Di jantung kota Yogyakarta, yang dikenal dengan seni dan budayanya yang kaya, tinggal seorang wanita muda bernama Amara. Dia adalah guru seni di sebuah sekolah menengah, dan setiap harinya, Amara mengabdikan dirinya untuk menginspirasi siswa-siswanya melalui lukisan dan karya seni lainnya. Meski memiliki karir yang memuaskan, hati Amara justru terjebak dalam dilema yang rumit: dia dicintai oleh dua pria yang sangat berbeda.
Rian, sahabat masa kecil Amara, adalah sosok yang selalu ada untuknya. Dia adalah pemuda yang sederhana, tetapi penuh perhatian. Dengan gitar di tangannya, Rian sering menghabiskan malam di kafe-kafe kecil, memainkan lagu-lagu yang menggetarkan hati. Amara tahu bahwa Rian mencintainya tanpa syarat, dan kehadirannya memberikan rasa nyaman yang sulit dia temukan di tempat lain.
Di sisi lain, Darren adalah seorang seniman baru yang pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan tatapan yang tajam dan senyuman yang memikat, Darren membawa semangat baru dalam hidup Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon All Yovaldi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 _ Pilihan Yang Sulit
Hari-hari berlalu dengan cepat. Amara dan Rian semakin dekat, tapi di sela-sela kebahagiaan itu, Amara tetap merasa ada sesuatu yang mengganjal. Perasaan terhadap Darren, meski mulai memudar, masih berbekas dalam hatinya. Kadang ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah sudah benar-benar membuat keputusan yang tepat?
Sore itu, saat hujan rintik-rintik membasahi jalanan kota, Amara memutuskan untuk nongkrong di kafe favoritnya sendirian. Ia butuh waktu untuk berpikir, merapikan isi hati yang selama ini terasa berantakan.
Dia memesan cappuccino, duduk di sudut kafe dekat jendela, dan memandangi butiran hujan yang jatuh di luar. Tiba-tiba, ponselnya bergetar—pesan dari Darren.
Darren: “Mara, gue boleh ketemu lo bentar?”
Amara terdiam sejenak. Jujur, dia tidak ingin bertemu Darren lagi karena khawatir perasaannya makin rumit. Tapi di sisi lain, dia merasa harus memberikan penutupan yang baik.
Akhirnya, dengan berat hati, Amara mengetik balasan.
Amara: “Oke, gue ada di kafe biasa.”
---
Tidak lama kemudian, Darren muncul di pintu kafe. Basah kuyup karena hujan, tapi masih dengan senyum khasnya yang selalu membuat Amara teringat masa-masa indah mereka dulu. Amara merasakan dadanya sedikit berdebar, tapi ia berusaha keras untuk tetap tenang.
Darren duduk di hadapannya, mengusap rambut basahnya, lalu membuka obrolan. “Gue nggak mau ganggu, cuma ada yang mau gue omongin, Mar.”
Amara mengangguk, menunggu kata-kata Darren.
Darren menarik napas dalam. “Gue cuma mau bilang kalau gue masih sayang sama lo. Dan meskipun lo udah sama Rian, gue tetep berharap kita punya kesempatan lagi.”
Amara tercekat. Perasaannya campur aduk—antara terharu, bingung, dan bersalah. Ia tahu bahwa Darren tulus, tapi hatinya sudah memilih Rian.
---
Suasana di kafe mendadak terasa hening, hanya suara hujan di luar yang terdengar samar. Amara menatap Darren dengan mata yang penuh emosi. “Darren, gue nggak tahu harus bilang apa. Tapi… gue nggak bisa bohong sama hati gue. Gue udah sayang sama Rian.”
Darren menunduk, mengangguk pelan. “Gue ngerti, Mara. Gue cuma butuh lo tahu perasaan gue. Kalau suatu saat lo berubah pikiran, gue bakal ada di sini.”
Amara terdiam, merasa bersalah. “Maaf, Darren. Gue nggak mau nyakitin lo, tapi gue juga nggak bisa bohong sama perasaan gue.”
Darren tersenyum pahit. “Gue ngerti kok. Makasih udah dengerin gue, Mar.”
Setelah itu, Darren bangkit dari kursinya dan pergi meninggalkan kafe. Amara hanya bisa memandangnya dari balik jendela, merasa lega sekaligus sedih.
---
Saat Darren menghilang di balik rintik hujan, Amara menyadari bahwa ini adalah keputusan yang paling sulit dalam hidupnya. Tapi dia yakin, mengikuti hati adalah pilihan yang tepat.
Sore itu, saat langit perlahan cerah, Amara mengirim pesan singkat kepada Rian:
“Gue sayang sama lo, Rian. Dan gue nggak akan nyesel sama pilihan gue.”
Tidak lama kemudian, Rian membalas dengan cepat.
Rian: “Gue juga sayang sama lo, Mara. Sampai kapan pun, gue bakal ada buat lo.”
Amara tersenyum sambil memeluk ponselnya erat. Kali ini, dia merasa lebih yakin dan tenang. Ia tahu, apa pun yang terjadi, dia akan menjalani semuanya bersama Rian dengan hati yang tulus.
...----------------...
Memang ngak ada Obatnya guyss...😅😅
Susah Di Obati Kalo Gitu mah, Iyakan?
#Jangan Ya dek Ya
Next Part aja Kita guysss....
semangat berkarya../Determined//Determined//Determined/