"Perkenalkan, dia yang akan menjadi suamimu dalam misi kali ini."
"Sebentar, aku tidak setuju!"
"Dan aku, tidak menerima penolakan!"
"Bersiaplah, Miss Catty. Aku tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun."
Catherine Abellia, bergabung dengan organisasi Intel, Black Omega Agency, untuk mencari tau tentang kasus kematian ayahnya yang janggal. Berusaha mati-matian menjadi lulusan terbaik di angkatannya agar bisa bergabung dengan pasukan inti. Mencari selangkah demi selangkah. Ia mencintai pekerjaannya dan anggota timnya yang sangat gila.
Namun, ketika dia sudah lebih dekat dengan kebenaran tentang kasus Ayahnya, Catty harus bekerjasama dengan anggota Dewan Tinggi! Oh, really? Dia harus bekerjasama dengan orang yang gila kesempurnaan yang bahkan sudah lama tidak terjun lapangan? Wait, mereka bahkan harus terlibat dalam pernikahan? Ia harus menikahi pria yang memiliki kekasih? Tuhan, ini sangat buruk!
Oke, fine! Atasannya sudah gila!
Ayo, ramaikan lapak ini dengan Vote dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seraphic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Pertarungan sengit
Suara gebrakan kasar pintu yang didobrak menghentikan kegiatan yang mereka lakukan. Deon yang tengah duduk di sofa di tengah-tengah ruangan memutar kepala, melihat siapa yang sudah mengganggu kesenangan mereka.
Aktivitas mereka terhenti, hanya kurang sesenti lagi jarum suntik itu akan menembus lengan pria culun yang mereka tahan lengannya. Di lantai, ada pil obat yang berserakan, tumpah dari botolnya.
Mata abu-abu Catty menyipit, saat melihat Deon dan antek-anteknya terlihat teler dan linglung.
"Oh? Kita kedatangan tamu ternyata," ujar Deon yang melihat mereka dengan mata yang memerah. Pria yang setengah sadar itu tersenyum senang dan bertepuk tangan.
"Jane, ada apa? Apa tidak ada dokter kliniknya disana?" tanya Melly menyusul saat melihat dua temannya tidak kembali ke ruangan klinik.
"Jangan kesini!" teriak Catty, matanya mengawasi ruangan yang ia pijak. "Bawa temanmu keluar, aku dan Janessa akan menyusul," sambungnya lagi pada Melly yang berada di sebelah.
"Apa kalian okay?" Melly bertanya dengan suara yang sarat akan kegugupan saat mendengar teriakan Catty.
Janessa berdehem lalu menimpali, "Pergilah terlebih dulu."
Deon tertawa keras hingga kepalanya menengadah. Lalu, matanya kembali menatap dua gadis pemberani yang berdiri di ambang pintu. "Kita harus menyambut tamu kita dengan baik!" ujarnya bersemangat. "Jangan sampai ada yang tidak mendapat perlakuan kita dengan baik, tidak adil kalau seperti itu."
Janessa mendecih dan menyeringai. "Kau berani?" tantang gadis itu kesal mendengar ucapan pria mabuk di depan sana. Ia tak bisa membiarkan Melly dan Ive dilihat oleh orang-orang ini.
"Siapapun tak ada yang bisa keluar dari sini tanpa izinku, sayang!"
Para pemabuk yang sedang teler itu berseru antusias mendengar ucapan ketua mereka. Setelah sekian lama, akhirnya mereka mendapat mainan baru! Wanita yang ada disana mendengus tak senang, menatap dua gadis yang berdiri itu dengan sinis.
"Sambut tamu untukku!" seru Deon membuat kumpulan ini seketika seperti orang gila. Entah darimana ruang penjaga klinik ini memiliki tongkat baseball? Dan apa lagi itu? Kayu? Pisau?
"Sial, Cat. Sudah berapa lama kau menginap di rumah nenekmu?" desis Janessa kesal melihat Catty.
"Apa maksudmu?" tanya Catty balik, tak mengerti dengan pertanyaan Janessa. Matanya menghitung jumlah lawan, sial, sepuluh orang.
"Bajumu, sialan. Apa di rumah nenekmu tidak ada celana? Kenapa memakai pakaian seperti itu akhir-akhir ini?"
Catty menunduk dan sedetik kemudian mengumpat. Dia mengatakan pada Janessa bahwa dia menginap di rumah neneknya akhir-akhir ini agar gadis itu tak perlu menjemputnya.
"Kau bisa melakukannya dengan rok sempit itu?" tanya Janessa, melemaskan sendi-sendinya saat melihat para pecandu ini semakin dekat.
"Kita tak akan tau kalau belum mencobanya, bukan?" Sedetik setelah Catty berbicara dia segera menghindari hantaman tongkat yang mengarah padanya.
Mereka berdua bertarung dengan tangan kosong, meskipun begitu gerakan mereka tetap lincah.
Menyerang di titik vital, menghindar dengan sengit. Walaupun, dua orang ini terkepung di tengah, mereka masih bisa memberikan perlawanan tajam.
Suara hembusan tongkat kayu yang dilayangkan terdengar mengerikan. Dengan sigap, tumit Catty menendang hantaman kayu dari arah yang berlawanan. Tangannya dengan cepat melumpuhkan lengan sang lawan hingga kayu itu terjatuh. Sekali lagi, kaki Catty menendang kayu itu ke arah Janessa.
"Jane, untukmu!"
Janessa yang sedang bertahan menghadapi serangan di depannya segera menggunakan kakinya untuk mengambil kayu di lantai. Ia memijak sisi kayu hingga sisi yang lainnya berdiri. Memegang kayu dengan kuat dan menghantam pria di depannya tanpa menahan kuatan.
Suara gedebuk tubuh pria yang jatuh ke tanah itu terdengar menyenangkan.
"KYAA!"
Teriakan ketakutan terdengar dari ambang pintu. Melly menunduk ketakutan dengan rambut yang di Jambak oleh salah seorang bawahan Deon.
Atensi Catty dan Janessa teralihkan. Tatapan amarah membara seperti api di mata keduanya.
"Sial, kau berani?" teriak Catty marah. Tubuhnya dengan cepat menghindari pisau yang menghujamnya. Dengan cepat pula ia memukul tangan pria itu hingga pisau itu jatuh ke tangan Catty. Dengan bantuan Janessa yang membuka jalannya dengan tongkat. Catty segera menendang tubuh orang yang menjambak temannya.
Pria itu hanya mundur, obat-obatan yang mereka konsumsi membuat tubuh mereka seolah-olah kebal dari rasa sakit.
Suara teriakan Melly yang kesakitan kembali terdengar, Catty dengan kejam menebas lengan pria itu hingga darah memicrat dan jambakannya terlepas. Dia memutar tubuhnya, melayangkan tendangan penuh hingga badan pria di depannya rubuh menabrak rak kayu di belakangnya.
Catty segera menolong Melly yang bergetar dan ketakutan, memindai tubuh temannya dengan cepat. Setelah memastikan temannya tidak terluka, dia segera mendorong Melly kembali ke ruangan sebelah dan menutup pintunya dengan cepat. Mengunci pintu dan memasukkannya ke kantong, tak membiarkan dirinya kecolongan lagi.
Janessa bergerak lincah, bertahan dari serangan dan menyerang dengan tangkas. Sebuah hantaman kayu melayang ke kepala Janessa dan,
Pusing!
Hantaman itu membuat temannya itu rubuh dan tertunduk.
"Jane!" teriak Catty mencoba menyadarkan kembali temannya. Dengan mata yang menyala, dirinya segera menuju ke sana, menendang perut seorang pria hingga tubuh pria itu terhuyung mundur.
Janessa segera bangkit, menggelengkan kepalanya, menghilangkan rasa nyeri.
Catty meringis nyeri saat merasakan sakit di sudut bibirnya, ia bahkan tak ingat kapan ia mendapat luka ini. Sial, wajahnya dipukuli. Ia menebas udara dengan pisau lipat yang terlihat berkilau akibat cahaya lampu.
Jantung kedua gadis ini berdegup kencang, keringat mereka mulai bercucuran. Kaki mereka bergetar hingga tak bisa berdiri dengan sempurna. Janessa terengah-engah dan berdiri dengan bantuan tongkat di tangannya. Seharusnya, ini menjadi pertarungan cepat. Tapi, entah apa yang dikonsumsi oleh para pecandu gila ini, mereka seolah tak merasakan sakit dan lelah.
Dua gadis ini saling bertukar pandang, seolah-olah membaca pikiran satu sama lain. Kemudian, mereka menyerang bersama, gerakan mereka selaras, seperti tarian maut yang mematikan. Catty melompat, gerakannya menyerang dengan pisau lincah dan cepat, menghujamkan pisau lipatnya ke lengan pria disana. Darah segar menyembur keluar, menodai baju pria itu. Rina menendang kaki pria lain, menjatuhkannya ke tanah dengan cepat.
Srakk!
"Akhh!"
Suara kain yang terpotong pisau menyapa pendengaran mereka. Catty merunduk, mencengkram perutnya yang terasa basah dan nyeri yang perlahan meningkat. Dia mengernyit dan menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa sakit.
"Catt!!" teriak Janessa. "Kau harus bertahan sialan!
Salah satu pria mencoba mencengkeram Janessa dari belakang. Catty dengan cepat melempar pisau ke arah pria itu hingga tertancap di bahunya. Kepala pria itu menghantam lantai terlebih dulu, darah mengalir dari hidung dan mulut pria itu, menodai lantai ruangan.
Janessa segera menghampirinya, menopang tubuh Catty dengan sebelah tangannya, gadis itu berdesis kesal. Sialan, baru kali ini mereka terpojok seperti ini. Matanya mengerjap, mencoba menahan cairan bening yang akan keluar dari matanya.
'*'*'*'*'
'*'*'*'*'
WOII GENGS~
Ngefeel kaga ni? Apa hambar? Biar Sera tambahin seasoning-nya kalau adegan pertarungannya hambar.
Jangan lupa!
Jangan lupa Follow + Subscribe agar kalian dapat notif apdetnya! ❤️
Jangan lupa Vote + Komen supaya aku makin semangat nulisnya!❤️
Semangatin aku dong, kekurangan energi buat produktif ini:((
Salam hari Rabu,
Sera<3
penataan bahasanya loh keren