Demi menjaga nama baiknya sendiri Aylin sampai rela terjerat dosennya yang galak.
"Pak Aland = Sialand." Aylin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TDG Bab 28 - Akan Aku Turuti Apapun Keinginanmu
Gara-gara Aylin, mama Berta jadi ikut-ikutan berbohong. Mana mungkin dia pergi begitu saja setelah melihat Aylin ada di perusahaan ini. Yang ada mama Berta justru mengikuti permainan sang calon menantu.
"Kamu, ikut aku," titah mama Berta, menunjuk ke arah Aylin yang sudah duduk di kursi kerjanya.
"Baik Nyonya," jawab Aylin, menjawab seolah mereka tak saling mengenal.
Astaga, batin mama Berta. usianya sudah tidak muda lagi tapi dia harus bersandiwara seperti ini.
Mama Berta kembali masuk ke ruangan Aland dan Aylin mengikuti. Sekarang mereka berada di kantor yang biasa Aland gunakan untuk mengawasi timnya, jadi pertemuan Aylin dengan mama Berta pun mampu dilihat oleh semua orang di sana.
Nora sebenarnya merasa heran kenapa Aylin dipanggil oleh mamanya pak Aland, tapi setelah ingat jika Aylin adalah karyawan titipan dia langsung paham dan diam saja, pasti mama Berta hanya ingin menyapa dan mengirim salam untuk kedua orang tua Aylin.
"Kenapa nyonya Berta memanggil Aylin? Bukankah tadi beliau sudah bertemu dengan asisten Ben?" tanya William pada Nora, sebab dia juga merasa penasaran.
"Tidak tahu Will, lebih baik kita segera kerjakan laporan mingguan ini. Senin besok kita akan ikut ke lokasi proyek," jawab Nora. Ada untungnya Aylin telah menjalin hubungan baik dengan Nora, musuh bebuyutannya ini seolah kini berada di pihaknya.
William hanya mengangguk, namun sebelum kembali menatap layar komputernya dia lebih dulu menatap Aylin di depan sana. Aylin yang tengah duduk saling berhadapan dengan nyonya Berta.
"Tante, jangan terlalu banyak tersenyum padaku, aku tidak ingin teman-teman ku tahu tentang hubungan kita," pinta Aylin, lebih tepatnya memohon.
Astaga. Batin mama Berta, ada saja tingkah Aylin yang membuatnya sampai kehabisan kata-kata.
Katanya Aylin adalah orang miskin, kenapa dia malah menyembunyikan statusnya dengan Aland. Harusnya dia bangga, agar tidak diremehkan oleh teman-temannya. Batin mama Berta lagi, jadi suka membatin seperti ini.
"Baiklah Sayang, Mama tidak akan tersenyum padamu lagi. Sekarang katakan, sejak kapan kamu bekerja di sini? Kenapa setelah pertemuan waktu itu kamu tidak pernah menghubungi Mama? Apa Aland tidak memberi nomor ponsel mama padamu?"
"Tante tanyanya banyak sekali, aku bingung jawab yang mana."
Gubrak! Rasanya mama Berta seperti jatuh ke lantai mendengar tanggapan Aylin tersebut.
Tapi ada pula rasa syukur di hati mama Berta, karena Aylin yang begini nampak apa adanya, tidak dibuat-buat hanya untuk mengambil simpatinya.
Siapa yang tak ingin memiliki hubungan dengan keluarga Stewart, apalagi melalui jalur menikah dengan Aland? pria tampan yang jadi idaman banyak wanita.
Namun Aylin sedikit pun tidak terlihat sedang berusaha menggaet Aland, Aylin benar-benar bersikap menunjukkan siapa dia sebenarnya.
"Maaf sayang, Tante tanyanya terlalu banyak ya. Jadi sejak kapan kamu bekerja di sini?" tanya mama Berta, yang kesabarannya setebal buku sejarah.
"Sudah lama Tante, sudah lebih dari dua Minggu."
"Semua karyawan tidak ada yang tahu tentang hubungan kalian?"
"Tidak," jawab Aylin apa adanya.
"Kenapa?"
"Aku malu, pak Aland terlalu tua untukku. Aku belum sanggup mengakuinya sebagai kekasih."
Ha? Mulut mama Berta sampai ternganga saat mendengar jawaban tersebut. Tapi memang benar jika jarak usia mereka cukup jauh, yaitu 10 tahun.
Mama Berta bahkan mengangguk setuju juga, bersama Aylin, Aland memang seperti mendapatkan daun muda.
"Benar sayang, dia memang sudah tua," balas mama Berta.
Dan kini giliran Aylin yang tercengang, Ya Ampun, kenapa mama Berta malah setuju, harusnya dia marah padaku. Batin Aylin. Sama frustasinya.
"Tante, aku tidak bisa berlama-lama di sini, aku akan keluar sekarang," ucap Aylin kemudian.
"Iya iya, Mama juga akan pulang, tapi ingat, Minggu besok kamu dan Aland harus datang ke rumah, jika tidak, hari Seninnya mama akan kembali datang ke sini untuk menemui kamu," balas mama Berta, sedikit mengancam.
Sebab keinginan agar Aland segera menikah tak bisa ditawar.
Aylin tak menjawab apapun, hanya menunjukkan wajahnya yang nampak kecewa dan sedih, karena dia tidak setuju dengan keinginan Tante Berta tersebut.
Aylin lantas bangkit dari duduknya, menundukkan kepala memberi hormat dan keluar lebih dulu dari ruangan tersebut.
Benar-benar menunjukkan pada semua orang bahwa hubungan mereka tak lebih dari hubungan profesional.
Setelah Aylin duduk di kursi kerjanya, mama Berta pun meninggalkan kantor tersebut dengan bibir tersenyum lebar. Datang ke sini ternyata dia mendapatkan jackpot.
"Kenapa nyonya Berta menemui mu Aylin?" tanya William.
"Tidak ada apa-apa Wil, nyonya Berta hanya titip salam untuk mommy dan Daddy ku," balas Aylin bohong, tapi kebohongannya sama dengan pemikiran Nora.
Membuat Nora tersenyum kecil saat mendengarnya, bangga saja jika tebakannya benar.
Aylin kemudian melihat ponselnya yang bergetar, ada panggilan masuk dari pak Aland.
Percuma telepon sekarang, sumber masalahnya sudah pergi. Batin Aylin. Karena kesal jadi dia matikan panggilan tersebut.
Aland yang bingung dan cemas lalu menghubungi Aylin lagi, tapi Aylin malah memutuskan untuk menonaktifkan nomor ponselnya.
"Huh," Aland membuang nafasnya dengan kasar, baru beberapa jam tidak bertemu gadis itu sudah kembali membuat ulah.
Hanya karena panggilannya tidak dia jawab, kini Aylin lagi-lagi marah padanya.
Inilah susahnya memiliki hubungan dengan wanita, apalagi jika sampai terikat dengan sebuah pernikahan. Batin Aland.
Tapi meski begitu dia jadi merubah jadwalnya hari ini gara-gara Aylin. Siang ini di jam istirahat Aland jadi mendatangi perusahaan, sementara jadwal bimbingannya dengan salah satu mahasiswa diundur jadi jam 3 sore.
Aland datang ke kantornya di lantai 10, dia lalu memerintahkan Ben untuk memanggil Aylin datang ke sini.
"Aylin, pak Aland ingin bertemu denganmu," ucap asisten Ben.
Langkah Aylin yang hendak pergi ke kantin bersama Nora dan William jadi terjeda. Aylin juga cukup terkejut karena sang dosen ada di sini, padahal tadi pamitnya pak Aland hanya akan datang untuk menjemput.
"Pergilah Lin," ucap Nora pula dan Aylin mengangguk.
William tak punya kesempatan bertanya karena Aylin sudah lebih dulu pergi.
Tiba di lantai 10, Aylin masuk seorang diri ke dalam ruangan sang CEO. Disambut dengan tatapan tajam dan dingin pria itu.
Biasanya Aylin tak pernah takut dengan tatapan tersebut, tapi entah kenapa kini tatapan pak Aland nampak berbeda. Telihat lebih mengerikan daripada biasanya.
"Kunci pintunya," titah Aland.
"Kenapa dikunci? Bapak mau apa?" tanya Aylin.
"Kunci."
"Tidak mau."
"Aylin."
Dengan bibir mencebik Aylin akhirnya mengunci pintu tersebut, membuat suasana jadi terasa mencekam dan inttim.
"Sini," panggil Aland kemudian, ingin Aylin duduk di sampingnya. Sejak tadi dia telah duduk di sofa menunggu sang kekasih datang.
"Kenapa Bapak terlihat marah? harusnya aku yang marah," kata Aylin, dia tidak duduk di samping sang dosen, pilih duduk di hadapan pria itu hingga ada meja sebagai penghalang mereka.
"Kamu marah hanya karena aku tidak menjawab panggilan mu? Saat itu aku sedang mengajar Aylin, dan apa benar sikapmu itu? Menolak panggilan ku lalu menonaktifkan ponsel?" balas Aland.
Aylin terdiam, tak menyangka jika tindakannya itu membuat pak Aland marah sampai seperti ini.
Tapi bukan Aylin namanya jika dia diam saja saat disalahkan, saat itu juga Aylin langsung membuat pembelaan. "Tadi Tante Berta datang ke sini, beliau melihatku dan bahkan mengajak ku untuk bicara," balas Aylin.
Aland sontak terdiam, jika kondisinya seperti ini maka dia pun salah juga. Karena memang melibatkan Aylin dalam masalahnya.
"Benarkah?"
"Iya! Aku bingung, telepon Bapak malah tidak diangkat."
"Apa kata mama?"
"Minggu besok beliau ingin kita datang ke rumah, jika tidak hari Seninnya Tante akan menemui aku di sini," balas Aylin.
Aland terdiam.
Aylin juga terdiam.
Sampai terdengar suara perut Aylin yang berbunyi.
Krucuk! Krucuk!
"Kita makan dulu ya?" tanya Aland dan Aylin mengangguk.
"Maaf tadi membentak mu," ucap Aland kemudian.
"Maaf juga tadi menolak panggilan Bapak."
"Duduk di sini," pinta Aland, menepuk sisi kirinya yang kosong.
"Tidak mau," balas Aylin.
"Masih marah?"
"Tidak sih."
"Lalu kenapa?"
"Bapak saja yang pindah ke sini," balas Aylin.
Dan detik itu juga Aland menuruti, dia pindah duduk di samping Aylin. Mengikis jarak yang sempat tercipta.
"Bapak patuh sekali," ucap Aylin.
"Sebisa mungkin akan aku turuti apapun keinginan mu," balas Aland, dia merasa bersalah pada Aylin, kerena itulah bicara seperti ini.
"Benarkah? Jika aku minta cium apa Bapak akan mencium ku?" tanya Aylin.
"Pakai lidah?"
Aylin mengangguk.
Dan detik itu juga Aland menahan tengkuk Aylin, lalu menjatuhkan sebuah ciuman dalam di atas bibir ranum sang kekasih. Sesuai permintaan Aylin, dia pun langsung menelusupkan lidahnya masuk.
Sampai Aylin mendelik kehabisan udara. "Emph!" lenguhnya tak mampu tertahan.