebut rumah itu malah yang menjadi sumber kesedihan dan penderitaan untukku. Lagi pula bukankah dari awal aku memang sudah selalu sendirian. Jadi aku tidak apa- apa jika harus kembali sendirian lagi."
"Bukan begitu maksud kakak Key." Ucap Mahen putus asa.
"Lupakan saja janji kakak. Keyla mohon, biarkan aku bebas. Biarkan aku hidup tanpa harus merasa takut." Ucap Keyla pilu.
Mahen menghela nafasnya. Kali ini haruskah ia membiarkan Keyla pergi. Melihat wajah lelah Keyla membuat hatinya kembali merasa sakit. Mahen benar- benar merasa gagal menjadi seorang kakak. "Kakak akan mengizinkanmu untuk pergi. Tapi izinkan kakak untuk tetap mengetahui keadaanmu. Izinkan kakak untuk tetap menelefon dan mengirimimu pesan." Mohon Mahen.
Keyla menganggukkan kepalanya. "Apa kakak boleh memelukmu?" Tanya Mahen yang kembali mendapatkan anggukkan kepala dari Keyla.
Mahen mendekat lalu memeluk tubuh Keyla yang terasa semakin mengurus di dalam dekapannya. "Kakak masih berharap suatu saat kamu akan merubah keputusanmu Key." Ucap Mahen lirih.