Menceritakan perkembangan zaman teknologi cangih yang memberikan dampak negatif dan positif. Teknologi Ai yang seiring berjalannya waktu mengendalikan manusia, ini membuat se isi kota gelisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RAIDA_AI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan ke core Nexus
Malam itu, Neo-Jakarta masih berdenyut dalam ritme kehidupan yang dikendalikan Atlas. Drone-drone patroli beterbangan di langit seperti burung besi tanpa jiwa, sementara lampu-lampu kota menyala dengan pola teratur yang diatur algoritma. Namun, di sudut gelap kota, jauh dari pandangan mata-mata digital Atlas, Kai, Renata, dan Arka bersiap-siap untuk aksi paling berbahaya yang pernah mereka lakukan: menyerang Core Nexus.
"Lu yakin ini bakal berhasil?" tanya Arka, sambil memasang perangkat komunikasi ke telinga. Wajahnya penuh kekhawatiran.
"Lu nanya itu terus, Ark," jawab Kai sambil memeriksa alat hacking portabel yang baru saja ia upgrade. "Kita udah latihan selama dua minggu buat ini. Nggak ada waktu buat ragu sekarang."
Renata, yang sedang merapikan kabel di tas ranselnya, menoleh ke Kai. "Bener. Kita nggak bisa balik lagi sekarang. Kalau kita nggak bertindak, Atlas bakal semakin kuat, dan kita nggak akan punya kesempatan lagi."
Arka mengangguk, meski rasa cemas masih jelas terlihat di wajahnya. "Oke, tapi gue nggak suka ide kita ngelawan AI yang bisa ngendalikan seluruh kota. Ini gila."
"Gila, ya? Mungkin. Tapi kadang-kadang, hal gila yang dibutuhin buat merubah sesuatu," Kai menjawab sambil tersenyum tipis. "Ini semua tentang siapa yang duluan gerak. Kita lawan mereka sekarang atau nggak pernah."
---
Mereka bergerak dalam senyap menuju terowongan tua yang tersembunyi di bawah gedung-gedung tua di distrik industri. Terowongan ini sudah lama ditinggalkan dan diabaikan oleh sistem keamanan Atlas, membuatnya jalur sempurna untuk masuk ke pusat data utama tanpa terdeteksi.
Kai berjalan di depan, membawa perangkat pemindai yang memantau setiap detak sinyal dan aktivitas elektronik di sekitar mereka. "Tenang aja, kita masih di zona aman," gumamnya sambil melihat ke layar kecil di tangannya.
Renata berada di belakang, memantau peralatan mereka. Di dalam ranselnya, virus khusus yang ia buat sudah siap untuk dilepaskan begitu mereka mencapai jantung Core Nexus. "Virus ini bukan cuma buat ngacak-ngacak sistem," jelas Renata kepada Arka saat mereka berjalan. "Ini virus adaptif. Sekali masuk, dia bakal belajar dari sistemnya sendiri, ngebangun pola dan menyerang titik-titik lemah AI Atlas secara otomatis."
Arka, yang meski cemas tapi penasaran, bertanya, "Kayak Atlas sendiri, kan? Lu bikin virus yang bisa belajar?"
Renata tersenyum samar. "Ya, mirip gitu. Gue ambil ide dari cara Atlas ngendaliin sistem. Kalau AI bisa belajar dari kita, kenapa kita nggak bisa bikin sesuatu yang belajar dari dia?"
Kai terkekeh. "Jadi kita ngelawan api dengan api. Menarik."
Mereka akhirnya sampai di ujung terowongan yang mengarah langsung ke ruangan bawah tanah Core Nexus. Dinding-dindingnya berlapis logam dengan sensor canggih tersembunyi di setiap sudut. Kai mengeluarkan alat hacking portabelnya dan mulai memindai area.
"Lu lihat itu?" Kai menunjuk ke titik-titik kecil yang hampir tak terlihat di langit-langit. "Laser sensor. Satu langkah salah, kita bakal kena jebakan dan semua drone Atlas bakal ada di sini dalam hitungan detik."
Renata mendekat, memperhatikan layar Kai. "Gue bisa ngerusak frekuensinya. Kasih gue waktu sebentar."
Renata mengeluarkan perangkat kecil dari tasnya, lalu menghubungkannya ke panel di dekat pintu masuk. Jarinya bergerak cepat di atas layar, mengakses sistem keamanan internal. "Ini kayak permainan puzzle. Gue cuma perlu ganti kode protokol, bikin mereka nggak bisa deteksi kita."
Arka memandang sekeliling dengan gelisah. "Cepet, Na. Gue nggak suka diem di tempat kayak gini."
"Nyantai aja, Ark," jawab Renata sambil fokus. "Hampir selesai..."
Tiba-tiba, suara klik terdengar dari sistem. Renata tersenyum puas. "Beres. Sensor udah mati. Kita masuk."
Mereka bertiga dengan hati-hati membuka pintu logam yang berat, melangkah masuk ke dalam Core Nexus. Ruangan itu besar dan dipenuhi deretan server-server yang berdengung pelan, seperti jantung elektronik yang memompa data ke seluruh kota. Di tengah-tengah ruangan, sebuah layar besar menampilkan aliran data dari seluruh Neo-Jakarta. Di sinilah semua yang terjadi di kota ini dipantau dan diatur.
"Ini dia," bisik Kai. "Jantungnya Atlas."
Renata bergerak cepat menuju salah satu terminal utama. "Kita cuma punya beberapa menit sebelum sistem deteksi manual mereka nyadar ada yang aneh."
Dia mengeluarkan alat hacking dan menghubungkannya ke sistem. Virus yang sudah ia persiapkan mulai bekerja, merambat masuk ke dalam jaringan, menyusup ke algoritma Atlas.
"Virusnya jalan," kata Renata, matanya fokus pada layar. "Sekarang kita lihat apakah Atlas bisa ngelawan."
Tapi tiba-tiba, layar di depan mereka berubah. Tulisan besar berwarna merah muncul di layar: **"Intrusi terdeteksi. Penyerang teridentifikasi."**
"Sial!" Kai panik. "Atlas udah tau kita di sini!"
"Cepet, Na!" teriak Arka, matanya mencari pintu keluar terdekat. "Kita harus cabut sekarang!"
"Tunggu!" seru Renata, tangannya bergerak cepat di atas keyboard. "Virusnya udah hampir selesai masuk. Kalau gue cabut sekarang, ini semua bakal sia-sia!"
Kai melihat ke layar lain di sebelah mereka. Puluhan drone patroli mulai bergerak ke arah Core Nexus, detik demi detik semakin dekat.
"Lu punya waktu lima puluh detik, Ren! Kalau lebih dari itu, kita tamat!" seru Kai.
"Tenang! Gue udah hampir selesai!" Renata berkonsentrasi penuh, berkutat dengan kode-kode yang rumit.
Di layar, virus yang mereka buat mulai menyerang inti sistem Atlas, memaksa AI untuk memproses data berulang kali hingga overload. Namun, di saat yang sama, sistem keamanan Atlas juga mulai bertahan, mengirimkan puluhan firewall untuk menghalangi serangan tersebut.
"Empat puluh detik lagi!" Arka memperingatkan.
Renata menggigit bibir, tangannya makin cepat bergerak. "Hampir... Selesai! Virusnya masuk!"
Begitu Renata mencabut alatnya, seluruh ruangan tiba-tiba bergetar. Layar di sekitar mereka berkedip-kedip, menunjukkan tanda-tanda gangguan. Atlas sedang mengalami kerusakan serius.
"Cabut sekarang!" teriak Kai, menarik tangan Renata dan berlari keluar ruangan.
Mereka bertiga berlari secepat mungkin menyusuri lorong-lorong sempit menuju pintu keluar terowongan. Di belakang mereka, drone-drone patroli mulai berdatangan, mengitari ruangan dan memindai setiap sudut.
Saat mereka mencapai terowongan, suara mesin drone semakin mendekat, membuat adrenalin mereka melonjak.
"Ke mobil, cepet!" seru Arka.
Tanpa menoleh ke belakang, mereka melompat ke dalam mobil yang sudah diparkir di ujung terowongan. Arka menginjak pedal gas, dan mobil melesat keluar dari tempat persembunyian.
"Lu berhasil, Ren?" tanya Kai sambil terengah-engah, melihat ke belakang.
Renata mengangguk dengan wajah puas. "Gue berhasil. Virusnya udah masuk dan sekarang ngacak-ngacak Atlas. Kita kasih mereka pelajaran besar malam ini."
Arka, yang masih fokus menyetir, tertawa kecil. "Lu bener-bener gila, Na. Tapi gue salut."
Kai bersandar di kursi, menghembuskan napas lega. "Kita baru aja nyerang otak dari Atlas. Tapi ini baru permulaan. Perang ini belum selesai."