Arabella harus menelan kekecewaan dan pahitnya kenyataan saat dirinya mengetahui jika pria yang selama dua tahun ini menjadi kekasihnya akan bertunangan dan menikah dengan wanita yang sudah dijodohkan dengan pria itu.
Arabella pikir dirinyalah wanita satu-satunya yang dicintai pria itu, tapi ternyata dirinya hanyalah sebagai pelampiasan selama wanita yang dijodohkan berada di luar negeri.
"Bagaimana jika aku hamil? apa kau memilih ku dan membatalkan perjodohan mu?"
"Aku tidak mungkin mengecewakan kelaurga ku Ara."
Jawaban Maher cukup membuat hati Arabella seperti ditikam benda tajam tak kasat mata. Sakit, terlalu sakit sampai dirinya lupa bagaimana melupakan rasa sakit itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Resign
Arabella sampai di apartemen sudah malam, wanita itu tadi mampir ke supermarket untuk membeli kebutuhannya yang habis.
Arabella membuka pintu dengan password, wanita itu masuk setelah yakin pintu tertutup.
Menuju ke dapur Arabella tidak memperhatikan sekitar, wanita itu berdiri sambil menaruh barang belanjaannya.
Grep
Arabella terlonjak kaget, saat sebuah tangan melingkar di perutnya erat, wanita itu ingin berteriak tapi suara berat seseorang membuatnya tersadar.
"Kenapa lama sekali pulangnya." Gumam Maher yang memeluk Arabella dari belakang, kepalanya ia sandarkan di bahu Arabella dalam posisi miring, dan Maher bisa menghirup aroma tubuh Arabella dari lehernya.
"Lepas, aku mau mandi." Arabella menyentak tangan Maher membuat pelukan itu terlepas.
Arabella hendak pergi, tapi lagi-lagi Maher menariknya dan kembali memeluk nya erat
"Ara, maafkan aku." Bisik Maher dengan nada lirih.
Arabella tak merespon, wanita itu membiarkan Maher melakukan apa yang dia lakukan.
Arabella sudah cukup untuk merutuki kebodohannya dan kesedihannya karena keadaan yang dirinya alami, sadar Arabella tidak akan mengharapkan pria seperti Maher yang tidak menghargainya, meskipun dirinya sedang mengandung benih pria itu tanpa diketahui.
"Berhentilah, meminta maaf jika maaf mu hanya untuk kepentingan mu sendiri." Suara dingin Arabella membuat Maher melonggarkan pelukannya.
Tidak ada suara lembut yang mendayu, dan tatapan lembut penuh perhatian dari Arabella, Maher hanya bisa melihat kebencian di kedua mata Arabella.
"Ara, aku sudah di jodohkan sebelum kau datang dalam hidupku, orang tuaku memutuskan perjodohan itu sejak mereka tahu jika aku tertarik pada Karina. Aku tahu aku salah, tapi kau tidak sepantasnya begitu marah padaku!" Ucap Maher dengan tatapan tidak suka melihat kebencian di mata Arabella.
Arabella yang mendengar ucapan Maher tersenyum sinis, meskipun hatinya begitu sakit bagai dicabik-cabik.
"Ya, seharunya aku tidak marah padamu, seharunya aku diam ketika kamu menjadikan aku budak di bawah kendali mu-"
"Ara, jaga ucapan mu!" Bentak Maher.
"Kenapa? kenapa dengan ucapan ku, bukankah begitu yang kau lakukan padaku. Dia tahun aku menjadi budak napsu mu Maher, selama itu kau anggap aku apa, sampai-sampai sekarang pun kau masih menginginkan ku menjadi budak mu, setelah aku tahu kau akan menikah! apa aku tidak boleh marah dengan apa yang kamu lakukan! apa aku harus tersenyum dan tertawa saat hatiku sedang menangis!!" Pecah sudah pertahan Arabella yang sejak tadi dia tahan, wanita itu menatap Maher dengan tatapan kebencian dan terluka.
"Ara, kau salah paham, aku tidak memperlakukan mu seperti-"
Suara Maher tercekat, ludahnya terasa kelu saat mengingat dua tahun kebelakang saat bersama Arabella. Tapi Maher benar-benar tidak menganggap jika wanita yang sekarang menangis pilu sebagai budaknya, tapi Maher sendiri juga ragu dengan perasaannya, karena dirinya hanya ingin menikah dengan wanita pilihan orang tuanya.
Arabella tersenyum miris melihat Maher yang terdiam. Pria itu jelas tidak tahu akan menjawab apa, karena memang dirinya tidak di harapkan.
Arabella menatap Maher dengan nanar, kali ini dirinya benar-benar menggunakan cara terkahir.
"Jika aku hamil, apa kau akan membatalkan perjodohan itu dan menikah dengan ku." Lirih Arabella dengan jantung berdebar, tangannya mengusap air matanya yang mengalir dengan wajah yang terlihat begitu sendu, sekuat tenaga dirinya akan siapa menerima jawaban Maher.
Maher menelan ludah kasar, otaknya berpikir jawaban yang tidak akan melukai Arabella, tapi sepertinya tidak ada jawaban yang dia inginkan selain mengatakannya dengan jujur. Dan mungkin setelah ini Maher akan menerima kehilangan Arabella.
"Itu tidak mungkin Ara, aku tidak akan mengecewakan kedua orang tuaku, dan lagi pula kamu tidak hamil."
.
.
Setelah satu minggu kejadian di apartemen, selama itu pula Arabella benar-benar berubah 180 derajat dari sebelumnya. Wanita itu menjaga jarak dengan Maher dalam keadaan apapun, bahkan untuk bertemu dengan klien berdua dengan Maher, Arabella memilih untuk melimpahkan pada Tio.
Pagi ini Maher datang lebih pagi, pria itu ingin bicara dengan Arabella, Maher sadar jika dirinya menyakiti wanita yang selama ini menamainya selama dua tahun, dan Maher benar-benar merasa sisi hatinya yang kosong saat wanita itu semakin menjauh darinya.
"Belum ada " Gumam Maher, saat melihat meja kerja Arabella masih kosong.
Maher melihat jam yang melingkar di tangannya, masih jam tujuh kurang, sudah pasti Arabella belum datang.
Memilih masuk keruangannya, Maher duduk di kursi kebesarannya dan menunggu beberapa menit lagi, dirinya benar-benar merindukan Arabella.
Maher tersenyum kala mengingat bagaimana wanita itu selalu membuatnya merasa paling dicintai, tidak ada keributan yang berarti saat mereka bersama, yang ada hanya hawa panas yang selalu mengitari keduanya jika berduaan.
Maher kembali melihat jam, sudah hampir setengah delapan, dan dirinya yakin jika Arabella pasti sudah datang.
Saat membuka pintu, Maher mengerutkan keningnya, meja kerja Arabella masih kosong tidak terlihat wanita itu datang. Tatapan Maher jatuh pada sudut meja Arabella, tidak ada bingkai kecil di sana, di mana Arabella menaruh foto.
"Kenapa perasaan ku jadi tidak enak." Gumam Maher. "Apa mungkin dia sakit."
Maher pun megambil ponselnya untuk menghubungi Arabella, tapi yang tersambung hanya suara operator.
"Blokir." Gumam Maher dengan jantung yang semakin cepat berpacu.
Maher langsung bergegas keluar dari ruanganya, pria itu berjalan tergesa sampai beberapa staf lainya menatap heran.
"Pak Maher kenapa panik begitu?"
Tio yang melihat atasanya berjalan tergesa dengan wajah panik juga penasaran, tidak biasanya Maher seperti itu.
Brak
Maher membuka pintu bagian HRD, napas pria itu memburu dengan tatapan tajam.
"P-pak Maher, ada yang bisa kami bantu." Tanya kepala HRD yang gugup melihat kedatangan atasanya itu.
Maher menatap tajam kepala bagian HRD. "Sejak kapan Arabella mengundurkan diri!" Bentak Maher pada wanita yang menjadi kepala bagian HRD itu.
"S-sejak satu minggu yang lalu pak, dan anda menyetujuinya sejak dua hari yang lalu." Katanya dengan nada takut dan tubuh bergetar.
Melihat tatapan tajam atasnya degan wajah memerah menahan amarah, siapa yang tidak akan menciut melihatnya.
Maher memicingkan matanya, otaknya berpikir kapan dirinya menandatangani surat pengunduran resign Arabella.
Dan ingatan Maher ingat saat, di mana Arabella memberikan beberapa berkas yang harus ia tanda tangani buru-buru, bahkan wanita itu selalu berbicara tentang pekerjaan. Dan Maher merutuki kebodohannya saat dirinya malah menikamati ucapan Arabella yang menjadi banyak bicara, ternyata itu hanya untuk mengalihkan dirinya saja.
"Shittt!!"
Maher langsung meninggalkan ruangan HRD dan pergi dengan wajah merah padam, dirinya telah di bodohi Arabella yang jelas-jelas sudah merencanakan semua.
"Kau tidak akan lepas Ara, tidak akan!" Geramnya sambil masuk kedalam lift, Maher yakin jika Arabella berada di apartemen, wanita itu tidak akan pergi secepat itu.
Satu kata untuk Maher??
Dan banyak dukungan untuk author 😘😘
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian 😘😘