Kecewa, mungkin itulah yang saat ini di rasakan Donny Adriano Oliver. Bagaimana tidak harapan untuk segera membangun rumah tangga dengan kekasih yang sudah di cintainya selama enam tahun pupus sudah. Bukan karena penghianatan atau hilangnya cinta, tapi karena kekasihnya masih ingin melanjutkan mimpinya.
Mia Anggriani Bachtiar, dia calon istri yang di pilihkan papanya untuknya. Seorang gadis dengan luka masa lalu.
Bagaimanakah perjalanan pernikahan mereka. Akankah Donny yang masih memberi kesempatan kepada kekasihnya bisa jatuh cinta pada istrinya yang awalnya dia perlakukan seperti adik perempuan yang dia sayangi. atau Mia yang sudah lama menutup hati bisa luluh dan jatuh pada perhatian dan kasih sayang yang Donny berikan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Epis. 15 Rasa bersalah Donny
Cukup lama menunggu, dokter yang di tunggu akhirnya datang juga. Bu Mira mempersilahkan dokter tersebut masuk. Donny berdiri dari tempatnya duduk memberi ruang pada dokter untuk memeriksa keadaan Mia.
Dokter yang tidak lain adalah sepupu Donny menatapnya dengan penuh tanya setelah melihat lebam di pipi kanan serta luka kecil di sudut bibir Mia.
“Kamu yang melakukannya?” tanyanya dengan kernyitan di dahi. Donny membuang nafas kasar sebagai jawaban dari pertanyaan sepupunya itu. Dokter Rafael kembali menatap sepupunya, kali ini tatapannya semakin membuat Donny di liputi rasa bersalah. Semua orang tahu Donny sangat menghargai wanita.
Dokter Rafael kemudian memeriksa Mia dengan stetoskop yang tadi dia gantungkan di lehernya di lanjutkan dengan memeriksa denyut nadinya. Dokter Rafael lagi-lagi memberi tatapan yang begitu menusuk hati Donny. “Apakah kau juga tidak memberinya makan?” pertanyaan Dokter Rafael itu sukses membuat Donny tertegun lalu menatap Mia dengan penuh rasa bersalah.
“Tadi pagi Nyonya buru-buru ke kantor karena sudah terlambat katanya, jadi tidak sempat sarapan Tuan”, ujar Bu Mira berharap Donny tidak terlalu menyalahkan dirinya sendiri. Dia juga baru kali ini melihat Donny sekacau itu, menurutnya Tuannya itu juga terluka setelah melukai istrinya dengan tangannya sendiri.
“Dia hanya shock dan juga lemas”, ujar Dokter Rafael setelah memeriksa Kondisi Mia. “Dan juga terlalu lama kedinginan, apa kamu juga mengurungnya di kamar mandi?”, tanya Dokter Rafael sarkas. Yang di tanya hanya diam memandangi Istrinya yang tertidur lemas di depannya dengan penuh rasa bersalah.
“Saya permisi Tuan, saya ada di depan kalau Tuan membutuhkan sesuatu”, Bu Mira berfikir mungkin Rafael ingin mendengar alasan Donny menampar Mia, jadi dia meninggalkan mereka.
“Kamu kenapa Don ? ada masalah ?” tanya Dokter Rafael secara beruntun.
Donny lagi-lagi menghela nafas kasar sebelum menceritakan pada Rafael apa yang sudah terjadi. Donny memang tidak pernah menyembunyikan apapun pada Rafael, baginya Rafael adalah saudara, sahabat yang selalu ada kapanpun Donny membutuhkannya. Dan begitu pula sebaliknya.
Dokter Rafael menghela nafas panjang mendengar cerita Donny, “pantas saja dia marah Don, dia istri kamu, wanita yang kamu nikahi dengan sah. Wajar saja dia marah melihat kamu membawa perempuan lain ke rumah di mana dia juga tinggal.” komentar dokter Rafael.
“Tapi kami tidak dalam hubungan yang seperti itu Raf, sampai dia harus semarah itu”, kilah Donny.
“Siapa yang bisa menduga perasaan wanita, mungkin saja dia menyukaimu sejak awal”, pendapat dokter muda itu sontak membuat Donny mengalihkan pandangannya pada sepupunya, lalu pandangannya kembali pada gadis yang tengah tertidur lemah di hadapannya.
“Tidak mungkin”, ucapnya kemudian. Donny mengingat setiap tingkah laku Mia selama ini, selalu berada di dunianya sendiri juga terkesan menjaga jarak dengannya. Tidak mungkin Mia menyukainya seperti apa yang dokter Rafael katakan. Dan semoga saja tidak atau dia akan terluka.
“Jangan menyakitinya”. Dokter Rafael menepuk pundak sepupunya sebelum meninggalkannya. “Jangan lupa beri dia makan”, lanjutnya di sela langkahnya.
Mia membuka matanya perlahan, kepalanya pusing dan tubuhnya terasa sangat lemas. Dia melirik Donny yang tertidur di kursi di samping tempat tidur dengan kaki yang saling menindih dengan tangan kiri yang menopang kepalanya. Mia lalu melirik jam yang ada di atas nakas. Jam enam pagi. Mia lalu kembali menutup matanya dan setelah itu kembali terlelap, mungkin masih dalam pengaruh obat yang di berikan dokter Rafael padanya semalam.
Tidak lama setelah Mia kembali terlelap Donny membuka matanya, dia menyandarkan punggung tangannya di kening Mia. Demamnya sudah turun walaupun suhu tubuhnya masih hangat. Donny membuang nafas pelan melihat Mia, entah sudah berapa kali dia melakukannya.
“Jika ada berkas penting yang harus saya tanda tangani, kau bisa mebawanya kemari”, perintah Donny pada sekertaris Al. Donny menyerahkan semua pekerjaan pada Al, dia akan di rumah merawat Mia sampai wanita itu benar-benar pulih.
“Baik Tuan”. Al mengangguk patuh. “Ada apa lagi?” tanya Donny melihat Al diam seperti ingin menyampaikan sesuatu.
“Apa nyonya baik-baik saja?”, tanyanya kemudian. Dia ingat kemarin saat mengantar Mia, dia tahu sudah benrtindak di luar batas, diam-diam Al menyesali setiap kata yang dia ucapkan dan juga tindakannya pada istri Tuannya itu. Tapi dia lebih mementingkan Donny di atas segalanya. Dia bahkan sudah siap jika Donny memberikan hukuman padanya jika suatu hari Mia menceritakan kekurang ajarannya. Apapun itu selama tidak meninggalkan Donny, Al akan menerimanya.
Donny mengangkat sebelah alisnya, “sejak kapan kamu perduli padanya?”, Alfandi hanya diam dan menunduk tidak tahu apa yang harus dia katakan untuk menjawab Donny.
“Dia baik-baik saja, terima kasih sudah mengkhawatrirkannya”, Donny menepuk pundak sekertarisnya itu sambil tersenyum lalu meninggalkannya yang masih diam mematung.
Donny yang melihat Mia sedang duduk bersandar pada kepala tempat tidur saat masuk kedalam kamar mempercepat langkahnya menghampiri Mia.
“Kenapa tidak berbaring”, tanyanya lembut lalu membetulkan letak bantal pada punggung Mia agar gadis itu merasa lebih nyaman.
“ Mas, bisa tolong ambilin minum, aku haus banget”, pinta Mia dengan suara lemahnya. Donny mengambil gelas di atas nakas yang sudah tersedia dengan sedotannya. Setelah Mia selesai meminumnya Donny menyimpan gelas yang isinya hanya berkurang sedikit itu ke atas nakas.
“Terima kasih”, katanya yang di balas senyum tipis oleh Donny. Donny ingin minta maaf atas apa yang sudah dia lakukan tapi urung di lakukan saat melihat Mia yang masih sangat lemah. Donny menarik selimut sampai ke leher Mia saat gadis itu membaringkan tubuhnya. Sekilas Donny melihat sudut bibir Mia yang masih terluka, dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan. Penyesalannya benar-benar mengganggunya.
“Mas Donny nggak ke kantor?” tanya Mia masih dengan suara lemahnya. Saat ini sudah jam sepuluh pagi tapi Donny masih dengan pakaian kasualnya yang membuat Mia bertanya.
“Saya akan jagain kamu disini”,
“Aku baik-baik aja, ada Bu Mira yang akan menjagaku. Mas kerja aja”. Mia merasa canggung berdua saja bersama Donny di kamar setelah kejadian malam itu walaupun Donny sama sekali tidak membahasnya.
“Kamu ngusir saya?” tanyanya bercanda. Mia menarik ujung birnya membentuk sebuah senyuman kecil. Donny melihatnya lalu ikut tersenyum.
Donny sama sekali tidak merasa keberatan merawat Mia walaupun ini hal pertama yang dia lakukan sepanjang hidupnya, merawat orang sakit, hanya saja dia di buat kewalahan karena Mia tidak mau makan apapun, Donny juga tidak tega memaksanya makan. Untung saja dokter Rafael memberi vitamin terbaik untuk istrinya itu sehingga tubuh Mia tidak terlalu drop karena tidak ada makanan yang masuk kedalam perutnya sejak semalam.