Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Foto Masa Kecil Aldian
"Tidak, aku tidak menangis, aku hanya kecolok mata sama jari kelingkungku." Aldian masih terbayang saat Haliza tadi menangis di balik pintu sembari mengocehkan namanya.
Aldian hanya tersenyum smirk saat ia menemukan kebohongan di wajah Haliza. Ia tahu, Haliza merasa serba salah dengan sikapnya yang cuek. Pura-pura tidak peduli, Aldian pun segera bergegas menuju kamarnya untuk mengambil sesuatu barang yang tertinggal.
Saat kembali lagi ke bawah, Aldian sudah tidak menemui Haliza lagi. Haliza kata Bi Kenoh pergi ke taman belakang. Pastinya perempuan labil itu akan kembali termenung memikirkan sikapnya yang masih cuek.
"Sekalian aku diamkan saja Haliza, biar tahu rasa dia. Biarkan dia berpikir lebih dewasa dan tidak melulu memikirkan mantan kekasihnya yang pergi begitu saja."
Mobil Aldian pun melaju menuju kantornya. Sebetulnya ia hanya dua hari dinas keluar kata, untuk mengawal komandan. Dia hanya ingin tahu saja, apa yang Haliza lakukan saat ia pulang tanpa sepengetahuan Haliza.
Setelah kepergian Aldian, Haliza masih sedih. Kini dia berada di bangku belakang duduk termenung. Haliza sedih dengan sikap Aldian yang cuek. Tadi saja saat Aldian kembali lagi ke rumah karena ada yang tertinggal, Aldian hanya menyapanya datar tanpa berkata-kata yang lain lagi, semisal berpesan jaga diri di rumah dan jangan ke mana-mana.
"Rasanya tidak enak juga dicuekin orang yang sebenarnya tidak aku cintai. Mas Aldian benar-benar membalas sikapku yang sudah terang-terangan masih belum move on dari mantan kekasihku. Lagian ngapain juga Mas Ardian itu harus muncul di beranda utama facebook, membuat aku penasaran. Akan aku kerjain lelaki pengkhianat itu. Aku akan ganti foto profil pernikahan kami supaya Mas Ardian kepanasan," rencana Haliza sembari membuka aplikasi facebook dan segera mengganti foto profilnya.
Merasa puas berselancar di medias sosial facebook, Haliza menutup Hp nya lalu meletakkan di atas meja rias. Merasa bosan, Haliza bangkit dan merasa penasaran dengan isi lemari milik Aldian.
Haliza langsung tertarik dengan laci lemari milik Aldian, biasanya di dalam laci akan tersimpan beberapa benda menarik. Dan betul juga, benda yang menurut Haliza menarik tentu saja album foto. Haliza meraih album foto itu. Kebetulan ada dua album foto di sana. Dua-duanya Haliza ambil, lalu dia buka helai demi helai halaman album.
Album yang pertama merupakan foto-foto saat pendidikan Akmil di Magelang. Di sana kepala Aldian masih botak dengan tubuh yang terlihat masih kurus. Tidak ada yang menarik dengan foto-foto Aldian saat pendidikan ataupun foto yang berkaitan dengan ketentaraan. Selain ia tidak paham dengan ketentaraan, ia memang tidak tertarik dengan dunia yang berkaitan dengan ketentaraan. Meskipun sang papa merupakan seorang tentara, tapi Haliza tidak pernah tertarik dengan tentara.
Kemudian Haliza membuka album foto satunya lagi. Album yang ini nampak lebih usang, sepertinya usianya sudah ada belasan tahun. Dan saat dibuka, ternyata foto-foto di dalamnya masih sangat bagus meskipun terbungkus di dalam plastik bening bertahun-tahun. Tidak luntur atau pudar.
Satu per satu Haliza lihat dan amati, rupanya album foto itu memang foto kenangan Aldian saat kecil. Ada Alda yang masih kecil dan ada seorang anak kecil lagi yang usianya kira-kira enam tahun. Ada juga foto saat Aldian bermain nikah-nikahan dengan anak perempuan di atas Alda itu. Di sana ada sebuah tulisan yang sempat membuat jantung Haliza kaget.
"Cinta masa kecil yang tidak akan pernah mati. Aldian dan Azizah."
"Aldian dan Azizah? Sepertinya gadis kecil itu adalah cinta masa kecilnya Mas Aldian. Usianya tidak beda jauh denganku. Seperti apa kira-kira cinta masa kecilnya Mas Aldian? Apakah mereka masih sering berhubungan lagi atau tidak?" renung Haliza sembari membayangkan seperti apa wajah gadis di dalam foto itu yang tengah bermain nikah-nikahan dengan suaminya.
"Sepertinya perempuan itu cantik kalau dilihat-lihat. Huhh, pasti Mas Aldian juga masih belum move on dengan gadis itu, buktinya dia masih menyimpan foto itu," duga Haliza terselip rasa cemburu di sudut hatinya.
"Aduh, kenapa juga aku harus cemburu sama perempuan itu? Ak tidak cemburu. Aku tidak peduli Mas Aldian hubungannya seperti apa dengan perempuan bernama Azizah itu." Haliza menghibur dirinya kembali dari rasa cemburu yang tadi tiba-tiba muncul dalam hatinya.
Dua hari kemudian, Haliza merasa bosan di rumah. Sepertinya ia butuh hiburan di luar. Haliza menuruni tangga lalu menuju dapur, di sana ia temui Bi Kenoh.
"Bi, di daerah sini ada salon di mana, ya? Apakah jauh?" tanya Haliza pada Bi Kenoh yang sedang mencuci piring.
"Banyak Neng, tapi ada salah satu salon yang paling bagus diantara yang lain, namanya salon Male dan Female, alamatnya di ruko Dayang Sumbi," ujar Bi Kenoh memberitahu.
"Dari sini jauh tidak, Bi? Terus kalau naik angkot alamat rukonya kelewatan tidak?"
"Kelewatan, Neng. Kalau naik angkot paling sekitar 15 menitan sampai."
"Wah, masa sih, Bi? Tidak jauh rupanya. Saya rencananya mau ke sana. Saya ingin creambath dan potong rambut ujungnya saja," beritahu Haliza senang.
"Neng Liza mau sendirian ke salonnya? Apakah Neng Liza sudah bilang sama Den Aldian?" tanya Bi Kenoh mengingatkan.
"Itu gampang, Bi. Nanti saya bilang setelah sampai di salon," jawab Haliza.
"Baiklah kalau begitu, Neng. Tapi, hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa, segera hubungi saja bibi," ujar Bi Kenoh terlihat was-was.
"Baiklah, saya pamit, ya, Bi. Assalamualaikum." Haliza mulai mengayun langkah meninggalkan dapur, tapi Bi Kenoh berhasil menahan langkah Haliza.
"Tapi Neng, sebelum Den Aldian pergi, Den Aldian pernah berpesan pada bibi supaya mengawasi Neng Haliza supaya jangan pergi sendiri. Alangkah lebih baiknya Neng Haliza tidak pergi dulu sebelum mendapat ijin dari Den Aldian. Bibi takut nanti Den Aldian menegur bibi," tahan Bi Kenoh dengan wajah risau.
Haliza membalikkan badan lalu menatap Bi Kenoh heran, "Tidak apa-apa, Bi. Nanti saya yang minta ijin sama suami saya. Bibi tenang saja, ya. Ini menjadi tanggung jawab saya." Haliza segera membalikkan badan setelah mengatakan itu. Bi Kenoh pada akhirnya mengalah, menahan pun tidak akan ada gunanya kalau ternyata Haliza bersikukuh.
"Baiklah, saya sebaiknya pergi dulu, ya. Lagian saya sudah beberapa kali diajak suami saya jalan di sekitar sini, jadi Bibi jangan merasa khawatir dengan saya. Saya pasti akan hati-hati, kok," seloroh Haliza sebelum ia benar-benar pergi. Bi Kenoh menatap kepergian Haliza masih dengan wajah yang risau.
Sementara itu, Haliza kini sedang mencegat angkot. Ada dua jenis warna angkot yang melewati jalan itu, Haliza mencegat salah satunya dan menanyakan apakah angkot itu melewati salon Male dan Female? Nasib baik angkot yang ia cegat secara kebetulan memang melewati salon itu.
Saat Haliza sudah berada di dalam angkot, ternyata sudah ada dua penumpang yang laki-laki yang sejak Haliza naik dan duduk menatap Haliza tanpa kedip. Jantung Haliza mendadak berdebar dan takut.
Apakah Haliza akan mendapatkan masalah terkait dua pemuda yang sudah berada di dalam angkot itu?