Lyra terpaksa cuti dari pekerjaannya untuk menjenguk neneknya yang sakit di kota N, hanya untuk menemukan bahwa neneknya baik-baik saja. Alih-alih beristirahat, Lyra malah terlibat dalam cerita konyol neneknya yang justru lebih mengenalkan Lyra pada Nenek Luna, teman sesama pasien di rumah sakit. Karena kebaikan hati Lyra merawat nenek-nenek itu, Nenek Luna pun merasa terharu dan menjodohkannya dengan cucunya, seorang pria tampan namun dingin. Setelah nenek-nenek itu sembuh, mereka membawa Lyra bertemu dengan cucu Nenek Luna, yang ternyata adalah pria yang akan menjadi suaminya, meski hanya dalam pernikahan kontrak. Apa yang dimulai sebagai perjanjian semata, akhirnya menjadi permainan penuh teka-teki yang mengungkap rahasia masa lalu dan perasaan tersembunyi di antara keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chu-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5
Keesokan paginya, Jun datang menjemput Lyra sesuai janjinya. Mereka berpamitan kepada nenek Via sebelum berangkat. Nenek Via memeluk Lyra dengan penuh kasih sayang, air mata menetes di pipinya. Ia meminta Lyra sering menjenguknya dan menyampaikan banyak pesan, mulai dari menjaga kesehatan, tidak terlalu capek, sering berlibur, menikmati masa muda, hingga melayani suami dengan baik. Pesan-pesan itu mengalir panjang lebar, membutuhkan waktu hampir satu jam untuk nenek menyampaikan semuanya.
Setelah semua selesai, Lyra dan Jun pun pamit. Mereka menyalami tangan nenek sebelum pergi. Mobil melaju menjauh dari rumah nenek, dan suasana mulai berubah.
Beberapa saat kemudian, Jun dengan otoritasnya menyuruh Satria, asistennya, menghentikan mobil, seperti yang dilakukan semalam. Ia ingin Lyra turun dari mobilnya. Lyra menatap tajam Jun, yang membalasnya dengan senyum licik. Namun kali ini, Lyra tidak membantah dan turun sesuai perintah.
Setelah Lyra turun, mobil Jun melaju kencang tanpa sedikit pun menoleh ke arahnya. Lyra sudah menduga hal ini sebelumnya, sehingga ia telah memesan taksi online sebelum turun. Tak lama, mobil yang dipesannya tiba, dan ia bergegas masuk.
“Tuan, apakah Anda yakin meninggalkan Nona Lyra di sana?” tanya Satria.
“Apa urusanku? Bukankah semalam dia begitu sombong?” tukas Jun.
“Tapi, Tuan. Bagaimana jika dia mengadu kepada Nenek Luna?” Satria khawatir.
“Dia tidak akan melakukan hal itu,” jawab Jun penuh percaya diri.
Dalam perjalanan, Jun mengamati jalanan sembari memikirkan ucapan Satria. Tidak ada telepon dari nenek sejauh ini, ia pun tersenyum lega. “Baguslah,” batinnya.
Sementara itu, Lyra telah sampai di bandara. Setelah mengurus barang-barangnya, ia masuk ke pesawat. Perjalanan menuju Kota M akan memakan waktu tujuh jam. Duduk di kursi pesawat, Lyra memandang keluar jendela. Pemandangan di atas awan menyejukkan matanya.
Beberapa burung terlihat terbang bebas, dan Lyra menopang dagunya dengan tangan sambil menikmati pemandangan alam yang indah.
Namun, matanya tertuju pada cincin di jari manisnya. Itu adalah cincin pernikahannya semalam. Mendadak, bayangan Jun kembali mengusik pikirannya, membuatnya kesal. Dengan cepat, ia melepas cincin itu dan memasukkannya ke dalam dompetnya.
Tujuh jam berlalu, dan Lyra akhirnya tiba di bandara Kota M. Ketika ia melangkah keluar, ponselnya berdering. Seseorang meneleponnya.
“Ara, apakah kau sudah di bandara?” tanya suara di seberang telepon.
“Iya, aku baru keluar dari pintu bandara,” sahut Lyra.
“Hey, Ara! Aku di sini!” teriak seseorang dari kejauhan, bahkan terdengar melalui ponselnya.
Lyra memutuskan panggilan itu dan berjalan ke arah suara tersebut. Di sana, Aira, sahabatnya, melambaikan tangan dengan penuh semangat.
“Ara, aku merindukanmu!” ucap Aira sambil memeluknya erat.
Lyra, yang sudah menduga tingkah Aira akan seperti ini, segera mendorong tubuhnya. Ia sudah menolak tawaran Aira untuk menjemput, namun sahabatnya tetap bersikeras.
“Baiklah, berhenti memelukku,” ucap Lyra datar.
“Kejam seperti biasa. Tapi inilah Araku! Uhhh, aku rindu banget padamu!” Aira mencoba memeluk lagi, namun Lyra dengan sigap menghindar.
“Di mana mobilmu?” tanya Lyra.
“Di sana, ayok!” sahut Aira.
Mereka berjalan menuju lahan parkir untuk mencari mobil Aira. Ketika mobil itu terlihat, Lyra menatapnya dengan ekspresi tak percaya, bahkan sedikit jijik. Mobil Aira dipenuhi dekorasi warna pink yang sangat mencolok.
“Kau yakin ini mobilmu?” tanya Lyra memastikan.
“Tentu saja! Bagaimana menurutmu? Cantik, bukan? Aku membayar mahal untuk mendekorasi mobil ini. Huhuhu, kalau ingat seluruh tabunganku habis untuk ini, tapi hasilnya cukup memuaskan,” ucap Aira dengan bangga.
“Bagaimana dia bisa mengatakan itu dengan wajah bahagia? Aku bahkan merasa mual melihat dekorasi konyol ini,” gumam Lyra sambil menahan mual. “Lebih baik aku naik taksi saja,” ucapnya, lalu berbalik pergi.
Namun, Aira dengan cepat menarik tangannya, membuka pintu mobil, dan mendorong Lyra masuk. Di dalam, warna pink mendominasi setiap sudut mobil, penuh dengan boneka dan aksesori serba pink.
“Oke, cusss kita pulang!” seru Aira sambil menginjak pedal gas tanpa menunggu Lyra duduk dengan nyaman.
Lyra, yang sudah tahu gaya mengemudi Aira, segera mengencangkan sabuk pengamannya dan memegang erat kursi. Jantungnya berdegup kencang setiap kali Aira mengendarai mobil.
Inilah yang membuat Lyra malas untuk dijemput oleh Aira, ia seperti ingin mengajak bertemu Tuhan. Jantung Lyra selalu berdegup kencang jika Aira yang mengendarai mobil. Ia tahu bahwa pembalap liar berparas anggun dan feminim ini akan menggila dijalanan.
Gaya yang full feminim dan nyentrik membuat Lyra sungguh tak berdaya. Bahkan mobil yang luas ini hanya tersisa beberapa sudut untuk diduduki oleh manusia, selebihnya full dengan boneka-boneka pink miliknya.