Di tengah gemuruh ombak kota kecil Cilacap, enam anak muda yang terikat oleh kecintaan mereka pada musik membentuk Dolphin Band sebuah grup yang lahir dari persahabatan dan semangat pantang menyerah. Ayya, Tiara, Puji, Damas, Iqbal, dan Ferdy, tidak hanya mengejar kemenangan, tetapi juga impian untuk menciptakan karya yang menyentuh hati. Terinspirasi oleh kecerdasan dan keceriaan lumba-lumba, mereka bertekad menaklukkan tantangan dengan nada-nada penuh makna. Inilah perjalanan mereka, sebuah kisah tentang musik, persahabatan, dan perjuangan tak kenal lelah untuk mewujudkan mimpi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertempuran dan Penyelamatan
Ferdy duduk di sebelah kakaknya, Andi, di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang. Jantung Ferdy berdegup kencang, bukan karena takut, tapi karena adrenalin yang mengalir deras dalam tubuhnya.
Ia tak bisa berhenti memikirkan Ayya dan Tiara, membayangkan apa yang mereka alami saat ini. Di satu sisi, ia merasa marah, namun di sisi lain ia berusaha tetap tenang.
Kakaknya pernah mengajarkannya bahwa dalam situasi seperti ini, emosi bisa menjadi senjata paling mematikan bagi diri sendiri.
"Lo udah siap, Fer?" tanya Andi sambil tetap fokus pada jalanan di depan mereka.
"Siap, Kak. Ini bukan cuma soal Ayya dan Tiara. Gue nggak bisa biarin Gilang ngancurin hidup kita semua. Dia harus bayar."
Andi mengangguk, setuju. "Ingat, lo punya kekuatan, tapi lo harus gunakan dengan kepala dingin. Jangan biarin amarah lo ngambil alih."
Ferdy tersenyum tipis. "Iya, Kak. Gue tau."
Setibanya di lokasi, mereka berhenti di depan gudang tua yang terletak di pinggiran kota.
Lampu di dalam gudang remang-remang, dan tidak banyak aktivitas di sekitar sana.
Ferdy dan Andi saling menatap, memastikan mereka sudah siap untuk langkah selanjutnya.
"Kita masuk pelan-pelan," bisik Andi sambil memberikan isyarat kepada Ferdy untuk mengikuti dari belakang.
Mereka bergerak hati-hati menuju pintu belakang gudang, memastikan tidak ada penjaga yang berjaga di sana.
Ferdy memeriksa GPS dari cincinnya lagi. Sinyal Ayya dan Tiara masih kuat, dan mereka berada di dalam gudang. "Mereka di dalam, Kak. Gue yakin ini tempatnya."
Andi mengangguk. "Oke, kita harus bergerak cepat tapi diam-diam. Kalau ketahuan, situasinya bisa berubah jadi lebih berbahaya."
Mereka menyelinap masuk ke dalam gudang melalui pintu kecil yang terbuka sedikit.
Begitu di dalam, mereka bisa mendengar suara tawa dari kejauhan.
Suara tawa itu berasal dari Gilang dan teman-temannya yang sedang berpesta, mabuk, merasa tidak ada yang bisa menghentikan mereka.
Andi memberi isyarat agar Ferdy tetap tenang. Mereka terus melangkah dengan hati-hati hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan di mana Ayya dan Tiara diikat di pojok, terlihat ketakutan.
Ferdy merasakan kemarahan membara dalam dirinya, namun ia ingat pesan kakaknya: *tetap tenang*.
Saat mereka sedang merencanakan langkah selanjutnya, tiba-tiba seorang dari geng Gilang melihat mereka. "Hei, siapa itu?" teriaknya.
Ferdy dan Andi langsung berlari ke arah mereka. Andi, dengan kecepatan luar biasa, langsung menghantam pria itu dengan pukulan keras yang membuatnya terjatuh.
Namun, suara benturan itu cukup keras untuk menarik perhatian Gilang dan teman-temannya.
Gilang berdiri dengan mulut yang masih bau alkohol, tatapan matanya buram tapi penuh kebencian.
"Ferdy, lo dateng juga ternyata. Lo pikir lo bisa selamatin mereka? Lo cuma badut!"
Ferdy menatap Gilang dengan penuh amarah. "Gue nggak peduli lo mau ngomong apa, Gilang. Gue di sini buat akhiri semua ini!"
Gilang tertawa sinis. "Semua ini baru permulaan, Fer. Setelah gue selesai sama lo, band lo nggak bakal ada lagi. Dan Ayya sama Tiara? Mereka milik gue sekarang!"
Andi yang berdiri di samping Ferdy, mengeluarkan gerakan silat yang membuat Ferdy teringat bahwa kakaknya adalah petarung yang tak tertandingi. "Kita lihat siapa yang bakal selesai duluan," kata Andi dengan dingin.
Pertarungan pun dimulai. Gilang memanggil semua temannya, sementara Ferdy dan Andi bersiap menghadapi mereka.
Ferdy, meski hanya seorang petarung tingkat menengah, mampu menunjukkan teknik bela diri yang cukup untuk menghadapi dua orang sekaligus. Ia memukul lawannya dengan akurat dan cepat, membuat mereka terjatuh satu per satu.
Sementara itu, Andi menghadapi tiga orang sekaligus, namun gerakan silatnya yang lincah membuatnya dengan mudah menghindari setiap serangan.
Satu pukulan keras ke arah perut, satu tendangan ke arah lutut, dan musuh-musuhnya pun tumbang dalam sekejap.
"Ayo, lo mau nyoba lagi?" teriak Ferdy kepada Gilang yang sekarang terlihat sedikit gentar. Tapi Gilang masih belum menyerah.
Ia mengambil balok kayu dan mencoba memukul Ferdy dari belakang.
Namun, Ferdy sudah siap. Dengan reflek yang cepat, ia menunduk dan membalas dengan pukulan telak ke wajah Gilang, membuatnya jatuh tersungkur.
Gilang berdarah, tapi ia masih mencoba bangkit.
"Lo nggak akan pernah bisa ngalahin gue, Ferdy!" teriak Gilang dengan marah.
Namun sebelum ia bisa menyerang lagi, Andi sudah berdiri di hadapannya.
"Lo nggak ngerti ya, Gilang? Lo kalah," kata Andi dengan tenang.
Gilang mencoba menyerang, tapi Andi menangkap tangannya dengan mudah dan melumpuhkannya dengan kuncian yang membuatnya tak berdaya.
Ferdy segera berlari ke arah Ayya dan Tiara, membuka tali yang mengikat mereka. "Kalian nggak apa-apa?" tanya Ferdy dengan cemas.
Ayya mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Kita baik-baik aja, Fer. Terima kasih," jawabnya sambil memeluk dan mencium pipi Ferdy.
Tiara yang biasanya ceria pun terlihat gemetar. "Gue bener-bener takut tadi... gue pikir kita nggak bakal selamat." sama seperti ayya, tiara melakukan hal yang sama.
Ferdy menatap mereka dengan perasaan lega. "Kalian aman sekarang. Gue janji, nggak akan ada yang nyakitin kalian lagi."
Setelah memastikan Ayya dan Tiara baik-baik saja, mereka semua segera keluar dari gudang itu.
Sedangkan Andi yang masih menjaga Gilang dalam kunciannya, gilang yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan teman-teman nya gilang sudah terkapar dan sedang merasakan sakit.
Polisi datang dengan cepat, menangkap Gilang dan gengnya. Sebagian besar dari mereka masih dalam keadaan mabuk, sementara Gilang sendiri hanya bisa diam, sambil melirik ferdy dengan kebencian.
"Kalian udah selesai," kata Ferdy dingin saat polisi membawa mereka pergi.
---
Malam itu, setelah semua selesai, Ferdy, Ayya, Tiara, dan Andi kembali ke rumah dengan perasaan lega. Meski terluka secara fisik dan mental, mereka tahu bahwa mereka telah melewati ancaman terbesar yang pernah mereka hadapi sebagai sebuah kelompok.
Di dalam mobil, Ayya memecah keheningan. "Fer, makasih ya... kalo nggak ada lo dan Andi, gue nggak tau apa yang bakal terjadi."
Ferdy tersenyum kecil. "Kita keluarga, Ayya. Kita saling jagain."
Tiara, yang duduk di sebelahnya, ikut mengangguk. "Gue setuju. Lo bener-bener pahlawan kita malam ini, Fer."
Ferdy tertawa kecil, meski masih merasa berat dengan apa yang baru saja terjadi. "Gue cuma lakuin apa yang harus gue lakuin."
Malam itu berakhir dengan rasa syukur dan kemenangan.
Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi untuk saat ini, mereka sudah berhasil mengatasi salah satu rintangan terbesar dalam hidup mereka.
saya Pocipan ingin mengajak kaka untuk bergabung di Gc Bcm
di sini kita adakan Event dan juga belajar bersama dengan mentor senior.
jika kaka bersedia untuk bergabung
wajib follow saya lebih dulu untuk saya undang langsung. Terima Kasih.