Gara-gara salah masuk ke dalam kamarnya, pria yang berstatus sebagai kakak iparnya itu kini menjadi suami Ara. Hanya dalam satu malam status Ara berubah menjadi istri kedua dari seorang Dewa Arbeto. Menjadi istri kedua dari pria yang sangat membencinya, hanya karena Ara orang miskin yang tak jelas asal usulnya.
Dapatkah Ara bertahan menjadi istri kedua yang tidak diinginkan? Lalu bagaimana jika kakak angkatnya itu tahu jika ia adalah istri kedua dari suaminya.
Dan apa sebenarnya yang terjadi di masa lalu Dewa, sampai membuat pria itu membenci orang miskin. Sebuah kebencian yang tenyata ada kaitannya dengan cinta pertama Dewa.
Semua jawabannya akan kalian temukan di kisah Ara dan Dewa, yuk baca🤭
Jangan lupa follow akun dibawah ini
Ig mom_tree_17
Tik Tok Mommytree17
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Jika Anda perlu sesuatu, bisa minta pada pelayan. Dan ini." Edward menyerahkan kartu namanya. "Hubungi aku jika ada yang ingin ditanyakan atau ada hal penting yang berkaitan dengan Tuan Dewa."
Ara menerima kartu tersebut tanpa banyak kata. Bahkan saat Edward pergi ia langsung masuk lalu mengunci pintu kamar, karena ingin beristirahat dan juga tidak ingin diganggu oleh siapapun apalagi oleh Dewa atau Vivian.
Namun keinginannya itu tidak terwujud, karena baru saja ia hendak menutup kedua matanya. Suara ketukan di depan pintu kamarnya membuat Ara mau tidak mau beranjak dari atas ranjang.
"Kenapa lama sekali?" gerutu Vivian dengan kesal sembari masuk ke dalam kamar.
Kedua matanya menatap seluruh isi ruangan tersebut. Ruangan yang diyakininya merupakan kamar tamu, terlihat dari kemewahan kamar tersebut. Sungguh beruntung sekali adik angkatnya itu di tempatkan di kamar tamu, bukan di kamar pelayan seperti di rumahnya dulu. Membuat emosi di hati Vivian kembali naik setelah apa yang terjadi dengannya tadi bersama Dewa.
"Sepertinya suamiku salah memberikan kamar untukmu," ucap Vivian dengan sinis sembari duduk di atas ranjang. "Karena kamar yang pantas untukmu adalah kamar pelayan."
Ara hanya diam sembari menutup kedua matanya sekilas, agar tak terpancing oleh perkataan Vivian.
"Ada apa kakak kemari?" tanya Ara to the poin. Karena hari ini ia merasa sangat lelah jadi tidak bersemangat untuk berdebat atau melakukan apa pun.
"Aku hanya ingin memperingatimu untuk menjaga jarak dari suamiku," ucap Vivian sembari berjalan menghampiri Ara dengan tatapan tajamnya. "Jangan pernah berpikir atau memiliki niatan untuk menarik perhatian Dewa apalagi memiliki niatan untuk merebut suamiku, mengerti?"
Walaupun Dewa sangat membenci Ara dan tidak mungkin menjalin hubungan dengan adik angkatnya yang miskin itu. Tapi tidak ada salahnya Vivian memberi peringatan pada Ara, agar adik angkatnya itu sadar diri dan tidak berani untuk berbuat macam-macam.
"Aku mengerti," sahut Ara.
"Bagus, dan satu lagi. Kau tidak boleh berada di lantai dua, karena lantai dua adalah lantai kamar pribadi milik aku dan suamiku. Jadi jangan pernah menginjakkan kakimu di sana, kau mengerti?"
Ara menganggukkan kepalanya. Ia mengerti jika kakak angkatnya itu tidak ingin diganggu dan ingin memiliki privasi sendiri bersama suaminya. Seorang suami yang sialnya suaminya juga.
"Sekarang buatkan salad untukku, setelah jadi berikan pada pelayan untuk membawanya ke kamar."
"Tunggu kak!" Ara menahan langkah kakaknya. "Kenapa tidak sekalian meminta pelayan untuk membuatnya?"
"Kenapa? Kau tidak mau membuat salad untukku?"
Ara menggelengkan kepalanya. "Bu-bukan seperti itu kak, hanya saja...."
"Dengar Ara, statusmu itu masih pelayanku. meskipun kau tinggal di mansion ini. Mengerti?"
Untuk kali ini Ara menganggukkan kepalanya. Ya, dia sadar betul posisinya yang akan selalu menjadi pelayan pribadi untuk Vivian demi membalas budi keluarga Wisnu yang sudah mengangkatnya menjadi anak meskipun hanya dijadikan seorang pelayan.
"Cepat buatkan!" perintah Vivian sembari beranjak dari kamar tersebut dengan tersenyum puas. Karena rasa kesalnya pada Dewa tadi dapat ia salurkan pada Ara.
Sementara Ara hanya bisa menghela napas melihat punggung Vivian yang semakin menjauh. Ia yakin bukan hanya satu perintah yang akan diterimanya nanti, karena yang sudah-sudah Vivian pasti akan terus memerintahnya membuat ini dan itu sebelum rasa emosi kakaknya itu reda. Ya, Ara tahu betul bagaimana Vivian. Kakaknya itu tengah kesal entah karena apa, dan imbasnya Ara yang akan menjadi tempat pelapiasannya.
Dan benar saja, setelah pukul sebelas malam kakaknya itu baru berhenti memerintah ini dan itu. Hingga tubuh Ara langung tumbang di atas tempat tidur, karena kelelahan harus bolak-balik dari kamar ke dapur hanya untuk membuatkan keinginan Vivian.
Ara yang lelah dan mengantuk tidak memperdulikan sama sekali saat ranjangnya terasa bergerak seperti ada seseorang yang menaiki. Ia pikir itu hanya perasaannya saja mengingat pintu kamar sudah di kunci, jadi tidak mungkin ada orang yang bisa masuk ke dalam.
ntar Ara mati rasa baru tau