Rivandra,, menjadi seorang penerus perusahaan besar membuatnya harus menjadi dingin pada setiap orang. tiba-tiba seorang Arsyilla mampu mengetuk hatinya. apakah Rivandra akan mampu mempertahankan sikap dinginnya atau Arsyilla bisa merubahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Widyastutik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10
Rivandra duduk di meja kerjanya. Tersenyum senang saat melihat tulisan tangan Arsyilla di atas berkas-berkasnya. Rivandra langsung berdiri dan melangkah menuju ruang pemberkasan.
“Arsyilla!” panggil Rivandra dengan nada marah tapi mulutnya tersungging satu senyuman.
Kayla keluar dari ruang pemberkasan. “Bukannya Arsyilla di mutasi ke divisi Pak Zaen, Pak?”
“Iya,” jawab Rivandra singkat dan segera pergi menuju kantornya. Mengamati cctv yang dia putar kejadian semalam. Lalu menyimpan salinan video saat Arsyilla dan Shayna sedang berbicara di ruangannya.
Rivandra berdiri melihat pemandangan kota. Memejamkan matanya. Perkataan Arsyilla pada Shayna terngiang-ngiang di telinganya.
"Kakakmu itu matahari, sedangkan aku ini bumi. Terbentang jauuuhhhh."
Rivandra mengusap dadanya yang semakin hari terasa sesak. Ingin rasanya egois seperti yang di katakan Zaen. Tapi Rivandra sadar hanya akan menyakiti orang lain nantinya. Lebih baik dirinya yang kesakitan. Tapi, Rivandra tidak menyangka akan menjadi sesakit ini.
****
“Shay, apa kamu gak bisa membujuk Pak Rivandra untuk menarik Syilla kembali ke divisi kita? Sepi sekali gak ada Syilla,” keluh Kayla.
“Hari ini aku sudah mengirimkan sepuluh pesan permintaan seperti yang kamu bilang barusan. Tapi gak ada satu pun yang di balas si Rivan itu,” gerutu Shayna kesal.
“Ahhh... Pasti Syilla sudah kerasan di sana. Pak Zaen kan orangnya friendly.”
“Oh iya. Apa kamu tahu alamat rumah Syilla?”
“Kan dia selalu bilang itu privacy. Selain urusan kantor, mana mau dia membahas privacynya.”
“Iya juga sih.”
‘Jadi hanya aku yang tahu tentang masa lalu Syilla?' batin Shayna.
****
Sudah hampir dua bulan berlalu. Tidak ada satu orang pun yang betah di ruang pemberkasan. Apalagi kinerjanya tidak seteliti Arsyilla.
Rivandra semakin sering uring-uringan sejak kepergian Arsyilla. Bahkan laporan yang di buat Shayna pun juga di tolaknya.
“Shayna, temani aku meeting.” kata Rivandra sambil memberikan berkas meetingnya pada Shayna.
“Dion kemana?”
“Sejak kapan aku harus menunggu persetujuan dari anak buahku?!” bentak Rivandra marah.
Shayna menghela nafas panjang saat Rivandra menekankan kata anak buah.
“Baiklah Pak Bosku, Pak Rivandra.”
Shayna tersenyum senang saat melihat di lorong menuju ruang meeting ada Arsyilla yang sedang berbicara dengan Nadine sembari menunduk.
“Pagi, Pak Rivan. Pagi, Shayna,” sapa Nadine sembari kembali menjajari langkah Arsyilla yang berjalan lebih pelan karena keki.
Shayna menghentakkan kakinya kesal karena Arsyilla bahkan tidak melihat ke arahnya sama sekali.
'Awas saja nanti kalau ketemu di kantin' pikir Shayna.
"Ini semua karena Pak Rivan yang telah memutasi Syilla. Dia jadi ikutan marah padaku!" seru Shayna setengah berbisik.
"Minta saja tunanganmu itu untuk mengembalikan temanmu." sindir Rivandra tidak perduli.
"Ihhh,, tunangan apaan." gerutu Shayna.
“Tumben sekali tidak menyapa Shayna?" tanya Nadine heran.
“Kan sedari tadi kita serius bicara sambil mengamati diagram. Aku terlalu fokus tadi. Kamu juga kenapa tidak menghentikan aku tadi.”
“Aku pikir kamu marah pada mereka karena memutasikan kamu ke divisi ini.“ jawab Nadine tidak enak hati.
“Tentu saja tidak. Lagian apa hakku marah pada mereka? Ya sudahlah. Kita harus segera melaporkan kejanggalan berkas ini pada Pak Zaen. Sebelum Pak Zaen ke ruang meeting.”
“Oke.”
Keduanya berjalan beriringan dan saling diam. Sebenarnya, Ini bukan pertama kalinya Arsyilla berpapasan dengan Rivandra. Tapi berkali-kali.
Semula Arsyilla memberanikan diri untuk menyapa meski hanya sekedar menganggukkan kepala. Tapi Arsyilla melupakan sesuatu. Rivandra hanya akan bersikap hangat saat mereka sedang berdua. Akhirnya, Arsyilla juga berusaha tidak memperdulikan Rivandra meski tengah berpapasan dengannya.
****
Arsyilla terlonjak kaget saat tiba-tiba ada yang mendekapnya dari belakang saat hendak keluar lift.
"Kebiasaan. Selalu saja mengagetkan." omel Arsyilla.
“Ayo makan siang bersama!” bisiknya. Arsyilla mengangguk setuju. "Aku butuh penjelasan!" seru Shayna kesal.
"Penjelasan tentang apa?" tanya Arsyilla bingung.
“Kenapa tidak menyapaku tadi pagi?” tanya Shayna to the point.
“Aku gak tahu kalau akan berpapasan denganmu. Nadine juga tidak menghentikanku.”
“Bener hanya karena alasan itu?”
“Maksud kamu?”
“Bukan karena marah pada kakakku?”
Arsyilla menghela nafas, “Kenapa setiap orang mengira aku marah pada Pak Rivandra ya? Apalagi hanya karena alasan Pak Rivandra memutasiku?”
“Faktanya, kan?”
“Ini perusahaannya, Pak Rivandra direktur utamanya. Lalu, punya hak apa pegawai rendahan sepertiku marah dengan keputusannya? Kan terserah Pak Rivandra mau mutasi aku dan menempatkan aku di divisi mana.”
“Kalau di mutasi ke hatinya mau?” goda Shayna.
“Gak minat. Lebih baik resign.”
“Kok gitu sih? Memangnya sebenci itu dengan si Rivan?”
“Siapalah aku, Shay. Tolong sudahi pembahasan ini. Sudah berkali-kali aku mengatakannya padamu, matahari seperti kakakmu itu tidak pantas berdampingan dengan bumi sepertiku.”
"Who knows? Takdir orang kan gak ada yang tahu, termasuk soal jodoh kan."
"Iya, kamu benar. Tapi, logikanya ya Shay. Orang seperti kakakmu kalau berdampingan denganku. Tentu saja aku hanya akan membebaninya saja, Shay. Malah bukan tidak mungkin akan mempermalukannya."
"Kamu terlalu insecure, Syilla."
"Lihatlah di sekelilingmu, Shay. Dan, sesekali sapa mereka yang juga mencari rejeki di perusahaan ini. Kamu akan mengerti apa sebenarnya insecure itu."
"Kenapa aku tidak pernah bertemu denganmu sewaktu pulang kerja?" tanya Shayna mengalihkan pembicaraan.
"Selalu saja seperti itu. Di ajak bicara serius pasti bercanda."
"Aku tidak sedang bercanda."
Arsyilla tersenyum melihat Shayna menghela nafas, pertanda dia tidak mau di nasehati tentang apapun.
"Aku akan makan siang di kantin. Silahkan kalau mau ke resto biasa." pamit Arsyilla.
Spontan Shayna menarik lengan Arsyilla.
"Apa-apaan sih, mau aku culik sekalian?"
Arsyilla tertawa, "Percuma, gak akan ada yang mau menebusku nanti."
"Adalah."
"Gak mungkinlah, Shay. Siapa yang mau rela-rela menebusku?"
"Ada. Si Rivan."
"Males ah."
Shayna tertawa mendengar keluhan Arsyilla setiap kali Shayna berusaha menjodohkan dengan Rivandra.
Ponsel Shayna berdering lama saat mereka masuk ke mobil Shayna.
"Halo? Ada apa? Apa?!! Iya. Aku kesana sekarang juga!"
Shayna memakai sabuk pengamannya begitupun dengan Arsyilla.
"Ada apa? Kita mau kemana?" tanya Arsyilla ikut panik.
"Si Rivan pingsan, Kak Zaen membawanya ke rumah sakit. Kita ke sana sekarang!"
"Apa? Eeh,, aku gak usah ikut. Aku turun saja."
Shayna langsung menginjak gas mobilnya saat Arsyilla berusaha melepaskan sabuk pengamannya.
"Shayna! Aku gak ikut!" seru Arsyilla tapi tidak di perdulikan Shayna. Akhirnya Arsyilla memilih diam.
'Aku tahu Kak Rivan akan senang melihatmu disana.' batin Shayna.
'Aku harap kehadiranku disana tidak menambah parah sakit Pak Rivandra.' batin Arsyilla.
"Maafkan aku, Syilla." pinta Shayna sedih.
"Mau gimana lagi, sudah setengah perjalanan juga. Aku harap tunangan Pak Rivandra tidak salah paham padaku."
Shayna mengalihakan pandangannya keluar jendela sebentar lalu kembali fokus.