sinopsis Amelia, seorang dokter muda yang penuh semangat, terjebak dalam konspirasi gelap di dunia medis. Amelia berjuang untuk mengungkap kebenaran, melindungi pasien-pasiennya, dan mengalahkan kekuatan korup di balik industri medis. Amelia bertekad untuk membawa keadilan, meskipun risiko yang dihadapinya semakin besar. Namun, ia harus memilih antara melawan sistem atau melanjutkan hidupnya sebagai simbol keberanian dalam dunia yang gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurul natasya syafika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Penyelamat yang Terlupakan - Bahagian 3: Melawan Sistem
Amelia terus berjuang menghadapi tantangan moral dan birokrasi dalam upayanya menyelamatkan Clara.
Meski dikhianati oleh sistem yang seharusnya mendukungnya, ia menemukan cara untuk melangkah maju, mengambil risiko besar untuk memberikan perawatan terbaik bagi pasiennya.
Meskipun setiap langkah yang ia ambil penuh dengan tantangan, Amelia tidak menyerah. Keputusannya sudah bulat, dan ia siap menghadapi konsekuensinya.
......................
Pagi itu, Amelia berdiri dengan tegar di depan dewan medis rumah sakit, ruangan yang biasanya tidak memberikan ruang bagi keraguan.
Grafik dan data hasil studi tentang efektivitas inhibitor BAFF pada pasien lupus refrakter terhampar di layar besar di belakangnya.
Namun, meskipun ia sudah mempersiapkan presentasinya dengan sangat hati-hati, tatapan dingin para anggota dewan terasa menekan dan menghalangi.
Masing-masing dari mereka duduk dengan ekspresi datar, seakan mereka sudah memutuskan sebelumnya bahwa ide Amelia adalah hal yang berisiko dan mungkin berbahaya.
Ada yang terlihat memeriksa dokumen di tangan mereka, ada pula yang menatap ke meja, mencoba menghindari pandangan Amelia.
Dengan suara yang tidak bergeming, Amelia mulai menjelaskan. "Clara adalah pasien lupus dengan komplikasi nefritis yang tidak merespons pengobatan konvensional. Inhibitor BAFF menargetkan sel B, yang merupakan salah satu sumber utama peradangan pada lupus. Penelitian awal menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan pada pasien dengan kondisi seperti Clara. Jika kita tidak mencoba terapi ini, peluang Clara untuk membaik akan semakin kecil. Dia tidak memiliki waktu untuk menunggu."
Ketua Dewan Medis, Dr. Sutrisno, seorang pria yang dikenal dengan pendekatannya yang sangat berhati-hati terhadap terapi baru, mengangkat tangannya dan memberikan interupsi. "Dr. Amelia, terapi ini terlalu eksperimental. Kita tidak memiliki cukup data jangka panjang untuk mendukung keputusan ini. Anda tentu paham bahwa jika terjadi komplikasi, rumah sakit ini akan dipertanggungjawabkan. Mengapa Anda tidak menggunakan terapi baru yang sudah disetujui, yang sudah memiliki persetujuan FDA?" katanya dengan nada dingin yang penuh pertanyaan.
Amelia menatap Ketua Dewan itu tanpa gentar, mencoba menahan perasaan frustrasinya. "Obat baru yang disarankan itu belum diuji pada pasien dengan komplikasi seperti Clara. Ginjalnya sudah berada di ambang kegagalan. Satu langkah yang salah bisa memperburuk kondisinya, dan saya tidak bisa membiarkan itu terjadi. Clara sudah terlalu lama terjebak dalam siklus kegagalan pengobatan yang berulang, dan saya tidak akan terus memberi harapan palsu dengan terapi yang jelas tidak efektif."
Ketua Dewan Medis itu menghela napas panjang, seakan tidak sabar mendengarkan penjelasan lebih lanjut. "Dr. Amelia, Anda tahu posisi kami. Rumah sakit ini tidak bisa mempertaruhkan reputasinya hanya untuk mengejar terapi yang tidak teruji secara luas. Jika ini gagal, yang kita hadapi bukan hanya pasien yang lebih buruk kondisinya, tetapi juga reputasi rumah sakit ini yang akan tercemar. Apakah Anda yakin Anda siap menanggung konsekuensinya?"
Amelia menatapnya tajam, matanya penuh tekad. "Reputasi rumah sakit ini seharusnya tidak diukur dari kesepakatan komersial atau keuntungan yang bisa didapat dari perusahaan farmasi, tetapi dari bagaimana kita merawat pasien. Clara adalah nyawa, bukan statistik. Saya akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk menyelamatkannya, meskipun itu berarti saya harus bertanggung jawab penuh atas pilihan ini. Saya tahu risikonya, dan saya siap menanggungnya."
Ketua Dewan itu terdiam sejenak, seolah sedang mempertimbangkan kata-kata Amelia. Namun, akhirnya ia berbicara lagi dengan suara yang semakin berat. "Pendekatan Anda ini akan merusak hubungan kita dengan perusahaan farmasi, dan Anda akan menanggung akibatnya. Jika sesuatu yang buruk terjadi, Dr. Amelia, Anda tahu siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban."
Amelia tidak terpengaruh oleh ancaman tersebut. "Saya tahu apa yang saya lakukan, dan saya tahu betul apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan Clara. Jika ini merusak hubungan kita dengan perusahaan farmasi, maka itu adalah harga yang harus dibayar. Tetapi nyawa pasien lebih penting bagi saya daripada keuntungan yang dihasilkan oleh sistem ini."
Dengan kata-kata itu, Amelia mengakhiri presentasinya, meskipun rapat tersebut tidak menghasilkan persetujuan untuk terapi yang ia usulkan.
Ia keluar dari ruangan dengan langkah tegas dan wajah penuh determinasi, meskipun perasaan di dalam hatinya penuh dengan keraguan dan rasa tidak pasti. Apa yang ia lakukan mungkin akan merubah kariernya selamanya, tetapi ia tahu bahwa ia telah memilih jalan yang benar.
......................
Di luar ruangan dewan medis, Amelia bertemu dengan Dr. Farah, satu-satunya kolega yang diam-diam mendukung perjuangannya.
Farah, yang juga seorang dokter muda dan penuh idealisme, sudah lama melihat Amelia sebagai teladan dalam dunia medis yang sering kali lebih mementingkan keuntungan daripada kemanusiaan.
"Amelia, aku dengar mereka menolak rencanamu. Kamu sadar kalau kamu terus melawan seperti ini, manajemen bisa mencabut lisensi praktekmu?" tanya Dr. Farah dengan nada khawatir.
Amelia menarik napas panjang, menyadari sepenuhnya bahaya yang ia hadapi. "Aku tahu, Farah. Tapi Clara tidak punya waktu untuk menunggu. Sistem ini terlalu lambat untuk pasien sepertinya. Aku tidak bisa duduk diam melihatnya semakin memburuk hanya karena birokrasi."
Dr. Farah mengangguk, merenung sejenak sebelum akhirnya berbicara lagi. "Aku setuju, tapi apa kamu yakin ingin mengambil risiko sebesar ini? Ada cara lain, mungkin lebih aman, kompromi, misalnya. Kita bisa mencari jalan tengah, mencari opsi yang lebih diterima oleh dewan medis."
Amelia menggelengkan kepalanya, matanya menunjukkan ketegasan. "Kompromi dengan siapa? Perusahaan farmasi yang hanya peduli pada keuntungan mereka? Apa yang mereka pedulikan tentang Clara atau pasien lainnya? Ini bukan soal uang atau hubungan dengan perusahaan itu. Ini soal menyelamatkan hidup Clara, dan aku tidak bisa berpura-pura tidak tahu bahwa ada terapi yang bisa membantu dia."
Dr. Farah terdiam, seolah memahami kedalaman perjuangan yang sedang dihadapi oleh Amelia. Ia akhirnya mengangguk. "Baiklah. Aku akan membantumu sejauh yang aku bisa. Tapi kamu harus berhati-hati. Jika ini gagal..." katanya dengan nada yang sedikit menurun, menunjukkan betapa beratnya risiko yang sedang dihadapi.
Amelia tersenyum tipis, menyadari bahwa Dr. Farah adalah satu-satunya orang yang masih mendukungnya sepenuhnya. "Terima kasih, Farah. Dukunganmu sangat berarti. Dan aku tahu risikonya. Aku siap menanggung segala konsekuensinya demi Clara."
......................
Dengan bantuan Dr. Farah dan beberapa dana penelitian independen yang diperoleh dari sumber yang tidak biasa, Amelia akhirnya memulai terapi inhibitor BAFF pada Clara. Sebelum itu, ia duduk bersama Clara di ruang rawat untuk menjelaskan setiap langkah yang akan diambil.
"Clara, terapi ini belum banyak digunakan, tetapi hasil awalnya sangat menjanjikan, terutama untuk pasien dengan kondisi sepertimu. Tujuan dari terapi ini adalah untuk menekan aktivitas sel B, yang menjadi sumber utama peradangan dalam tubuhmu. Kita tahu ini bukan solusi instan, tapi ini adalah kesempatan terbaik yang kita miliki saat ini."
Clara menatap Amelia dengan mata yang penuh keraguan. "Apakah ini benar-benar akan berhasil? Atau ini hanya akan menambah daftar kegagalan dalam hidupku?" tanyanya, suaranya terdengar letih dan penuh keputusasaan.
Amelia menjawab dengan lembut, menyentuh tangan Clara dengan penuh perhatian. "Aku tidak akan memberimu janji kosong, Clara. Tidak ada jaminan bahwa ini akan berhasil, tetapi aku percaya ini adalah peluang terbaik kita. Aku percaya ini bisa memberikan perubahan besar, bahkan jika itu hanya sedikit."
Clara terdiam, lalu mengangguk perlahan. "Kalau begitu, mari kita coba. Aku tidak punya banyak hal untuk kehilangan lagi," kata Clara dengan suara yang penuh harapan yang mulai tumbuh di dalam dirinya.
Amelia menggenggam tangan Clara, memberikan senyuman yang penuh keyakinan. "Kamu tidak akan menghadapi ini sendirian. Aku akan berada di sini untuk memastikan semuanya berjalan dengan sebaik mungkin. Kita akan berjalan bersama-sama."
......................
Beberapa hari setelah terapi dimulai, Amelia menerima panggilan dari manajemen. Di ruang rapat kecil yang sunyi itu, ia duduk di hadapan direktur rumah sakit dan ketua dewan medis, yang tampak semakin tidak senang dengan setiap keputusan yang ia buat.
"Dr. Amelia," kata Direktur Rumah Sakit dengan suara yang berat, "kami telah menerima laporan bahwa Anda memulai terapi eksperimental tanpa persetujuan resmi dari dewan. Langkah ini jelas melanggar kebijakan rumah sakit."
Amelia tidak terkejut dengan serangan itu. "Langkah ini adalah untuk menyelamatkan pasien yang tidak memiliki waktu untuk menunggu. Clara sudah cukup lama terjebak dalam siklus kegagalan pengobatan standar. Saya tidak akan
berdiri diam sementara nyawanya dipertaruhkan."
Ketua Dewan Medis, yang tidak pernah suka dengan keputusan yang tidak sesuai dengan kebijakan rumah sakit, menambahkan, "Dan jika terapi ini gagal, siapa yang akan bertanggung jawab? Rumah sakit ini? Atau Anda sendiri?"
Amelia menatap mereka tanpa gentar, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan. "Saya akan bertanggung jawab penuh atas keputusan ini. Tapi kegagalan terbesar adalah tidak berbuat apa-apa ketika ada kesempatan untuk menyelamatkan nyawa. Jika Anda ingin menghukum saya, silakan. Tapi saya tidak akan berhenti memperjuangkan pasien saya."
......................
Setelah pertemuan yang penuh ketegangan itu, Amelia kembali ke ruang rawat Clara. Ia menemukan Clara sedikit lebih baik, dengan gejala-gejala seperti nyeri pleuritik yang mulai berkurang dan ruam malar di wajahnya yang mulai memudar. Clara tersenyum samar, untuk pertama kalinya merasa ada harapan.
Namun, di malam hari, Amelia kembali menemukan dirinya menghadapi kenyataan yang keras. Sebuah surat resmi dari manajemen rumah sakit datang, menjadwalkan rapat disipliner untuk membahas tindakannya. Meskipun surat itu membuatnya terdiam sejenak, Amelia tahu bahwa apa yang ia lakukan adalah benar. Ia tidak akan mundur.
“Jika ini harga yang harus kubayar untuk menyelamatkan Clara, maka aku siap menerimanya," bisiknya dalam hati.
---
Catatan Medis Clara:
- Gejala Awal:
* Nefritis lupus.
* Pleuritis (nyeri dada akibat peradangan).
* Ruam malar.
- Terapi yang Diberikan:
1. Inhibitor BAFF: Digunakan secara off-label untuk menekan aktivitas sel B.
2. Pengurangan Steroid: Untuk mengurangi efek samping jangka panjang.
3. ACE Inhibitor: Melindungi ginjal dari kerusakan lebih lanjut.
- Hasil Awal:
* Penurunan nyeri pleuritik.
* Perbaikan kondisi kulit (ruam malar memudar).
......................
Amelia tahu bahwa perbaikan ini adalah awal dari sesuatu yang besar. Namun, ia juga menyadari bahwa perjuangan melawan sistem yang lebih mementingkan keuntungan masih panjang. Tidak ada jalan mudah. Tetapi satu hal yang pasti: Amelia tidak akan menyerah.